Mengapa Ada Perbedaan Penentuan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia?

Mengapa Ada Perbedaan Penentuan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia?

Jakarta, Purna Warta   Idul Fitri merupakan hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa Ramadan. Setiap tahun, penentuan 1 Syawal sebagai tanda Hari Raya Idul Fitri dilakukan Pemerintah Indonesia dengan sidang isbat, namum mengenai penetapan Ramadan atau perayaan Idul Fitri, umat Islam kerap tidak kompak.

Meski kerap terjadi, namun di Indonesia sudah menjadi maklum apabila umat Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merayakan Hari Raya Idul Fitri pada hari yang berbeda.

Lantas, apa yang menyebabkan perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri?

Dilansir dari NU Online, terdapat dua metode penentuan 1 Syawal yang mengakibatkan adanya perbedaan penetapan Idul Fitri, yakni berdasarkan rukyatul hilal dan metode hisab.

Sebenarnya, perhitungan dua metode tersebut tidak jauh berbeda.

Ketua Lembaga Falakiyyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sirril Wafa menjelaskan bahwa perbedaan penetapan awal bulan Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri terjadi karena ketidaksamaan dalam pemahaman fikihnya. Berikut penjelasannya.

Metode rukyatul hilal

Metode rukyatul hilal dikeluarkan oleh mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.

Para ulama mendasari pandangannya dari hadis Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari, “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.”

Berdasarkan hadis tersebut, awal Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri baru bisa ditetapkan apabila hilal sudah terlihat atau ketinggiannya berada dalam standar.

Metode hisab

Metode hisab atau perhitungan untuk menentukan posisi hilal didukung oleh sebagian ulama, seperti Ibnu Suraij, Taqiyyuddin al-Subki, Mutharrif bin Abdullah, dan Muhammad bin Muqatil.

Metode ini juga mendasari pandangannya pada hadis Rasulullah, “Jika kalian melihat hilal maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal Syawal) maka berbukalah. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka perkirakanlah ia.”

Menurut KH Sirril Wafa sebagaimana dilansir Kompas.com dari NU Online, sikap pemahaman terhadap hadis Rasulullah menjadi beragam ketika dengan ilmu falak bisa dilakukan perhitungan posisi-posisi bulan dan matahari di setiap waktu secara presisi.

Berbeda dari rukyatul hilal, metode hisab memperbolehkan perkiraan dengan menggunakan hitungan (hisab) meski hilal belum terlihat atau terbentuk.

Oleh karena itu, umat Islam yang menggunakan metode hisab biasanya sudah menetapkan Hari Raya Idul Fitri sejak beberapa hari sebelumnya. Sedangkan umat Islam yang mengikuti metode rukyatul hilal akan menunggu penetapan Hari Raya Idul Fitri hingga hilal terlihat.

Terus bagaimana jejak pebedaan penetapan Idul Fitri di Indonesia?

Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. Keputusan itu merupakan hasil sidang isbat yang digelar Kemenag pada Kamis (20/4/2023).

“Sidang Isbat menepatkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Sabtu 22 April 2023,” kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam jumpa pers di Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (20/4).

Sedangkan Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Jumat, 21 April 2023. Menurut catatan sudah beberapa kali terjadi perbedaan penetapan Idul Fitri di Indonesia. Pada 1992 atau 1412 Hijriah terjadi pelaksanaan Idul Fitri. Saat itu sebagian masyarakat melaksanakan salat Idul Fitri pada Jumat, 3 April 1992, dengan berpatokan kepada Arab Saudi. Sementara itu Nahdlatul Ulama ketika itu menetapkan Idul Fitri jatuh pada Sabtu, 4 April 1992. Perbedaan Lebaran juga terjadi setahun setelahnya atau 1993. Kemudian pada 1998 juga terjadi perbedaan penetapan Idul Fitri.

Saat itu Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri pada 29 Januari 1998. Sedangkan Idul Fitri versi Nahdlatul Ulama jatuh pada 30 Januari 1998. Peristiwa serupa juga terjadi pada 2002. Muhammadiyah kembali menetapkan Idul Fitri lebih cepat satu hari dari pemerintah yakni pada Jumat, 5 Desember 2002. Sementara NU berselang satu hari selepas Muhammadiyah.

Perbedaan kembali terjadi pada 2006. Saat itu Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri pada 23 Oktober 2006, kemudian versi NU berselang satu hari setelahnya. Setahun kemudian perbedaan kembali terjadi. Muhammadiyah berlebaran pada 12 Oktober 2007, sedangkan pemerintah dan NU merayakan Idul Fitri pada 13 Oktober 2007. Pada 2011 kembali terjadi perbedaan. Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri pada 30 Agustus 2011, lalu pemerintah dan NU menetapkan Lebaran pada 31 Agustus 2011.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *