Purna Warta – Sebagaimana di tahun 2018, dengan bantuan pihak seperti Abdulaziz Al Jaber, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman melakukan aksi filterisasi dan berupaya menjadikan pengadilan abdinya. Kini MBS menangkap para hakim garis keras, yang sempat menjadi kunci penakluk lawan politik dengan tuduhan pengkhianatan.
Ombak baru penangkapan di Arab Saudi sampai ke bagian pengadilan pasca menerobos keluarga, departemen negeri, badan keamanan dan organisasi eksekutif. Di tengah penangkapan kali ini yang memakan sebagian hakim di pengadilan pidana khusus Saudi, yang pernah menjadi pion utama Bin Salman dalam menghabisi oposisi dan tahanan politik, memaksa mata untuk menyorot sistem peradilan.
Baca Juga : Upaya Turki Perbaiki Relasi dengan Suriah, Apakah Benar atau Menggiring Opini?
Sejak tahun 2017 dan pasca dilengserkannya Bin Nayef dari tampuk Putra Mahkota, terjadi transisi menyeluruh di struktur Dewan Saudi. Sebagian pihak menduduki satu jabatan dengan tiba-tiba tanpa melalui acara terstruktur manajemen negara. Salah satu dari mereka, Hakim Abdulaziz bin Madawi Al Jaber yang terkenal sebagai musuh terbesar gerakan Sahwa dan Syiah. Selain itu, Al Jaber juga menjadi kondang gegara pemutusan hukuman dingin dan tanpa mengindahkan langkah-langkah keadilan terhadap tahanan politik.
Kebijakan inilah yang membuat petinggi Saudi memanggilnya untuk menjadi Hakim di pengadilan khusus pidana Riyadh dari pengadilan di salah satu kota terpencil sana. Hingga pada tahun 2018, dia dimandatkan sebagai Wakil Kepala pengadilan khusus pidana.
Pengadilan Khusus Pidana Anti Terorisme
Pengadilan khusus pidana anti-terorisme didirikan pada tahun 2013 pasca insiden dalam negeri Saudi. Instabilitas di wilayah pendudukan warga Syiah di timur Saudi, demonstrasi atas partisipasi militer Saudi dalam menundukkan gerakan rakyat Bahrain, protes terhadap kerajaan yang mendukung kudeta atas pemerintahan Ikhwan al-Muslimin di Mesir dan beberapa insiden lainnya telah mendesak Raja Saudi kala itu mengeluarkan titah pembangunan salah satu pengadilan paling arogan abad modern. Tugas menundukkan Syiah, Islam Salafi dan oposisi politik telah diserahkan kepada pengadilan ini. Di mana menurut beberapa sumber di tempat, para hakim di pengadilan ini terpilih di bawah struktur manajemen dan kental segi politik serta keamanan. Salah satu ciri khusus pengadilan ini adalah untuk aktif di dalam pengadilan khusus pidana harus diprioritaskan keamanan dari pada hukum Syariat dan nihilnya faktor pencegah pemutusan hukuman berat.
Baca Juga : Keuntungan 800 Juta Dolar Israel dari Normalisasi 2021
Dari segi inilah, dari sekian ratus hakim, hanya 15 sampai 17 yang terpilih untuk pengadilan khusus pidana ini. Kepemimpinan pengadilan dipegang oleh Saleh bin Mohammed al-Ajiri, yang berpengalaman menjatuhkan hukuman berat terhadap oposisi politik, salah satunya oposisi kondang Saud Mukhtar al-Hashimi yang dijatuhi hukum penjara 30 tahun. Berkas Khaled al-Rahsed juga ditangani olehnya dan tanpa adanya hak pembelaan, al-Rashed dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Pengadilan khusus pidana ini hanya menurut pada aturan khusus mereka. Aturan tersebut bukan hanya bertentangan dengan piagam internasional, bahkan juga berlawanan dengan kaedah serta hukum Islam. Tidak ada kebebasan hubungan tahanan dengan wakil, hukuman penjara jangka panjang tanpa adanya kejelasan tuduhan, pemutusan hukuman berat, keras serta adanya perbedaan hukuman di pengadilan ini dengan pengadilan lainnya merupakan beberapa contoh pelanggaran nyeleneh pengadilan ini.
Menundukkan Islam Gerakan
Nama Abdulaziz Al Jaber menjadi banyak dibicarakan pasca dirinya menjadi hakim kasus Salman al-Ouda. Namun riwayat Al Jaber menunjukkan bahwa dia termasuk salah satu pihak yang mengupayakan peradilan menjadi alat untuk menaklukkan oposisi pemerintah Saudi.
Baca Juga : Terungkap, Kerja Sama Israel-Yordania Versus Masjid Al-Aqsa
Abdulaziz bin Madawi Al Jaber, selain memusuhi Syiah, juga berperan besar dalam menghancurkan gerakan Salafi oposisi pemerintahan Saudi. Tahun 2011, Al Jaber menjadi hakim berkas aktivis seperti Yousef Al Ahmad, Abdurrahman al-Sayid, Abdulmajid al-Muhanna dan kelompok Islam gerakan Saudi lainnya.
Pada September 2020, Al Jaber menjadi kepala kasus tahanan yang ditangkap pasca dimandatkannya Bin Salman menjadi Putra Mahkota. Salah satunya berkas 40 tahanan Palestina dan Yordania dari badan amal Palestina, salah satunya Muhammad al-Khudri bersama anaknya.
Sikap hakim Al Jaber dengan para tahanan politik sangatlah keras. Bahkan organisasi-organisasi HAM menuntut dunia untuk menyebut Al Jaber, Saud al-Mujab, bersama kepala penjara Hair dan Dzahban sebagai penjahat perang.
Akan tetapi dengan jasa-jasanya ini, Abdulaziz bin Madawi Al Jaber ditangkap dengan tuduhan pengkhianatan bersama hakim Abdullah bin Khalid, hakim Fahd bin Abdullah al-Shagir dan hakim Talal bin Abdullah al-Humaidan.
Baca Juga : Ukraina dan Pertahanan Rusia
Bin Salman sangat menyadari peran penting sistem peradilan dalam menguatkan pondasi-pondasinya. Dari segi inilah, hakim-hakim seperti Al Jaber, Abdulaziz al-Harithi dan lainnya berupaya melakukan bersih-bersih pihak yang tidak searah dengan Putra Mahkota dan merubah sistem peradilan menjadi abdi Bin Salman. Tapi sekarang mereka malah ditangkap dengan tuduhan pengkhianatan sebagaimana target pada penangkapan tahun 2018 lalu.
Detail laporan serta warta hingga kini masih belum bisa didapat, namun penangkapan di periode transisi kekuasaan Saudi dan pasca masa kudeta semu Bin Salman versus Bin Nayef bukanlah hal aneh. Setiap hari, Mohammed bin Salman semakin dekat dengan kursi Raja. Kebijakan polisi semakin ketat dan situasi keamanan di tengah sosial Saudi juga semakin menekan.