Purna Warta – Seorang aktivis yang tergabung dalam kelompok Jihad Islam Palestina (Palestinian Islamic Jihad/PIJ), Khader Adnan, meninggal dunia pada Selasa (3/5). Aktivis anti-Israel garis keras itu kehilangan nyawa dalam tahanan usai melakukan aksi mogok makan selama hampir 3 bulan.
Menurut pihak berwenang, Adnan berada dalam tahanan Israel sambil menunggu persidangan di pengadilan militer. Bapak dari sembilan anak ini diketahui telah bolak-balik masuk penjara selama lebih dari dua puluh tahun dan sering melakukan serangkaian aksi mogok makan untuk memprotes penahanannya.
Baca Juga : Delegasi OKI Datang ke Sudan Walaupun Konflik Berlanjut
Kematian Adnan bahkan memicu eskalasi ketegangan antara Israel dan milisi Gaza. Aksi saling serang terjadi antar dua belah pihak dari Selasa malam hingga Rabu subuh. Lantas, siapakah sosok Khader Adnan kenapa dia begitu berpengaruh?
Sempat Bekerja sebagai Tukang Roti
Dikutip dari Al Jazeera, Adnan lahir pada 24 Maret 1978 di Desa Arrabeh, tidak jauh dari Kota Jenin di Tepi Barat yang kini diduduki Israel. Sebelum menjadi aktivis pro-Palestina, pria berusia 54 tahun itu berprofesi sebagai tukang roti dan memiliki sebuah toko di Kota Qabatya, bagian selatan Kota Jenin.
Dia memperoleh gelar sarjana dari fakultas matematika di Universitas Birzeit yang terletak di Tepi Barat. Selama menempuh pendidikan sarjana, Adnan menjadi pengacara politik untuk PIJ dan pertama kali ditangkap oleh Israel pada 1999. Kala itu, dia ditahan selama empat bulan.
Delapan bulan kemudian, Adnan kembali ditangkap — kali ini oleh Otoritas Palestina (PA) usai memimpin demonstrasi mahasiswa pada 1999 di kampusnya. Para demonstran yang dia pimpin melawan eks Perdana Menteri Prancis Lionel Jospin yang sedang berkunjung ke Tepi Barat. Mereka melempari Jospin dan mobilnya dengan batu.
Bergabung dengan Jihad Islam
Berbekal pengalamannya sejak muda berkiprah di PIJ, Adnan kemudian dipercayakan menjadi juru bicara PIJ cabang Tepi Barat. Adapun PIJ adalah sebuah kelompok yang lebih kecil dari dua kelompok utama pro-Palestina di Jalur Gaza, sekaligus kalah besar dari kelompok militan Hamas yang menguasai daerah tersebut.
PIJ didirikan oleh para mahasiswa Palestina di Mesir pada 1981 dengan ambisi membangun sebuah negara Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan daerah-daerah lain yang diduduki oleh Israel.
Baca Juga : Inggris Akui Senjata Bantuan untuk Ukraina Jatuh ke Pasar Gelap
Pada periode 2000-an, Khader Adnan sempat ditangkap lima kali sebelum akhirnya menikah dengan seorang wanita asal Nablus, Randa Adnan, pada 2005. Antara tahun 2005 dan 2011, Adnan lagi-lagi ditangkap sebanyak tiga kali. Meski sudah ditangkap berkali-kali, tetapi Adnan tidak pernah dijatuhi dakwaan oleh pengadilan Israel sebelum penangkapannya yang terakhir.
Mulai Aksi Mogok Makan
Di usianya yang ke-33 tahun, Khader Adnan ditangkap di rumahnya di Kota Arrabeh. Saat ditangkap, sang istri — Randa, sedang hamil dan pasangan itu sudah memiliki dua anak perempuan yang masih kecil.
Pada 17 Desember 2011, Adnan diinterogasi selama 18 hari. Saat ditahan, dia mengaku telah mengalami penyiksaan dan dipermalukan oleh pasukan keamanan dalam negeri Israel. Kala itu, Adnan ditahan dalam kerangka ‘penahanan administratif’ — sebuah klausa yang diciptakan oleh Israel untuk memenjarakan seseorang tanpa memerlukan dakwaan dan tanpa harus memberikan bukti apa pun yang menjustifikasi penahanan mereka kepada pengacara.
Penahanan administratif masih diberlakukan sampai sekarang oleh pasukan Israel. Ratusan warga Palestina dari berbagai usia telah menjadi sasarannya, sebagian besar ditangkap ketika pasukan penjajah meluncurkan penggerebekan di wilayah Palestina yang diduduki.
Lebih lanjut, selama penahanannya di tahun 2011 inilah Adnan diketahui mulai melakukan aksi mogok makan. Dia melakukan tindakan itu selama 66 hari, yang merupakan aksi mogok makan terlama yang pernah dilakukan oleh seorang tahanan Palestina di Israel pada saat itu.
Aksi mogok makannya menarik perhatian dunia dan memicu protes solidaritas dari warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Adnan kemudian menghentikan aksi mogok makannya pada Februari 2012, setelah dirinya dan pihak Israel mencapai sebuah kesepakatan.
Baca Juga : Irak-Iran Kembangkan Implementasi Proyek Air Bersama
Sudah Belasan Kali Ditangkap
Secara keseluruhan, Adnan telah bolak-balik ditangkap oleh otoritas Israel sebanyak 12 kali. Dia terkadang ditahan di bawah kerangka ‘penahanan administratif’ dan terkadang dengan tuduhan atas keterlibatannya dalam kegiatan yang mengancam keamanan regional.
Padahal, menurut keterangan yang diperoleh keluarga Adnan pada 2012, kerabatnya itu tidak pernah dalam operasi militer PIJ melawan Israel. Pada 2014, Adnan ditangkap dan dijatuhi hukuman enam bulan penjara yang kemudian diperpanjang secara sepihak — sebuah kebijakan yang bisa diambil oleh otoritas Israel.
Sehingga, Adnan kembali melakukan aksi mogok makan selama 56 hari untuk memprotes penahanannya itu dan berujung pada pembebasannya pada 12 Juli 2015. Dia sempat ditangkap beberapa kali sebelum penangkapan terakhirnya pada 5 Februari 2023.
Menurut laporan Lembaga Pemasyarakatan Israel, kali ini Khader Adnan didakwa di pengadilan militer atas tuduhan yang meliputi afiliasi dengan kelompok terlarang dan hasutan untuk melakukan kekerasan.
Namun, ternyata bagi Adnan penangkapan kali ini adalah yang terakhir kalinya. Dia lagi-lagi melakukan aksi mogok makan sebagai bentuk protes dan berakhir tidak mendapatkan nutrisi apa pun selama 87 hari — rekor mogok makan terlama yang pernah dia lakukan.
Otoritas Penjara Israel melaporkan, Adnan ditemukan tidak bernyawa di balik jeruji, pada Selasa (3/5). “Adnan telah menolak untuk menjalani tes medis dan menerima perawatan medis dan ditemukan tidak sadarkan diri di dalam selnya,” bunyi laporan itu.
Siapa Islam Jihad Palestina/Palestinian Islamic Jihad?
Kelompok PIJ didirikan pada tahun 1981 oleh para mahasiswa Palestina di Mesir dengan tujuan mendirikan negaranya di Tepi Barat (West Bank) yang diduduki, Gaza dan daerah lain yang sekarang disebut Israel.
Baca Juga : Iran Berhasil Mencapai Posisi di Antara 10 Manufaktur Satelit di Seluruh Dunia
Jihad Islam adalah kelompok yang lebih kecil dari dua faksi utama Palestina di Jalur Gaza. Anggota PIJ juga dilaporkan tak lebih banyak dari pada kelompok Hamas.
“Meskipun kelompok kecil, Jihad Islam sangat efisien dan sangat terorganisir. Ada tatanan yang kuat di dalam partai itu sendiri… Meskipun ukurannya kecil, ia telah berpartisipasi dalam semua konfrontasi dengan Israel,” kata Fraihat.
Jihad Islam Palestina telah menjadi kekuatan pendorong dalam konfrontasi dengan pasukan Israel. Keanggotaan PIJ pun sulit dipastikan. World Factbook CIA memperkirakan ada sekitar 1.000 pejuang hingga beberapa ribu anggota pada 2021 lalu.
Tidak seperti Hamas, PIJ menolak untuk mengikuti pemilu dan tampaknya tidak memiliki ambisi untuk membentuk pemerintahan di Gaza atau Tepi Barat.
Baik Hamas, yang telah berperang lima kali dengan Israel sejak 2009, dan PIJ terdaftar sebagai “organisasi teroris” oleh Barat. Keduanya mendapatkan dana dan senjata dari Iran, dimana pemimpin PIJ Ziad al-Nakhalah bertemu dengan Presiden Iran Ebrahim Raisi pada hari penyerangan.
Iran memasok PIJ dengan pelatihan, keahlian, dan uang, tetapi sebagian besar senjata kelompok itu diproduksi secara lokal. Meskipun basisnya adalah Gaza, PIJ juga memiliki kepemimpinan di Lebanon dan Suriah, di mana ia memelihara hubungan dekat dengan para pejabat Iran.
Baca Juga : Ribuan Warga Australia Protes Usulan Pangkalan Kapal Selam Nuklir AS di Australia
Komandan PIJ yang terbunuh oleh pasukan Israel, Al-Jabari, menggantikan Bahaa Abu El-Atta yang juga terbunuh oleh pasukan Israel dalam serangan tahun 2019. Pembunuhan El-Atta adalah pembunuhan profil tinggi pertama terhadap tokoh Jihad Islam oleh pasukan Israel sejak perang 2014 di Jalur Gaza.
Al-Jabari, berusia 50 tahun, merupakan anggota “dewan militer” Jihad Islam, badan pembuat keputusan kelompok itu di Gaza. Dia bertanggung jawab atas kegiatan Jihad Islam di Kota Gaza dan Jalur Gaza utara selama serangan tahun 2021 oleh pasukan Israel, ketika selama 11 hari pertempuran setidaknya 260 orang tewas Gaza dan 13 di Israel.
Kelompok ini juga mempertahankan kehadiran yang signifikan di kota Jenin Tepi Barat, di mana Bassam al-Saadi, seorang pemimpin senior gerakan itu ditangkap pekan lalu dan memicu krisis.
Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengancam akan menargetkan para pemimpin Jihad Islam yang tinggal di luar negeri. Israel mengatakan bahwa pihaknya menangkap 19 anggota kelompok itu di Tepi Barat yang diduduki.
Seorang pejabat Jihad Islam, Dawood Shahab, mengatakan apa yang terjadi pada Sheikh Khader Adnan adalah benar-benar suatu kejahatan dan pendudukan Israel memegang tanggungjawab langsung atas itu.
Baca Juga : AS: Normalisasi Israel dan Saudi adalah Kepentingan Kami
“Termasuk dengan segala piranti kotor, pengadilan palsu, jaksa-jaksa militer, badan keamanan dan penjara. Semua merupakan mitra dalam kejahatan ini, yang kelak akan mereka bayar dengan harga sangat mahal. Kejahatan ini tidak akan berlalu tanpa pembalasan,” katanya, dikutip dari Associated Press (AP).
PHRI: Israel bertanggung jawab atas kematian Adnan
Direktur Advokasi Internasional Physicians for Human Rights Israel (PHRI), Dana Moss, mengatakan pihak berwenang Israel bertanggungjawab atas kematian Khader Adnan. “Adnan meninggal hari ini setelah 86 hari mogok makan. Mogok makan adalah salah satu dari sedikit alat tanpa kekerasan yang tersisa bagi warga Palestina ketika mereka berjuang melawan sistem hukum Israel yang tidak adil, yang diatur dalam konteks pendudukan jangka panjang, oleh rezim apartheid,” jelas dia.
Moss mengatakan, PHRI telah sejak lama memperingatkan kematian seorang warga Palestina karena mogok makan. “Kami menilai tanggung jawab atas kematiannya ada di pihak Israel. Baik badan urusan penjara Israel yang tidak mengirimnya ke rumah sakit, malah meninggalkannya di fasilitas medis penjara yang tidak memiliki perlengkapan untuk mengatasi dampak mogok makan jangka panjang; maupun Menteri Kesehatan Israel yang tidak memaksakan perawatannya di rumah sakit umum, serta tentunya rumah sakit Israel yang tidak menerima untuk merawatnya, yang jelas melanggar aturan etika dan profesional,” jelas dia.
Baca Juga : Gembong Jaringan Harakat al-Nidhal Dieksekusi Mati Hari Ini di Iran
Tahanan Palestina selama ini kerap dinilai sebagai pahlawan nasional dan setiap ancaman yang dirasakan terhadap mereka selama dalam tahanan Israel dapat memicu ketegangan serta aksi kekerasan. Sebaliknya, Israel melihat Adnan dan tahanan Palestina lainnya sebagai ancaman keamanan yang dituduh terlibat dalam serangan berdarah yang menelan korban jiwa.