HomeAnalisaNasionalisme, Zionisphobia Suriah dan Proyek Damai Gagal Israel

Nasionalisme, Zionisphobia Suriah dan Proyek Damai Gagal Israel

Purna Warta – Salah satu surat kabar kondang dunia Arab menelisik budaya nasionalisme dan Zionisphobia bangsa Suriah dan mengupas kegagalan proyek damai bersyarat Israel.

Di tengah kurungan krisis dan propaganda normalisasi sebagai opsi, bangsa Suriah tetap teguh menolak menjalin kerja sama normal dengan rezim Zionis.

Al-Mayadeen menuliskan, “Ketika Turki di dekade awal abad 21 ini menyatakan siap menjadi mediator antara Israel dan Suriah, surat kabar Damaskus menuliskan laporan bahwa semua rakyat Suriah menolak menandatangani resolusi dengan Israel sebagai akibat dari zionisphobia. Sebagaimana penduduk Palestina Pendudukan juga menolak damai dengan negara-negara Arab.”

Baca Juga : Adu Tembak di Perbatasan Afganistan-Iran, Ini Kronologinya

Meskipun rakyat Suriah memiliki sejarah berliku dengan pemerintah pusat Damaskus, tapi mereka bukan hanya anti normalisasi dengan rezim Zionis, bahkan mereka menolak perdamaian lalu menanggalkan pertarungan. Budaya ini memiliki dua dasar sejarah:

Pertama: Bangsa Suriah meyakini masalah Palestina bagian dari sejarah nasionalisme mereka.

Kedua: Deklarasi resmi bangsa Suriah yang tidak mengizinkan pelanggaran atas hak-hak negara-negara Arab.

Berdasarkan hal inilah, di normalisasi pada dekade 70 dan 90-an abad 20 kita melihat protes dan kecaman bangsa Suriah secara umum sebelum pemerintah pusat Damaskus mengeluarkan keputusan resmi penolakan.

Baca Juga : Upaya Oman Rebut Tahta Pusat Transportasi Dubai

Damai Sebagai Bayaran Normalisasi

Di tengah krisis yang tak kunjung selesai, supresi terhadap opini umum untuk merubah keputusan versus rezim Zionis dan mendukung normalisasi semakin meningkat. Dikatakan bahwa eksistensi Israel di Kawasan adalah hal nyata yang tidak bisa dirubah yang berujung pada zionisphobia. Jadi harus melalui pintu normalisasi atau kerja sama untuk menemui mereka.

Dalam hal ini, beberapa media menyiapkan pondasi untuk normalisasi dengan Tel Aviv. Bahkan beberapa petinggi oposisi pemerintah Damaskus mengirim pesan dan mengisyaratkan kesiapan mereka untuk pergi ke pangkuan Israel dan memutus hubungan dengan Iran ataupun Hizbullah Lebanon. Sebagian mereka telah terbang ke Tel Aviv mengadakan pertemuan langsung dengan petinggi Zionis.

Sementara dari satu sisi, Israel terus mendukung kelompok teroris bersenjata di sekitar Golan, bahkan mereka mengobati elemen-elemen terluka teroris di tanah pendudukan. Seiring dengan agresi rudal dan jet tempur ke Suriah, rezim Zionis memulai perang dengan Iran dan Hizbullah.

Baca Juga : Kota Pusat Anti Muqawamah, Pembangunan Kedubes Terbesar AS di Lebanon + Video

Menurut pengamatan Jamal al-Mahmoud, Dosen ilmu politik di universitas Damaskus, sejak awal tahun ini, 2021, hingga 17 November kemarin, Zionis telah mengoperasikan 30 agresi ke Suriah.

Di tengah hiruk-pikuk ini, normalisasi bahkan perdamaian sepihak dengan rezim Zionis masih dianggap oleh bangsa Suriah sebagai langkah setan. Rakyat Suriah tidak pernah membicarakannya sedikitpun, padahal Blokade ekonomi poros Barat sejak tahun 2019 semakin menguat dan pengaktifan sanksi yang bernama hukum Caesar telah menghimpit kehidupan bangsa Damaskus sejak tahun 2020 kemarin.

Meskipun beberapa media melaporkan klaim pesimis bangsa dari jeratan ekonomi, namun propaganda ini tidak bisa merubah pemikiran serta opini masyarakat tentang normalisasi, yang dibuat untuk menghancurkan tembok penghalang Zionis-Suriah dan menerima kolonialisme. Di tengah situasi ini, resolusi Abraham dicetus oleh Donald Trump dengan target menghempaskan lawan rezim dan bangsa Zionis kemudian membangun sabuk keamanan untuk Tel Aviv.

Baca Juga : Siapa yang Bakal Isi Kursi Kosong Saudi di Lebanon?

Insaf Hamd, Dosen ilmu sosial di Universitas Damaskus, menjelaskan, “Dalam 2 tahun terakhir, pembahasan normalisasi dengan Israel semakin banyak. Khususnya di saat kondisi ekonomi yang sulit dan ketidakmampuan sebagian masyarakat Suriah menutupi kebutuhan hidup paling sederhananya sekalipun… Saat pembahasan dibuka, kalian akan langsung mendengar suara bangsa Suriah yang menyatakan bahwa dengan janji realisasi syarat-syarat bersejarah, termasuk mengembalikan dataran Golan dan menunaikan hak-hak historis bangsa Palestina, saat itulah kami akan menerima normalisasi. Oleh karena itu, sangatlah sulit untuk menemukan satu rakyat Suriah yang melepas syarat seperti ini.”

Menurut analisis al-Mayadeen, “Blokade ekonomi Barat melawan Suriah menargetkan hal yang sama dengan yang diaktifkan di Sudan. Namun harus diperhatikan bahwa perubahan nilai dan keyakinan politik satu bangsa tidak akan berjalan mudah. Diperlukan satu hal lebih besar dari sekedar perang dan krisis. Embargo ekonomi, blokade dan dikte perang ke bangsa Suriah menargetkan tiga hal:

Pertama: Menggerakkan dan provokasi rakyat Suriah melawan pemerintah.

Kedua: Memutus relasi dengan negara-negara sekutu di bawah kepentingan Amerika Serikat.

Ketiga: Menyebarkan budaya normalisasi dengan penjajah, yang ingin mempertahankan barang rampasan dan daerah pendudukan.

Baca Juga : Kemenlu Iran Tanggapi Adu Tembak di Perbatasan Afganistan

Dengan demikian, tidak ada senjata yang paling penting selain kelaparan. Dengan kata lain, kelaparan memunculkan pengingkaran. Namun taktik yang sukses di sudan, tidak berhasil di Suriah.”

Jamal al-Mahmoud meyakini bahwa meskipun krisis ekonomi dan hidup bermasalah, namun siasat normalisasi sepertinya sangatlah sederhana, karena situasi Suriah lain dengan negara-negara Arab lainnya, yang menandatangani resolusi Abraham. Karena sebagian daerah Suriah diduduki oleh Israel dan kedua; menurut sejarah, Palestina merupakan bagian dari Suriah selatan. Di sisi lain, Amerika dan Israel tidak memiliki niatan untuk menghentikan perang Suriah.

Berdasarkan fakta inilah, menurut pengamatan Dosen ilmu politik Universitas Damaskus tersebut, normalisasi dengan Israel sangatlah jauh dari kemungkinan dan zionisphobia semakin meningkat.

Baca Juga : Kekalahan Pertama Para Provokator Anti-Iran di Perundingan

“Sangatlah sulit untuk kita menggambarkan kerja sama biasa dengan rezim yang menduduki kedaulatan kami dan mengusir bangsa kami. Sekalipun Golan dikembalikan ke Suriah, tapi siapa yang bisa memulangkan para pejuang dan pembesar kami? Siapa yang bisa mengembalikan umur yang telah kami habiskan karena urusan ini? Ini adalah satu tema yang telah kami habiskan kemampuan dan potensi kami (untuk menyelesaikannya),” tambahnya.

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here