Purna Warta – Rezim Zionis dan pemerintah Mesir sudah lama ingin memproduksi gas alami di timur Mediterania. Kunjungan terakhir Menteri Perminyakan dan Sumber Alam Kairo ke Tel Aviv telah menghasilkan satu kesepakatan. Media berita Amerika mengabarkan bahwa kedua belah pihak sepakat membangun satu pipa gas laut dari medan gas Leviathan hingga pabrik pencairan gas di Mesir.
Perdana Menteri Zionis dalam pertemuan dengan Menteri Perminyakan dan Sumber Alam Mesir menyebut hari itu adalah hari kerjasama langgeng dan transparan kedua pihak dalam bidang energi dan lainnya. Lalu mengklaim, “Periode baru perkembangan dan perdamaian akan segera terealisasi di atas kesepakatan Abraham.” Kesepakatan Abraham adalah normalisasi dunia Arab-Israel yang dibangun atas dasar deal of the century.
Al-Araby al-Jadeed dalam satu catatannya mengenai resolusi ini menganalisa, “Israel berpesta dengan kunjungan Tarek al-Mala, Menteri Perminyakan Mesir. Kunjungan yang melahirkan kesepakatan untuk mengaktifkan satu kerjasama lama antara dua kedaulatan mengenai penyambungan medan gas Leviathan dengan unit-unit pencairan gas di Damietta dan Idku, yang telah memberikan poin di pasar energi kepada Mesir meskipun bermasalah dalam produksi dalam satu dekade lalu.”
Yuval Steinitz, Menteri Energi Israel beserta PM Benjamin Netanyahu mengirimkan pesan politik dan bukti akan koordinasi politik dan ekonomi, khususnya di bidang energi antara Mesir dan Israel di tengah pertarungan semu kedua pihak.
Di Balik Pertarungan Semu antara Netanyahu dan El-Sisi
Pengamat al-Araby al-Jadeed juga menyentil masalah perseteruan antara Abdel Fattah el-Sisi, Presiden Mesir, yang mendiktekan syarat kepada Benjamin Netanyahu, PM Israel, jika ingin mengunjungi Kairo.
Dan dengan menambahkan perbedaan pandangan Amerika tentang peningkatan kerjasama normal antara Kairo dan Tel Aviv, analis menjelaskan, “Petinggi pemerintah Mesir kala itu yakin bahwa Kairo harus menjaga jarak dengan Tel Aviv. Mesir harus mengirim pesan kepada Netanyahu dan Trump bahwa transparansi hubungan telpon dan pertemuan kedua negara tidak akan pernah diterima masyarakat, paling tidak akan berakibat mahal.”
Upaya Realisasi Kairo untuk Pengembangan Normalisasi dengan Tel Aviv
Berdasarkan catatan al-Araby al-Jadeed ini, sekarang sistem Mesir akan mengumumkan beberapa hal untuk mendeklarasikan normalisasi dan pengembangan kerjasama dengan Israel. Adalah fakta bahwa mereka sedang melangkah dan bergerak maju menuju normalisasi dengan Tel Aviv dalam ranah ekonomi yang menurut mereka lebih aman. Tidak lagi sama dengan yang lalu terkait periode pembangunan politik Islamisme, partai kiri dan Nasserisme yang berakibat pada kemarahan rakyat. Selain itu, mereka juga bisa mengontrol suara-suara oposisi normalisasi di media-media dalam negeri.
Menurut salah satu koresponden, kunjungan Tarek al-Mala juga membahas beberapa dokumen yang ingin dipaparkan Benjamin Netanyahu dalam kunjungannya ke depan. Penguatan kerjasama dalam lingkup gas alami timur Mediterania untuk menentukan standar dan syarat transportasi penggunaan gas, kerjasama dengan Siprus dan Yunani untuk melawan kepentingan Turki dan Rusia yang ingin monopoli energi Eropa, pengembangan kerjasama regional dengan kerajaan Arab Saudi dan Sudan dengan tujuan mencari pasar baru untuk gas timur Mediterania, daerah pantai Afrika dan timur Asia adalah masalah-masalah yang akan dibahas petinggi kedua negara.
Sebelumnya negara-negara terkait telah mengekspor gas dengan dukungan perusahaan-perusahaan Amerika. Ide dan inovasi proyek bersama eksplorasi sumber gas Laut Merah dan pembangunan stasiun pencairan gas telah diusulkan kepada Mesir, Saudi dan Israel.
Mesir dan Israel, menurut salah satu sumber, juga telah menganalisa proyek pengembangan pipa gas antara kedua kedaulatan yang saat ini masih dipegang oleh satu perusahaan baru di Belanda. Pengembangan pipa gas sekarang dilakukan secara mendasar demi ekploitasi umum semua negara-negara Asosiasi Gas Alam Mediterania Timur beserta perusahaan-perusahaan gas cair Mesir, terkhusus pemerintah pembantai anak-anak.
Tujuan di atas di mata Kairo sangatlah menguntungkan, karena bisa menjaga aktifitas dua unit pencairan gas sendirian dan menambal kerugian yang lalu.
Selanjutnya, al-Araby al-Jadeed mengamati bahwa ide ini di bawah sorotan Amerika Serikat, sebagai salah satu bagian dari inovasi pemerintahan Donald Trump untuk menarik satu garis baru hubungan politik di Kawasan berdasarkan kerjasama ekonomi yang terkenal dengan sebutan deal of the century.
Berdasarkan hal ini, 1 milyar 500 juta dolar AS telah dianggarkan secara terpisah demi mendukung usaha-usaha bersama Mesir dan Israel untuk membangun satu pusat regional besar bidang gas alam Kairo, memaksimalkan produksi sumber-sumber gas Kairo, memajukan kualitas stasiun-stasiun pengiriman gas dan gas cair dalam satu periode 5 tahun.
Selain itu, 42 juta dolar digelontorkan untuk pengembangan dan rekonstruksi jalan-jalan pengiriman, transportasi dan penyaluran energi antara Mesir dan Jalur Gaza dalam 5 tahun dan tiga tahap. Dengan demikian, Palestina bisa membeli energi dari Mesir dengan harga bersaing. Ini bermaksud untuk memajukan kemampuan Kairo dalam produksi listrik dan perbaikan kualitas hasil produksi yang dipasarkan ke Gaza.
Berdasarkan hal ini, maka ini merupakan kunjungan urgen Menteri Perminyakan Mesir, bahkan Tarek al-Mala membahas metode kerjasama untuk menjaga pasar gas yang dibutuhkan Gaza dan Tepi Barat.
Bagaimana El-Sisi Menjadi Pecundang dalam Kesepakatan dengan Zionis?
Al-Araby al-Jadeed menambahkan bahwa produksi dan pencairan gas adalah salah satu bagian yang disorot Presiden Abdel Fattah el-Sisi untuk memperbaiki ekonomi Mesir dan sang Presiden aktif dalam garis halauan jangka panjang pengembangan sumber alam 2030 pemerintah. Meskipun hal ini tidak berefek positif terhadap Kairo, hanya menambah hutang dan kemunduran.
“Pada Januari 2020, impor gas alam Mesir dari daerah-daerah pendudukan Israel, berdasarkan resolusi tahun 2018 antara perusahaan-perusahaan dua pihak, dimulai dengan harga rata-rata sekitar 4 kali lipat (lebih tinggi dari) harga penjualan Mesir di antara tahun 2005 dan 2012. Berdasarkan resolusi itu pula, perdagangan ini akan terus berlanjut hingga 2034,” tulis al-Araby al-Jadeed memberikan alasan klaim di atas.
Namun el-Sisi, menurut pengamatan al-Araby al-Jadeed, tidak memperhatikan fakta dalam penandatanganan resolusi bahwa medan Leviatha dan Tamar, yang dimanipulasi Israel, terletak di daerah dalam dunia Arab. Banyak laporan yang menegaskan bahwa mereka lebih dekat dengan daerah pantai Mesir dari pada wilayah Palestina.
Maka, Mesir juga akan menanggung kerugian lain jika mengaktifkan resolusi perbatasan laut dengan Siprus, yang mencakup pula penerimaan dikte-dikte Siprus-Israel yang telah disampaikan sebelum perundingan dengan Kairo, sekitar 13 tahun lalu.
El-Sisi, Si Sahabat Karib Netanyahu
Analis al-Araby al-Jadeed juga membahas hubungan dekat Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi dengan PM Israel, Benjamin Netanyahu dan melaporkan, “Hanya satu pertemuan yang diekspos antara el-Sisi dengan Netanyahu, yaitu pada tahun 2017 di New York di sela konferensi Majelis Umum PBB, kala Netanyahu pergi ke tempat tinggal el-Sisi untuk bertemu dan hanya bendera Mesir yang ada di belakang mereka. Agustus 2018, beberapa media Zionis mengabarkan kunjungan rahasia Benjamin Netanyahu ke Mesir pada bulan Mei 2018 dan melaporkan bahwa Netanyahu dan el-Sisi bertemu dengan dimeriahkan para Penasihat kedua kedaulatan di tengah jamuan malam.”
Juni 2019, PM Netanyahu sengaja mengungkap pertemuan dahulunya dengan el-Sisi di sela perayaan Kedubes di Tel Aviv dalam peringatan revolusi 23 Juni 1952 dan menyebut el-Sisi dengan sahabat karib.
El-Sisi dan Netanyahu bahkan banyak berdialog dan saling mengirim catatan untuk mendapatkan kedalaman pemahaman mengenai kesepakatan dengan Israel, di tengah upaya penandatanganan peta perbatasan laut antara Saudi dan Mesir April 2016 dan penghadiahan pulau Tiran serta Sanafir, bahkan dalam upaya penandatanganan resolusi di bawah keputusan Presiden pada Agustus 2017.
Baca juga: Kontak Negosiasi Saudi-Israel Meningkat, Akankah Berakhir Pada Normalisasi?