Purna Warta – Para penguasa Arab Teluk, di mana nurani kalian? Di tengah situasi krusial ini, tindakan kalian justru tampak bertentangan dengan prinsip-prinsip moral, etika, dan ajaran agama. Rakyat Palestina terus menderita, sementara kalian terlihat acuh tak acuh. Apakah kalian telah meninggalkan tanggung jawab moral dan spiritual yang seharusnya diemban oleh para pemimpin? Keadilan, kepedulian, dan solidaritas seharusnya menjadi pijakan utama dalam setiap tindakan yang kalian ambil.
Baca juga: Setahun Badai al-Aqsha: Peran Kunci Operasi Psikologis dalam Perlawanan
Bukankah Mahkamah Internasional (ICJ) telah menemukan berbagai bukti kuat untuk menyebut tindakan Israel di Palestina sebagai genosida? Bahkan, Kepala Jaksa Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap individu-individu yang terlibat dalam pelanggaran tersebut?.
Apa pun pendapat dan sikap kalian, satu hal yang jelas: kekerasan ini harus diakhiri, dan Palestina harus diakui sebagai negara merdeka yang membentang dari sungai hingga laut, dari Sungai Yordania hingga Laut Mediterania. Duniapun harus mengakui bahwa hak-hak Palestina telah dirampas—dari tanah hingga kebebasan—oleh pasukan pendudukan yang didukung sepenuhnya oleh negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Hak-hak Palestina harus dipulihkan, dan mereka berhak mendapatkan kompensasi atas seluruh penderitaan dan kerusakan yang telah mereka alami selama bertahun-tahun.
Di tengah kedzaliman dan ketidakadilan ini, media Barat, politisi, dan selebriti sering menyajikan narasi yang sangat bias dan ironis. Namun, yang lebih menyakitkan adalah sikap pasif para pemimpin negara-negara Arab Teluk, khususnya anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (PGCC), yang tampak acuh tak acuh terhadap penderitaan rakyat Palestina.
Apakah mereka benar-benar patuh terhadap ajaran Islam yang mereka akui? Sikap mereka justru bertolak belakang dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh agama. Islam mengajarkan bahwa sumber daya alam, seperti minyak dan gas, adalah amanah dari Tuhan yang harus digunakan untuk menyelamatkan umat, bukan untuk menyelamatkan kepentingan pribadi atau segelintir elit. Namun, para penguasa ini bertindak bahwa amanah tersebut adalah milik pribadi dan family. Tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam.
Islam juga mengajarkan kesederhanaan dan kepedulian terhadap orang-orang fakir dan miskin. Namun, gaya hidup para pemimpin Arab Teluk sangat bertolak belakang dengan ajaran ini. Kemewahan yang mereka nikmati kontras tajam dengan kemiskinan dan penderitaan yang dialami banyak Muslim lainnya di kawasan dan dunia.
Bukankah keadilan adalah inti dari ajaran Islam? Namun, keadilan tampak lenyap dalam benak banyak masyarakat yang mereka pimpin. Kepedulian terhadap penderitaan rakyat Palestina, yang seharusnya menjadi prioritas moral dan spiritual, justru diabaikan. Mereka lebih mementingkan keserakahan pribadi dan berfoya-foya di atas penderitaan bangsa Palestina. Mereka tidak hanya berpaling dari perjuangan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, tetapi juga mengejar dukungan dari kekuatan asing, dan mengabaikan seluruh kejahatan yang dilakukan oleh Israel.
Justru pemimpin negara non-Arab Muslim seperti Afrika Selatan yang membawa kasus kejahatan Israel ini ke Mahkamah Internasional, sementara Bolivia dan Kolombia memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel. Ironisnya, negara-negara Arab tetap bungkam dan menggerendel mulut, atau hanya mengambil tindakan minimalis, seperti memanggil duta besarnya, tanpa memberikan dampak yang berarti.
Tindakan negara-negara non-Arab ini sudah lebih dari cukup untuk mendukung dan melindungi hak-hak Palestina. Langkah-langkah mereka yang penuh risiko dan mendapat penentangan kuat dari Eropa dan AS, jauh lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa, seperti yang dilakukan oleh negara-negara Arab umumnya.
Apa solusinya? Sebenarnya sudah jelas: Israel tidak dapat melanjutkan tindakan apapun tanpa dukungan penuh dari Amerika Serikat. Satu panggilan telepon tegas dari AS dapat segera menghentikan kekerasan ini. Lepasnya dukungan AS, bersama dengan tekanan internasional, dapat memulihkan hak-hak Palestina, menciptakan negara merdeka, dan membawa perdamaian di kawasan serta di tingkat global.
Negara-negara Arab Teluk Persia hanya perlu sedikit tekad yang kuat. Mereka sudah memiliki kemampuan untuk menghukum Amerika Serikat melalui langkah-langkah konkret, seperti:
1. Memanggil pulang duta besar dari Washington.
2. Menutup pangkalan militer AS di wilayah mereka.
3. Menghentikan kerjasama intelijen.
4. Mengusir diplomat AS.
5. Melakukan embargo ekspor minyak dan gas alam ke AS.
Langkah-langkah seperti ini dapat memberikan tekanan yang signifikan untuk mendukung hak-hak Palestina. Namun, negara-negara Arab ini lebih memilih untuk tetap bungkam, nampak takut kehilangan dukungan AS yang menopang kekuasaan mereka. Tragisnya, alih-alih mendukung keadilan bagi Palestina, para pemimpin Arab ini malah memberikan penghargaan kepada mereka yang mendukung kepentingan Zionis.
Para pemimpin Arab seharusnya belajar dari negara-negara non-Arab seperti Indonesia dan Malaysia, yang tegas menolak untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, atau Afrika Selatan, yang memimpin upaya untuk membawa kasus genosida Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ).
Terakhir, jika para penguasa Arab Teluk tidak mengubah kebijakannya dan segera bertindak, sejarah akan mencatat mereka sebagai pihak yang mengabaikan penderitaan bangsa Arab Palestina. Kegagalan mereka dalam memperjuangkan keadilan akan menjadi noda hitam dalam sejarah bangsa Arab. Atau, mereka akan digulingkan oleh rakyatnya sendiri yang semakin murka dan tak mampu lagi membendung amarah. [MT]