Mitologisasi Sejarah

Purna Warta – Terdapat ucapan yang cukup populer meskipun tidak terlalu memiliki nilai besar, yaitu; sejarah ditulis oleh pemenang. Ucapan itu berarti bahwa dalam setiap kasus perselisihan antara dua kubu yang sama-sama mengklaim kebenaran, pemenang dari perselisihan tersebut akan menulis sejarah sesuai perspektifnya.

Baca juga: Gereja Ortodoks Rusia Peringatkan Bencana AI

Kenyataannya tidaklah demikian, pihak yang kalah juga menulis sejarah meskipun akan tertutupi dan terhalangi oleh pihak pemenang yang memegang kendali media dan publik.

Kasus semacam itu banyak terjadi dalam sejarah umat manusia dimana pihak yang menang melakukan persekusi pada pihak yang kalah beserta siapapun yang bersangkutan dengan mereka.

Seusai perang dunia 2, kita saksikan bahwa negara-negara pemenang terus menerus mendikte seluruh dunia bagaimana berjalannya perang dunia 2 tanpa memberikan kesempatan pada siapapun untuk meneliti sendiri bagaimana proses perang tersebut dan bagaimana sudut pandang pihak yang kalah.

Hal itu terus dijalankan dengan skala global sampai-sampai akses untuk mendapatkan informasi pihak lainnya itu menjadi sangat minim, itupun dengan segala halangan yang ada.

Bangsa Eropa terus menerus mendikte dunia tentang sejarah dan siapapun yang meyakini sejarah selain yang mereka ajarkan akan dianggap sebagai orang yang menyimpang. Sebagai contoh, orang-orang yang ingin mendalami Nazi dan motivasi Jerman pada perang dunia 2 akan dianggap melakukan justifikasi terhadap perbuatan Jerman.

Perbuatan menjelaskan sejarah demi menjaga persitiwa atau kenangan tokoh untuk selalu ada disebut sebagai mitologisasi sejarah. Mitologisasi sejarah berarti menjadikan sebuah tokoh atau perisitiwa sebagai sesuatu yang sakral atau bahkan kejam dengan tujuan tertentu.

Hal semacam ini banyak terjadi di seluruh dunia dimana bangsa mengagungkan pahlawan mereka sampai-sampai ada yang membuat sekte terkait pahlawan tersebut. Ada juga yang mengagungkan sebuah peristiwa sampai-sampai dijadikan sebuah momentum besar.

Semua itu tidak ada masalah, karena itu bisa mempersatukan bangsa terlepas dari benar atau tidaknya tokoh atau peristiwa yang mereka yakini itu. Seperti contoh penjajahan Belanda terhadap Indonesia yang selalu dikatakan terjadi selama 350 tahun yang digunakan untuk memupuk patriotisme kendati angka sebenarnya tidak mencapai 350 tahun.

Baca juga: Wanita Misterius di Balik Penangkapan Pavel Durov Penemu Telegram

Namun ini bisa menjadi masalah ketika sikap para penganut menjadi agresif dengan mencegah segala akses untuk mengetahui fakta sesungguhnya atau bahkan melarang untuk sekedar bertanya.

Sikap semacam itu akan membuat usaha pencarian informasi yang relatif objektif menjadi semakin sulit. Padahal informasi yang objektif bisa mengajarkan manusia bagaimana para penjahat sejarah beraksi dan bagaimana mencegah hal serupa terulang lagi.

Peristiwa Holocaust Yahudi di Jerman pada perang dunia 2 lalu merupakan contoh lain dari mitologisasi sejarah. Perisitwa tersebut terus menerus digaungkan oleh para umat Yahudi untuk menarik simpati global yang akhirnya secara tidak langsung berujung pada pemberian tanah di Palestina dimana itu merupakan awal mula penjajahan bangsa Palestina yang kini sedang mengalami holocaustnya sendiri.

Siapapun yang mempertanyakan holocaust Yahudi atau meragukannya baik karena minimnya bukti atau karena tidak percaya sama sekali, ia akan dicap anti-semit dan manusia yang terbelakang.

Bangsa Yahudi mensakralkan peristiwa holocaust dikalangan mereka sendiri pada mulanya, namun dengan promosi dan doktrinisasi yang cukup kuat mereka berhasil mempengaruhi dunia.

Bangsa Yahudi juga sejak dahulu selalu merasa menjadi korban persekusi bangsa-bangsa lainnya dan mempromosikan kesengsaraan mereka pada publik. Itu semua mereka lakukan tanpa berkaca bahwa mereka dipersekusi bukan karena perkara rasial, melainkan disebabkan tindak tanduk mereka di penjuru dunia yang meresahkan.

Bangsa Eropa dengan kemajuan yang mereka miliki di bidang teknologi membesarkan nama mereka di hadapan global dan kemudian membuat dunia lupa akan segala kejahatan yang mereka lakukan di benua Afrika, Asia dan lainnya membuat seolah-olah mereka adalah penerang dunia.

Pada akhirnya, biarkan sejarah menjadi sejarah tanpa ada pengkultusan dan pensakralan berlebih, karena itu akan mengaburkan penilaian dan menutup pintu penelitian lebih lanjut.

Oleh: M. Rumi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *