Purna Warta, menyambut peringatan Hari Kemenangan Revolusi Islam Iran ke-44 tahun pada 11 Februari tahun ini yang menandai berdirinya Republik Islam Iran, kita akan mengenang kembali sosok Imam Khomeini, bapak pemmpin Revolusi Islam Iran sekaligus pendiri Republik Islam Iran. Kali ini kita akan mengenangnya melalui pemikirannya, terkait persatuan umat Islam yang kukuh diperjuangkannya sepanjang hidupnya.
Imam Khomeini dikenal oleh banyak tokoh dunia dan memiliki karakteristik berbeda yang membedakannya dari pemimpin dunia lainnya. Perbedaannya dengan yang lain terlihat pada interpretasi pendirian dan pandangannya dalam pidato tokoh-tokoh besar dunia.
Imam Khomeini adalah pendiri revolusi dan mazhab yang melintasi batas geografis dan menjadi wacana penting. Revolusi yang didirikan olehnya tidak terbatas pada Iran dan pengaruhnya dapat dilihat di kawasan dan belahan dunia lainnya.
Imam Khomeini, semasa hidupnya, meski secara terbuka mendukung bangsa-bangsa tertindas, khususnya rakyat Palestina, dan dengan kesadaran penuh akan masalah dan keprihatinan dunia Islam, menganggap persatuan umat Islam sebagai kunci keberhasilan mereka.
Semua tokoh politik dan elit dunia, terlepas dari sudut pandang mereka yang berbeda dan bahkan oposisi mereka terhadap Revolusi Islam Iran, tidak dapat mengabaikan peran penting dan berpengaruh dari Imam Khomeini dalam mengubah arah sejarah dan persamaan global.
Imam Khomeini selalu menekankan keadilan dan mengikutinya dengan tegas. Dia melepaskan haknya sendiri demi Tuhan, agama Islam, dan persatuan umat Islam. Imam Khomeini selalu menghargai umat Islam dan persatuan Islam. Penentang Islam mencoba memprovokasi perbedaan pendapat di antara berbagai kelompok Muslim, mereka menghabiskan jutaan dolar untuk ini. Ini adalah fakta yang harus disadari oleh dunia Muslim.
Umat Islam telah mengalami ketidakadilan selama beberapa abad terakhir. Hal ini memang disebabkan oleh perpecahan, konflik, dan perselisihan di kalangan umat Islam. Dunia Islam masih diganggu oleh ini, dan itu adalah kebenaran yang pahit.
Imam Khomeini sesaat setelah kemenangan revolusi Islam Iran, menyatakan bahwa salah satu tujuan Republik Islam adalah menciptakan peradaban Islam baru, dan menegaskan bahwa hal itu tidak mungkin kecuali dengan adanya persatuan antara Syiah dan Sunni.
Pemimpin Revolusi Islam ini menganggap isu Palestina sebagai indikator utama untuk menunjukkan persatuan umat Islam. Ia menjelaskan, “Jika persatuan Palestina dan umat Islam terwujud, maka persoalan Palestina pasti akan diselesaikan dengan cara terbaik. Semakin serius kita tentang perjuangan Palestina demi menegaskan hak-hak bangsa Palestina, semakin dekat kita dengan realisasi persatuan di antara umat Islam.”
Pelanjuta Imam Khomeiini, Ayatullah Sayid Ali Khamenei sampai saat ini tetap berdiri kuat di jalan cita-cita revolusi Islam dengan terus memberikan dukungan kepada Palestina. Dalam pernyataannya ia menyesalkan kesalahan yang dibuat oleh beberapa pemerintah Islam dalam menormalisasi hubungan dengan Israel dan berkata, “Sayangnya, beberapa pemerintah melakukan kesalahan. Mereka membuat kesalahan besar. Mereka berdosa dengan menormalisasi hubungan dengan rejim zionis yang merebut dan lalim. Langkah ini bertentangan dengan persatuan dan solidaritas Islam. Mereka harus berbalik dari jalan ini dan mengkompensasi kesalahan besar ini.”
Dalam strategi persatuan Islam yang ditempuh dengan tujuan mempersatukan negara-negara Islam dan umat Islam dunia, Imam Khomeini menekankan penguatan kebersamaan dan memperkecil perbedaan.
Dalam menjalankan strategi penting ini, Imam Khomeini bukan hanya seorang ahli teori, tetapi dia, seperti seorang pejuang, hadir di panggung bersama Sunni dan Syiah.
Seluruh umat manusia dan bukan hanya bangsa Iran yang dibahas dalam pernyataan dan gagasan politik Imam Khomeini. Bangsa Iran menerima pesan ini, mematuhinya, dan memperjuangkannya, sehingga memperoleh martabat dan kemerdekaan.
Mazhab politik Imam mengusahakan rahmat, kemerdekaan, martabat, dan keimanan tersebut bagi seluruh umat Islam dan bagi seluruh umat manusia.
Revolusi Islam menawarkan citra baru Islam dengan kepemimpinan Imam Khomeini baik menyangkut peran ulama dalam kebangkitan umat Islam maupun pemulihan kredibilitas Islam di tingkat internasional. Oleh karena itu, Imam Khomeini memberikan dimensi dan kekuatan pada gerakan Kebangkitan Islam, menyoroti bahwa Revolusi Islam memberikan kehidupan baru bagi Islam.
Ayatullah al-Uzhma Sayid Ruhullah Musawi Khomeini, yang lebih dikenal sebagai Imam Khomeini, meninggal pada 3 Juni 1989, pada usia 87 tahun.
Sebagai ikon anti-imperialis, dia mengabdikan hidupnya untuk melawan mantan monarki Pahlavi Iran, sekutu utama Amerika Serikat, dan akhirnya membuka jalan bagi kejatuhan rezim tersebut dalam Revolusi Islam 1979.
Imam Khomeini menghabiskan bertahun-tahun di pengasingan di Irak, Turki, dan Prancis, dari mana ia memimpin gerakan akar rumput yang membengkak, yang pada akhirnya mengakhiri ribuan tahun kekuasaan monarki di Iran.
Dia kembali ke Iran pada 1 Februari 1979 setelah menjalani pengasingan selama 14 tahun. Kedatangannya hanya berselang beberapa hari pasca Syah melarikan diri dari Iran di tengah demonstrasi rakyat yang marah. Rezim Pahlavi runtuh total 10 hari kemudian pada 11 Februari.
Pemikiran Imam Khomeini setelah kepergiannya pada 4 Juni 1989, masih berlaku di negara-negara Islam. Hari ini bangsa dan gerakan perlawanan Palestina dalam menentang rezim Zionis masih eksis karena terinspirasi dari pemikiran Imam Khomeini yang mendorong umat Islam memiliki izzah dan menolak tunduk dalam keterjajahan.
One thought on “Mengenang Gagasan Persatuan Islam Imam Khomeini”