Purna Warta – Pada tahun 1996 Dr. Gregory Stanton menulis sebuah makalah berjudul 8 tahapan genosida di dewan negeri Amerika Serikat. Ia menyebutkan bahwa genosida terjadi melalui 8 tahapan yang bisa diprediksi namun tak terhindarkan. Ia menyampaikannya setelah melihat kejadian genosida di Rwanda, menganalisa Holocaust, genosida di Kamboja dan genosida lainnya.
Dr. Gregory Stanton adalah seorang mantan profesor peneliti dalam studi tentang genosida dan pencegahannya di Universitas George Mason di Virginia USA. Ia terkenal dalam kerjanya terkait penelitian genosida dan dia juga adalah president organisasi Genocide Watch.
Salah satu saran pencegahan yang ditawarkan adalah Amerika dan NATO bisa atau mengajak negara Eropa lain untuk melakukan invasi militer.
Stanton menyampaikan model ini pertama kali pada 1987 di Universitas Warren Wilson. Pada 2012 ia menambahkan 2 poin lagi, menjadikannya 10 tahapan genosida. Berikut 10 tahapan genosida tersebut.
1. Klasifikasi
Pertama ekstremis akan memecahkan masyarakat sesuai karakteristik masing-masing. Hal ini menimbulkan mentalitas kami vs mereka atau membuat masyarakat selalu mencari orang tertentu untuk disalahkan dalam problematika sosial.
2. Simbolisasi
Kedua adalah simbolisasi yang melibatkan dibuatnya logo atau julukan tertentu kepada anggota kelompok lain yang sudah dipecah-pecah di tahap pertama. Tujuannya adalah untuk semakin memperjelas perbedaan di tengah masyarakat dan memperjelas yang mana milik siapa.
3. Diskriminasi
Ketiga adalah diskriminasi. Kelompok dominan dari masyarakat akan menggunakan kekuatannya untuk mencegah kelompok non-dominan dari mendapatkan hak-haknya. Sejumlah aturan hukum yang baru boleh jadi membatasi kelompok termarjinalisasi. Perundungan akan semakin meningkat dan kesenjangan sosial akan semakin lebar.
4. Dehumanisasi
Keempat adalah dehumanisasi, kelompok yang menjadi target akan digambarkan lebih rendah dari manusia dan terkadang disamakan dengan binatang atau penyakit. Mencabut status kemanusiaan membuat mudah untuk melakukan justifikasi atas kekerasan terhadap mereka.
5. Organisir
Kelima adalah organisir, tahapan ini meliputi kekerasan yang ditoleransi oleh kasta penguasa atau bahkan militan yang disponsori pemerintah. Dalam sejumlah kasus, para pelaku pelan-pelan merancang recana berikutnya untuk melakukan genosida.
6. Polarisasi
Keenam, ekstremis mulai merendahkan dan mensetankan kelompok yang ditargetkan dan berusaha untuk sepenuhnya memisahkan masyarakat dengan meminta semua orang untuk memilih pihak. Pihak netral yang berusaha menengahi konflik dan mengurangi ketegangan acapkali dianggap sebagai musuh dan di diamkan.
7. Persiapan
Ketujuh, para kriminal kini berencana untuk melakukan pembunuhan massal. Mereka boleh jadi mengidentifikasi korban dengan nama tertentu atau nomer, mencari tempat tinggal mereka dan kemudian mendapatkan senjata atau membangun fasilitas penyokong.
8. Persekusi
Kedelapan, kekerasan meningkat drastis. Kelompok yang ditargetkan secara sistematis menjadi subjek penghinaan, pengusiran atau gangguan lainnya. Seringkali hal-hal tersebut terjadi dengan kedok langkah-langkah keamanan.
9. Pembasmian
Kesembilan adalah pembasmian, pembunuhan massal dimulai. Pelaku melihat korban lebih rendah dari manusia, meyakini bahwa mereka sedang membersihkan dunia dari unsur atau elemen tak diinginkan dan dengannya menjustifikasi penggunaan kekerasaan yang berlebihan.
10. Penyangkalan
Kesepuluh adalah penyangkalan. Para pelaku yang bertanggung jawab akan kekejaman menyangkal kejahatan mereka, menghancurkan bukti-bukti, menyalahkan para korban dan berupaya menulis ulang sejarah dan menjustifikasi perbuatan mereka sebagai keharusan demi kebaikan yang lebih besar.
Kesudahan dan Pertanggungjawaban
Dalam masa pasca genosida para pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan trauma para korban juga harus diurus. Hanya demikian baru para penyintas bisa sembuh dan persatuan antara komunitas masyarakat bisa disatukan.
Perlu diperhatikan bahwa 10 tahapan ini tidak harus terjadi satu persatu, bisa saja 10 tahapan ini terjadi dalam waktu singkat atau bahkan sekaligus.
Dr. Gregory Stanton mengatakan bahwa bantuan seringkali terlambat datang ke negara terkait. Hingga ia membentuk organisasi pengawas genosida demi mencegah tragedi berikutnya terjadi.
Akan tetapi pada 18 Oktober 2023 organisasinya melalui situs resminya mengeluarkan edaran darurat genosida terkait Israel dan Gaza. Ia mengatakan bahwa perang antara Israel dan Gaza adalah sebuah darurat genosida. Akan tetapi, alih-alih menyebutkan genosida yang dilakukan Israel terhadap Palestina, ia justru menulis sebaliknya.
Dalam edaran ditulis bahwa “Hamas menyerang Israel hanya karena mereka adalah orang Israel. Ini adalah pembantaian Yahudi paling mematikan setelah Holocaust. Iran, Hamas, Hezbollah dan Jihad Islam Palestina telah menunjukkan niat genosida untuk menghancurkan negara Israel. Pembantaian hamas merupakan sebuah aksi genosida. Serangan itu juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang” ungkapan yang memutarbalikkan fakta sesungguhnya.