Pasca Gagal Kudeta, Saudara Raja Yordania Turun dari Kursi Pangeran

Pasca Gagal Kudeta, Saudara Raja Yordania Turun dari Kursi Pangeran

Purna WartaHamzah bin Hussein, saudara Raja Yordania mengakui bahwa dirinya tidak puas dengan situasi yang ada dan tidak lagi ingin duduk di kursi Pangeran.

Hamzah bin Hussein, eks Putra Mahkota Yordania yang merupakan saudara lain ibu Raja Abdullah II mengakui dalam cuitannya bahwa dia telah mengundurkan diri dari kursi Pangeran dan tidak lagi menyebut dirinya Pangeran.

Pengunduran diri ini tepat di tanggal Kudeta gagal tahun lalu. Satu kudeta, yang menurut penyelidikan, dipimpin oleh Hamzah bin Hussein.

Baca Juga : Perseteruan Parlemen dan Presiden Makin Mendalam, Apa Yang Tunisia Lakukan?

Beberapa waktu lalu, Pangeran Hamzah berada dalam kurungan rumah. Kemarin dalam tweetnya, dia menulis sebuah surat kecil yang mengungkap kritik serta protesnya akan situasi Yordania.

Hatiku tak lagi mengizinkan untuk terus menjunjung pangkat Pangeran, akunya dan di akhir dia menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan.

“Melihat semua setelah insiden tahun lalu, saya menyimpulkan bahwa keyakinan serta dasar-dasar ideologi yang ditanam Ayah dalam diriku ini, yang selalu saya upayakan untuk saya lakukan selama hidup, tidak sesuai dengan orientasi dan metode modern instansi-instasi kami,” cuitnya.

“Karena Amanah dan kata hati, saya tidak melihat jalan keluar kecuali meninggalkan kursi Pangeran. Bagi saya merupakan satu kebanggaan, saya berkhidmat kepada negara sebagai pemimpin dan selama bernafas, saya akan tetap setia kepada Yordania,” tambahnya.

Baca Juga : Ini Alasan Barat Asia Netral dalam Sanksi Versus Rusia Menurut Analis Inggris

Dalam sejarah kerajaan Amman, belum ada satupun Pangeran yang mengundurkan diri dari kursi ini. Hingga detik ini, pemerintah Yordania atau Dewan Kerajaan belum mengeluarkan pernyataan menanggapi keputusan Hamzah bin Hussein ini.

Akan tetapi banyak pertanyaan di Medsos yang dilontarkan para peselancar dunia maya Yordania terkait alasan serta faktor yang melatar belakangi keputusan Pangeran Hamzah.

Sebagian menuliskan bahwa sorot tajam media ke keputusan ini telah membuat Hamzah bin Hussein menjadi salah satu topik hangat. Sebagian juga meyakini aksi Pangeran Hamzah dalam upaya merealisasikan gerakannya dengan lebih sempurna dari tahun lalu.

Tiga pekan lalu, Hamzah bin Hussein dalam sepucuk suratnya kepada Raja Abdullah meminta permohonan maaf kepada sang Raja beserta bangsa Yordania akan kesalahannya dalam berkas kudeta tahun lalu. Akan tetapi, nada surat kemarin tidak menunjukkan penyesalan, malah sebaliknya, memperlihatkan protes dan sakit hati mendalam akan proses pemerintahan saudaranya.

Baca Juga : Mengapa Orang Kaya Rusia yang Melarikan Diri ke Dubai?

Dalam supucuk suratnya kemarin, Hamzah bin Hussein tidak menjelaskan alasan keputusannya. Di sana juga tidak ada penjelasan mengenai peristiwa tahun lalu yang disebut fitnah oleh pihak-pihak resmi Yordania.

Media al-Quds al-Arabi tentang hal ini mengamati bahwa Hamzah bin Hussein mungkin ingin meninggalkan Yordania. Keinginan untuk hidup di hawa terbuka dan jauh dari ancaman-ancaman sang Raja atau penjara rumah telah mendorongnya untuk meluapkan kritik.

Rai al-Youm juga menuliskan sebuah catatan terkait hal ini bahwa sebagian pihak dalam negeri Yordania mengabarkan pelantara Saudi dan Emirat antara Pangeran Hamzah dan Raja Abdullah II. Upaya mediasi yang berakhir pada permohonan maaf Hamzah melalui sepucuk surat ke saudaranya. Dan mungkin berakhir pada kepergiannya dari Amman. Meskipun hingga kini belum ada pernyataan dari petinggi resmi.

Tertanggal 3 April 2021, media meliput berita ombak penangkapan di antara petinggi senior dan keluarga kerajaan Yordania dengan tuduhan kudeta. Esok harinya, Menlu Yordania dalam konferensi pers menjelaskan aktifitas Pangeran Hamzah bin Hussein, eks Putra Mahkota Yordania, bersama Bassem Awadallah dan penyelidikan menunjukan bahwa mereka membangun jaringan dan bekerjasama dengan pihak asing untuk merusak stabilitas keamanan Yordania.

Baca Juga : Media Israel Akui Operasi Muqawamah Hancurkan Target Perundingan Negev, Turki dan Mesir

Setelah peristiwa tersebut, Hamzah bin Hussein dipenjara rumah. Namun dari sekian banyak tahanan yang ditangkap, yang menurut laporan mencapai 20 orang, ada 2 orang yang sangat mengejutkan, yaitu Hassan bin Zaid dan Bassem Awadallah.

Hassan bin Zaid sebelumnya merupakan utusan khusus Raja Abdullah di Arab Saudi. Adapun Bassem Awadallah menjabat sebagai Ketua Istana Kerajaan al-Hashimi tahun 2007 dan sebelumnya juga memimpin Kantor Raja Yordania.

Penangkapan dua orang ini telah memanaskan hubungan Saudi-Yordania. Bahkan Washington Post kala itu menuliskan laporan bahwa delegasi Riyadh, pimpinan Menteri Luar Negeri, meminta Raja Abdullah II untuk membebaskan Bassem Awadallah. Permohonan ini mendapatkan penolakan keras petinggi pemerintahan.

Ada indikasi bahwa Saudi dan Emirat sedang mencari jalan keluar dari krisis tahun lalu dan melanjutkan relasi lebih baik dengan Yordania. Krisis kemarin dengan jelas menunjukkan peran Saudi-Emirat untuk menurunkan Raja Abdullah II dari kursinya lalu meresmikan saudaranya sebagai penerus tahta.

Baca Juga : Pemimpin Sri Lanka Tawarkan Pembagian Kekuasaan dengan Oposisi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *