Purna Warta – Surat kabar Israel memperingatkan rezim Zionis tentang hari kelam Tel Aviv karena lonjakan operasi Muqawamah dan ancaman gerakan-gerakan perlawanan Palestina. Hal tersebut telah menghancurkan target dalam perundingan di Negev, Turki, Mesir dan lainnya.
Haaretz melaporkan kuantitas operasi-operasi perlawanan dan resistensi Palestina serta situasi keamanan-politik rezim Zionis menjelang bulan Ramadhan.
Baca Juga : Mengapa Orang Kaya Rusia yang Melarikan Diri ke Dubai?
Al-Khanadeq, 31/3, mengutip dari Haaretz dan melaporkan bahwa di awal muqaddimah laporan media Israel tersebut dituliskan bahwa bulan Maret ini, jumlah operasi kemartiran di Palestina telah menjajaki rekor sejarah. Karena statistik operasi dalam sebulan penuh menunjukkan 16 operasi bunuh diri oleh 11 martir Palestina sehingga menewaskan 11 warga Israel serta melukai 32 penduduk Zionis. Berdasarkan jumlah operasi ini, maka ini merupakan operasi paling keras sejak Intifada pisau pada tahun 2015. Hal ini membuktikan kelemahan serta ketidakmampuan rezim sementara Zionis dan servis keamanan mereka dalam upaya menghentikan operasi ini.
Al-Khanadeq lalu menambahkan, “Surat kabar Haaretz sebelumnya dalam satu laporannya menuliskan bahwa sekitar dua pekan sebelum Eid Fitri, Israel telah kembali ke zaman kelam, zaman yang telah kami, Israel dengan senang melupakan masa tersebut, terkhusus periode Intifada pisau tahun 2015-2026 telah berlalu. Namun dalam 7 hari, 11 penduduk tewas di tiga kota Zionis, bukan hanya satu peristiwa biasa strategis-keamanan, ini merupakan insiden politik.”
Baca Juga : Intifada Menanti, Israel Suap dengan Proyek Ekonomi Palsu
Haaretz melaporkan, “Ketika identitas operasi Bnei Brak terungkap, beberapa petinggi Israel menarik nafas dan mengatakan bahwa paling tidak, sekarang bukan salah satu dari kita. Satu lagi dari Menteri mengungkapkan secara eksplisit bahwa celaka… Kalau pelaku operasi tersebut satu orang Israel etnis Arab, apa yang harus kami lakukan?… Menghentikan operasi pihak-pihak Palestina untuk Israel lebih mudah dari pada menghadapi teroris Israel.”
“11 Korban tewas dalam 7 hari di 3 kota, merupakan satu insiden strategis-keamanan, tapi jelas itu termasuk bidang politik Israel. Sekarang Naftali Bennett, PM Israel, yang berada dalam isolasi rumah (karena positif Covid) harus berbicara menjelaskan kepada warga bagaimana cara menghadapi situasi kelam ini. Yang jelas, PM Israel mengakui akhir-akhir ini bahwa Tel Aviv akan menghadapi operasi besar Arab. Untuk menyelesaikan hal ini, Perdana Menteri harus bekerja, kalaupun hal ini bermaknakan penerjunan polisi dan militer Israel ke jalan-jalan. Atau mengadakan pertemuan Kabinet politik-keamanan dan harus mengambil keputusan berat terkait kontinuitas kejahatan dan arogansi Zionis,” tambah Haaretz.
Baca Juga : Ini Alasan Petinggi Israel Bergerak Lebih Gesit di Barat Asia
Di akhir laporan dituliskan, “Satu minggu lalu, kami, Israel berada dalam situasi berbeda. Kami mengadakan konferensi dan pertemuan berseri, pertama di Turki kemudian Mesir. Hari Sabtu, PM Bennett merencanakan kunjungan ke India dan beberapa hari lalu, juga dilangsungkan konferensi Negev, yang bersejarah dari segi negara pertisipan. Hari-hari itu menggambarkan Israel yang mulai memasuki periode baru di Timur Tengah. Akan tetapi saat ini, semuanya berbeda.”