Purna Warta – Dengan memprediksikan secara umum jalan alternatif Sayid Muqtada Sadr, salah satu surat kabar Lebanon, menganalisa perkembangan situasi Irak pasca kericuhan kemarin.
Baghdad sedang fokus menjamu para tamu al-Husein as. dalam beberapa pekan ini menjelang Arbain. Di tengah kesibukan ini, mantan sekutu Sayid Sadr dari poros Ahlu Sunnah dan Kurdi telah membatasi gerak Pemimpin Gerakan Sadr dengan menolak keluar dari Parlemen.
Semua Menyorot Tahap Pasca Arbain
Al-Akhbar, salah satu surat kabar analis Lebanon dalam hal ini menuliskan bahwa al-Itar al-Tansiqi, aliansi Syiah, menegaskan kandidat Mohammed Shia al-Sudani. Dengan penekanan ini, maka bisa dikatakan bahwa ini merupakan sinyal negatif kepada Muqtada Sadr dan hal ini juga akan menjadi faktor pencegahnya untuk berunding. Sementara banyak harapan akan adanya satu inovasi yang seharusnya dipaparkan mengenai perkara ini demi meruntuhkan penghalang yang terlanjur terbangun. Dan semua mata tertuju periode pasca Arbain Huseini. Karena jika tidak ada jalan keluar untuk kedua belah pihak, akan pecah perang saudara di antara mereka.
Hancurnya Persekutuan Kurdi dan Ahlu Sunnah dengan Sadr
“Sejak undurnya fraksi Sadr dari Parlemen pada Juni lalu dan pernyataan Muqtada Sadr akan memisahnya Mas’ud Barzani, partai Demokratik Kurdi dan Mohammed al-Halbousi, Ketua Parlemen dari al-Siyadah, fraksi paling besar di Dewan Legislatif Irak dari Gerakan Sadr, ada prediksi bahwa koalisi tiga serangkai ini akan segera runtuh,” tulis analis al-Akhbar.
Namun demikian, Sayid Muqtada Sadr masih menyimpan harap lanjutan aliansi meskipun perpisahan telah dinyatakan olehnya. Didasarkan hal inilah, Saleh Mohammad al-Iraqi, sosok dekat dengan Muqtada Sadr, beberapa hari lalu dalam tweetnya menulis, “Jika koalisi Ahlu Sunnah dan Kurdi keluar dari kami, Dewan Perwakilan bisa pecah, karena legalitas mereka telah hilang dan secara langsung akan bubar.”
Namun konferensi Barzani dan al-Halbousi diadakan di Erbil demi menjawab tweet ini. Hasilnya adalah mereka menolak untuk keluar dari Parlemen dan ini bermaknakan akhir aliansi meskipun mereka secara sepintas masih bersama Gerakan Sadr. Di tengah situasi inilah, diprediksikan bahwa Sayid Muqtada Sadr akan sendirian karena visi politik dan metode praktisnya.
Opsi Utama Sayid Muqtada Sadr
Al-Akhbar meyakini bahwa ketika upaya Gerakan Sadr mengalami kebuntuan untuk membubarkan Parlemen dengan cara demonstrasi yang memuncak pada beberapa pekan kemarin, maka opsi menjadi terbatas untuk ke depannya.
Kini ada 3 opsi di depan mata Sadr: Pertama; kembali ke jalan memasuki perang tak jelas dengan para pesaingnya dengan menerima bahaya perang antar Syiah. Kedua; menerima undangan perundingan dan ketiga, mundur dari kancah politik secara praktis, bukan hanya lisan.
Teman dekat Sadr dalam tweetnya beberapa hari lalu telah mengisyaratkan penolakan untuk kembali ke Parlemen, meskipun Pengadilan Tinggi Federal Irak memutuskan untuk membatalkan hukum pengunduran diri 73 Wakil Fraksi al-Sadr. Akan tetapi, Sayid Sadr dan gerakannya bukanlah satu-satunya pihak yang bersalah dalam urusan ini. Al-Itar al-Tansiqi, koalisi Syiah yang lain juga harus bertanggung jawab karena memutuskan penunjukan Mohammed Shia al-Sudani untuk menduduki kursi Perdana Menteri padahal sudah menyadari bahwa keputusan ini telah memprovokasi pandukung Sadr turun ke jalan. Al-Sudani adalah orang dekat Nouri al-Maliki, yang notabene musuh bebuyutan Gerakan Sadr.
Di Balik Pertemuan Barzani dan Al-Halbousi
Dari satu sisi, koordinasi yang ditampakkan Barzani dan al-Halbousi menunjukkan koalisi segi tiga telah berkurang menjadi dua pihak. Koalisi ini dibentuk untuk memanfaatkan pertarungan dalam tubuh Syiah demi meraih poin-poin untuk poros Kurdi dan Ahlu Sunnah. Salah satu poin yang ingin didapat adalah merubah peta perhitungan dalam pemerintahan Irak, bahkan mungkin lebih, dan realisasi proyek seperti separasi.
“Di tengah situasi seperti ini, ada pertanyaan, apakah strategi baru Barzani dan al-Halbousi bisa melobangi tembok politik tanpa keterlibatan Sadr? Kemungkinan target dua orang ini dalam koalisi adalah ketika mereka meyakini bahwa al-Sadr bisa membangun pemerintahan, mereka menyusup dan membangun koalisi segitiga. Namun sekarang, di saat realisasi impian pemimpin Gerakan Sadr menjadi sulit, diprediksikan bahwa mereka akan berusaha mengulangi strategi ini bersama al-Itar al-Tansiqi. Di dua medan ini, Barzani dan al-Halbousi bermain dengan poros Syiah untuk membantu perpecahan Syiah dari dalam. Ancaman perang tidak dapat dielakkan karena perkembangan situasi Kawasan dan internasional. Tapi sekarang siapa yang bisa menjamin kalau faktor pencegah ini masih ada?,” prediksi analis al-Akhbar.
Dari sisi lain, orang-orang dekat al-Halbousi mengartikan keputusannya menetap di Parlemen sebagai upayanya mencegah kuasa kancah politik oleh al-Itar al-Tansiqi.
Wail Hazem, Analis politik, kepada al-Akhbar menjelaskan terkait hal ini, “Al-Siyadah dan Demokrat Kurdi menyadari bahwa al-Itar al-Tansiqi akan menanggapi keluarnya mereka dari Parlemen sebagaimana yang mereka lakukan dengan keluarnya Fraksi lain. Kesimpulannya, al-Itar akan akan memilih pihak-pihak tersisa dalam Parlemen, menguasai kursi Dewan dan menyusun pemerintahan, tanpa adanya partai yang menolaknya.”
“Partisipasi al-Siyadah dan Demokrat sangatlah penting dalam Parlemen untuk pembentukan pemerintahan depan, penjadwalan Pemilu darurat dan penyusunan UU Pemilu. Karena jika hanya al-Itar yang berkuasa di Parlemen, mereka akan membentuk pemerintahan baru, menyusun udang-undang pemilihan umum, membangun komisaris yang bisa menjamin kemenangan mereka dalam Pemilu darurat,” tambah Wail Hazem.
Dari pihak lain, Saman Nuh, salah satu oposisi Kurdi, kepada al-Akhbar menjelaskan, “Penolakan sekutu Sadr untuk keluar dari Parlemen, bukanlah hal baru, tapi deklarasi transparan mereka adalah hal baru. Hal ini tidak ada ketika Sadr mengajak semua pihak Irak, khususnya Kurdi dan Arab Ahlu Sunnah untuk bergabung dengan mereka di jalanan dan menegaskan revolusi.”
“Deklarasi keputusan dari pihak Barzani dan al-Halbousi ini dilakukan dengan banyak alasan, antara lain; tidak adanya kesabaran untuk memikul kesalahan-kesalahan Sadr yang memutuskan keluar dari Parlemen tanpa musyawarah dengan mereka, khususnya al-Siyadah dan Demokrat yang meraih banyak kursi dalam Pemilu kemarin, hal yang mungkin akan sulit mereka raih kembali di Pemilu mendatang. Alasan lainnya adalah koalisi mereka dengan Sadr dijalin untuk meraih poin di dalam dan luar Irak dan ikut serta mereka dalam Pemilu putaran anyar tidak akan memberikan kesempatan untuk meraih poin-poin yang bisa didapat dengan berpartisipasi dalam pemerintahan berkuasa,” tambahnya.