Purna Warta – Abdel Bari Atwan, Analis kondang Arab sekaligus Editor Rai al-Youm, dalam salah satu analisanya mencoba menelisik kekuatan Yaman dan menegaskan bahwa layak Israel khawatir akan masalah Yaman karena kemampuan manajemen perang pemimpin mereka dan kemahiran mobilisasi anak buah militernya untuk melawan Tel Aviv.
Jumat, 7 Mei 2021 kemarin, Yaman mengadakan demonstrasi anti-Israel di hari al-Quds Dunia dengan warna berbeda. Bahkan Ismail Ridwan, salah satu petinggi Hamas, mengucapkan terima kasih atas deklarasi solidaritas Yaman dengan Palestina.
“Hari al-Quds Dunia tahun ini memiliki rasa dan warna yang berbeda dan istimewa. Gema yel-yel anti Amerika dan Israel benar-benar menggetarkan hati Zionis,’ jelas Atwan menjelaskan.
Rasa dan warna berbeda ini bertambah nilainya karena Yaman, yang notabene terkepung dan kelaparan, turun ke jalan.
“Ketika Sanaa, ibukota Yaman menjamu jutaan penduduk dari berbagai daerah untuk terjun demonstrasi tahunan Hari al-Quds Dunia dengan yel-yel ‘Mati Amerika’ dan ‘Mati Israel’, maka kekhawatiran Israel sangatlah beralasan,” tulis Abdel Abri Atwan.
Masalah Sanaa dan al-Quds seakan bercampur dan berpadu lewat bendera Palestina dan Yaman yang gagah berkibar. Kejiwaan melawan satu musuh tumbuh searah.
“Lihatlah begitu manisnya syiar-syiar hati para demonstran Yaman ini. Syiar-syiar yang diluapkan dengan bahasa paling segar, paling tulus dan paling tajam. Sebagiannya saya tulis di sini seperti: “Kepada normalisasi katakanlah bahwa hak kami tidak akan pernah sirna”. “Arab yang bangun normalisasi adalah anggota koalisi Saudi”. “Israel adalah kanker dan Amerika adalah setan”. “Yang membantai bangsa Palestina adalah yang membantai bangsa Yaman”. “Musuh kami di Yaman adalah musuh al-Quds dan Gaza”. “Katakan kepada normalisasi, Masjid al-Aqsa tidak dijual.”
Editor surat kabar online yang bercokol di London tersebut menegaskan bahwa bahaya dan ancaman Yaman bukan hanya hasil telisik dari kacamata pribadinya saja.
“Ini adalah hal yang sudah tersebar di banyak pusat penelitian. Dua hari yang lalu, pusat penelitian keamanan nasional Israel telah mencetak wacana ini. Mereka telah mewanti-wanti indikasi (strategi) militer Sanaa, (mungkin) Ansarullah mengambil langkah aktif menyerang beberapa titik dalam Israel atau menyerang kapal Israel di Laut Merah atau Hindia,” jelas Abdel Bari Atwan.
Bahkan klaim tentang senjata modern Ansarullah, baik hasil kiriman Iran atau produksi dalam negeri juga sudah tertulis dalam banyak analisa.
“Keberanian pejuang Yaman, kemampuan perang, nafas panjang serta kekuatan mereka dalam mengemban situasi buruk adalah poin-poin lebih dari lainnya. Fakta inilah yang menjadi alasan dan bukti kekokohan Yaman dalam perang 6 tahun versus koalisi Saudi, merubah peta perang hingga memihaknya sampai lawan memohon pelantara untuk mengakhiri adu senjata, bahkan menawarkan bantuan uang, politik dan ekonomi dengan rayuan-rayuan manis,” sorot Abdel Bari Atwan.
Analis berdarah Palestina tersebut meneruskan pengamatannya dengan menelisik beberapa faktor ketakutan para Komando militer Israel akan kemajuan cepat militer Yaman.
Pertama: Kepemimpinan Yaman yang berbeda dengan mayoritas negara di Barat Asia. Yaman memiliki akidah serta ideologi yang kuat. Memiliki kemampuan dekrit yang tinggi untuk menyerang, apalagi keputusan itu terkait dengan perang melawan rezim pembantai anak-anak.
“Bukan hanya ini, Yaman juga mempunyai kemampuan memadai dalam manajemen perang dan mobilisasi jutaan orang,” tulisnya.
Kedua: Pasca koalisi Saudi-Emirat menghancurkan proyek infrastruktur Yaman. Lebih dari 20 juta warga sipil Yaman mampu bertahan mengarungi situasi 6 tahun sulit. Mereka tanpa getar menghadapi sehingga tidak mengganggu dan membuat petinggi Sanaa takut dan sipil juga tidak merasa gundah mendengar dan merasakan ledakan rudal-rudal.
Ketiga: Pemerintah Sanaa memiliki artileri besar, dari rudal balistik dan drone dan mereka juga memiliki kemahiran tingkat tinggi dalam mengaktifkan senjata-senjata tersebut.
Keempat: Semua proyek mulai dari pembangunan terusan atau kanal, proyek pipa minyak atau rel kereta untuk menghindar dari produksi minyak Teluk Persia, khususnya proyek untuk menyingkirkan terusan Seuz, proyek Bab al-Mandeb di gerbang pintu Laut Merah dan Hormoz, mungkin akan berhenti karena prediksi srategi militer dan penguasaan Ansarullah atas daerah perdagangan di perairan regional.
“Bahkan jalan lari ini bukanlah satu jalan aman, karena pihak yang berhasil meluncurkan rudalnya ke Yanbu dan menghajar kilang emas hitam, pasti mampu meningkatkan jarak tempuhnya hingga Eilat dan teluk Aqaba,” hemat Abdel Bari Atwan.
Menurut pengamatan Editor Rai al-Youm ini, demonstrasi terjadi di berbagai wilayah dunia. “Di tengah-tengah ini, Israel baru sekarang melihat terkurung dalam rudal untuk pertama kalinya sejak menduduki Palestina. Yang paling urgen adalah Iron Dome tidak lagi mampu. Investasi puluhan juta dolar untuk produksi dan peningkatannya (tidak berhasil). Iron Dome lemah mendeteksi rudal yang hanya berharga ribuan dolar dari Jalur Gaza atau Selatan Lebanon. Bagaimana jika rudal dari gua Saada diluncurkan ke sana.”
“Dekade kelam Arab dan Islam semakin mendekati akhir. Masa depan penuh dengan keajaiban… hanya sisa beberapa hari.”