Pakar Hukum: Masalahnya pada Arogansi FIFA, Bukan Aspirasi Tolak Israel

Pakar Hukum: Masalahnya pada Arogansi FIFA, Bukan Aspirasi Tolak Israel

Purna Warta Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Giri Ahmad Taufik mengatakan inti masalah pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 adalah arogansi FIFA. “Jangan saling menyalahkan karena aspirasi penolakan Israel itu kebebasan berekspresi. Masalahnya adalah FIFA arogan,” kata Giri Ahmad Taufik kepada Hukumonline, Jum’at (31/3).

FIFA merespon cepat sikap sebagian publik Indonesia yang menentang Israel ikut dalam Piala Dunia U-20. Indonesia langsung dibatalkan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Giri menyayangkan sikap PSSI yang sepertinya langsung menyerah pada keputusan bermasalah FIFA itu.

Baca Juga : PBB Panggil Bahrain untuk Lepaskan Aktivis Pro-Demokrasi dan Luncurkan Penyelidikan

“PSSI tidak menyiapkan kajian hukum yang cukup. Masalah pembatalan yang merugikan Indonesia secara materi ini harus diuji secara hukum di Court of Sport Arbitration,” kata Giri.

Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) Israel di Indonesia menyebarkan rilis yang menjelaskan standar ganda FIFA soal Israel. BDS menilai penolakan sebagian publik Indonesia bukan merupakan penolakan berdasarkan prasangka rasial atau agama. “Penolakan publik Indonesia merupakan dorongan moral berdasarkan konstitusi Indonesia sebagai negara berdaulat, dan aspirasi publik Indonesia supaya FIFA taat kepada Statutanya sendiri,” tulis BDS dalam rilis yang diterima Hukumonline.

BDS menilai FIFA sudah menutupi masalah hukum internasional yang sangat serius dengan keputusan kilat membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah. Mereka menyebutnya sebagai bentuk inkonsistensi dan standar ganda FIFA. Padahal, FIFA terikat komitmennya terhadap Statuta FIFA sendiri dan prinsip Hak Asasi Manusia yang tertuang di dalam FIFA Human Rights Policy tahun 2017. Tentu saja keputusan pembatalan tuan rumah itu sangat merugikan Indonesia.

Pertama, Federasi Sepakbola Israel telah melanggar ketentuan Statuta FIFA Pasal 72 ayat (2). Isinya menyatakan “anggota asosiasi dan klubnya dilarang untuk bermain di teritori negara lain tanpa adanya persetujuan dari asosiasi negara tuan rumah”. Faktanya, ada 6 klub sepak bola Israel (Kiryat Arba, Givat Zeev, Maale Adumim, Ariel, Oranit, and Tomer) yang beroperasi di Tepi Barat. Wilayah itu berdasarkan hukum internasional adalah wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel.

Baca Juga : Warga Negara Inggris Hadapi Kenaikan Besar Tagihan Rumah Tangga

Kedua, Komisi independen PBB pada bulan September tahun 2022 menegaskan bahwa penjajahan Israel atas Palestina “tidak sah di mata hukum internasional”. Organisasi HAM ternama dunia seperti Human Rights Watch dan Amnesty International juga sudah mendeklarasikan Israel sebagai negara pelaku Apartheid. Namun, FIFA tetap mengakomodasi tim nasional Israel dalam ajang kompetisi FIFA.

BDS menyebut FIFA pernah dengan tegas membekukan keanggotaan Afrika Selatan selama puluhan tahun dengan alasan kebijakan apartheid negara tersebut. Asosiasi sepak bola nasional Afrika Selatan saat itu menerapkan apartheid dalam menyelanggarakan liga nasional. Terbaru, FIFA juga melakukan boikot atas Rusia dengan alasan politik. FIFA melarang partisipasi tim nasional dan klub sepak bola asal Rusia pada ajang kompetisi internasional.

Giri mengatakan FIFA berlaku aneh dengan tidak membuka tawaran-tawaran penyesuaian soal kehadiran tim nasional Israel di Indonesia. “FIFA sepertinya tidak mau Israel jadi pusat perhatian lebih lanjut, jadi dengan arogan segera membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah tanpa mempertimbangkan kerugian materil kita.”

Ia menilai penolakan oleh Gubernur Bali dan Gubernur Jawa Tengah sebagai beberapa lokasi yang direncanakan untuk  Piala Dunia U-20 bukan masalah serius. “Presiden Jokowi kan sudah menjamin keamanan bahwa tim nasional Israel tetap bisa aman bermain. Aspirasi Gubernur yang menolak bisa dianulir Presiden. Ini soal arogansi FIFA,” kata Giri.

Baca Juga : Menteri Keuangan ASEAN Pertimbangkan Buang Dolar AS Dan Euro Untuk Transaksi Keuangan

Giri mendorong PSSI sebagai anggota FIFA menggugat ke Court of Sport Arbitration. “Itu ada di statuta FIFA soal prosedur penyelesaian sengketa. FIFA setidaknya harus ganti rugi FIFA secara materil,” kata Giri. Ia mengingatkan masa kedaluwarsa gugatan arbitrase ke CAS itu adalah 21 hari sejak keputusan FIFA dibuat.

Dorongan yang sama juga diberikan oleh BDS dalam rilisnya. Mereka mendorong PSSI untuk menjalankan proses sengketa di Court of Sport Arbitration CAS berdasarkan ketentuan Pasal 56 Statuta FIFA. “Bersama dengan masyarakat Indonesia kami menentang tegas keputusan FIFA yang berstandar ganda ini,” demikian BDS menegaskan dalam rilisnya.

Sumber: www.hukumonline.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *