Meski Sukses Susun Kabinet, Krisis akan Tetap Menjerat Benjamin Netanyahu

israel

Purna Warta – Media-media berbahasa Ibrani mengamati masalah serta krisis yang dihadapi Benjamin Netanyahu dalam upaya menyusun Kabinet. Krisis ini tidak akan berhenti meski Kabinet berhasil dibentuk.

Isaac Herzog, Presiden Israel menunjuk Benjamin Netanyahu untuk membentuk Kabinet baru Zionis pada tanggal 13 November kemarin. Benjamin Netanyahu memiliki kesempatan 28 hari untuk menyusun Kabinetnya, setelah itu, dia juga akan diberikan kesempatan 14 hari untuk membentuk pemerintahan. Jika kesempatan ini berakhir tanpa sukses pembentukan Kabinet, Pemilu Knesset akan kembali diselenggarakan.

Benjamin Netanyahu memiliki jejak menjadi Perdana Menteri di tahun 1996 hingga 1999 dan kembali terpilih pada 1 April 2009 hingga 13 Juni 2021. Koalisi sayap Kanan pimpinan Netanyahu dalam pemilihan umum terbaru ini mampu meraih 64 kursi di Parlemen Knesset yang secara keseluruhan terdiri dari 120 kursi.

Akan tetapi, media-media Zionis tidak melihat kemenangan ini. Mereka lebih menyorot krisis lintas batas yang akan dihadapi Benjamin Netanyahu dalam pembentukan Kabinet dan kontinuitas krisis ini meski Kabinet tersusun.

Ketua partai Likud, yaitu Benjamin Netanyahu, menghadapi masalah serius dalam upaya pembentukan Kabinet. Namun opini umum masyarakat dalam politik, khususnya di periode sayap Kanan yang ditugaskan membentuk Kabinet, adalah jalan buntu ini akan segera terbuka dalam beberapa pekan ke depan.

Haaretz dengan mengutip pernyataan salah seorang sumber melaporkan bahwa Bezalel Smotrich, Ketua partai Religious Zionist, tidak akan ditunjuk sebagai Menteri Perang atau Pertahanan. Dia harus bersaing dengan Aryeh Deri, ketua partai Shas, yang mengupayakan meraih kursi di Kementerian Keuangan Israel.

Saat Aryeh Deri mundur dari Kementerian Keuangan, menurut pengamatan Haaretz, dia akan segera menduduki kursi di Kementerian Dalam Negeri dan Agama. Yang jelas masih ada tawaran lainnya selain di Kementerian Dalam Negeri, Deri mungkin juga akan ditawari untuk menjadi Wakil Perdana Menteri.

Namun demikian penunjukan ini butuh pada perubahan hukum, karena hanya diizinkan satu pihak saja dari partai penguasa untuk menduduki pos ini. Jika jalan keluarnya begini, maka Netanyahu akan mengusahakan perubahan hukum.

Haaretz melanjutkan bahwa Kementerian Perang sebelumnya lebih fokus pada kasus-kasus strategis seperti pertahanan keamanan negara, mempersenjatai pasukan untuk melawan Iran, Lebanon, Hizbullah, Gaza dan Tepi Barat. Akan tetapi, Bezalel Smotrich tidak terlalu memperhatikan hal-hal semacam ini, dia akan fokus dalam upaya pengembangan pemukiman.

Di tengah situasi ini, Bezalel Smotrich masih mendapatkan dukungan dari para Hakham atau Rabi Zionis untuk menduduki pos Kementerian Perang.

Menurut laporan surat kabar Haaretz, ketika kesempatan Netanyahu untuk membentuk Kabinet akan habis, para Hakham ini tidak akan lagi mendukung Bezalel. Mereka tidak akan membiarkan Israel kembali mengadakan Pemilu Knesset.

Dari sisi lain, semua partai sayap Kanan menginginkan sukses pembentukan Kabinet dan Netanyahu berupaya menutup Kabinet hanya pada lingkaran mereka, karena para partai ini yang mendukung Netanyahu dan mereka tegas dalam realisasi perubahan hukum dengan tujuan mencegah penyelidikan pengadilan atas kasus Benjamin Netanyahu. Pengadilan ini mampu memenjarakan Benjamin Netanyahu.

Selama masih ada kesempatan pembentukan Kabinet, Benjamin Netanyahu akan mengusahakan tuntutan Bezalel dibelokkan ke masalah pribadinya.

Selasa lalu, Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa karena keputusan AS untuk tidak melanjutkan kerja sama jika Bezalel menjadi Menteri perang, maka saya tidak akan memberikan pos Kementerian Perang ke Bezalel. Jika tidak demikian, maka hubungan akan terpukul.

“Akan tetapi satu hari setelah pernyataannya ini, Benjamin Netanyahu mengadakan kesepakatan dengan Itamar Ben Ghafir agar mengeluarkan izin resmi pembangunan pemukiman 60 hari setelah pembentukan Kabinet dan memperhatikan kesepakatan ini dalam kesepakatan-kesepakatan koalisi,” lapor Haaretz.

Sementara surat kabar Walla melaporkan bahwa meskipun kesepakatan ini dikecam Washington, tetapi ini merupakan politik supresi kepada Bezalel dan upaya menggambarkannya sebagai sosok yang haus kedudukan, tidak fokus pada masalah utama ideologi.

“Indikasi partisipasi partai pimpinan Yair Lapid dan partai pimpinan Benny Gantz, yang notabene keduanya sayap Kiri, ke Kabinet Netanyahu sampai saat ini masih belum terendus. Dan indikasi seperti ini kemungkinan juga jauh dari realita karena tuduhan mereka atas Netanyahu di pengadilan,” tambah Walla.

Untuk lari dari supresi AS dan negara-negara Barat lainnya serta kontrol proyek pembangunan pemukiman hingga transisi wilayah-wilayah Tepi Barat seperti yang diupayakan Ben Ghafir dan Bezalel, menurut analisa Walla, Benjamin Netanyahu memasukkan sayap Kiri dalam pemerintahan sebelumnya. Jadi bisa disimpulkan bahwa kali ini Benjamin Netanyahu masih akan tetap menghadapi krisis pasca pembentukan Kabinet.

Di bawah indikasi kesepakatan perdamaian baru Israel ataupun perang, tekanan untuk memanggil Yair Lapid dan Benny Gantz ke dalam Kabinet akan semakin meningkat.

Khususnya setelah Benjamin Netanyahu mengucapkan janji perdamaian dengan Arab Saudi sebagai target strategi terpusatnya di periode Kabinet baru. Akan tetapi lain dengan resolusi Abraham, normalisasi dengan Saudi tetap akan menghadiahkan poin-poin untuk Palestina, di mana hal ini tidak akan disetujui oleh Ben Ghafir maupun Bezalel.

Ini bermaknakan bahwa krisis sudah dimulai dari pusat dalam pihak Netanyahu sendiri dan itu akan terus bergulir ketika dia menduduki kursi PM.

“Saya sangat berterima kasih kepada Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Saudi, karena perannya dalam realisasi 4 perjanjian bersejarah Abraham. Jika saya kembali memimpin Israel, saya bermaksud untuk menjalin perdamaian dengan Saudi dan negara-negara Arab lainnya,” tegas Netanyahu kala Pemilu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *