Purna Warta – Media Amerika Serikat mengungkap peran besar Zionis Israel dalam teror jenderal nomor satu Iran, Qasem Soleimani.
Dalam beberapa hari dan minggu ini, Barak Ravid, seorang jurnalis asal Israel website Axios, dalam buku barunya yang berjudul “Perjanjian Abraham, Perubahan Bentuk Timur Tengah” mengungkap perselisihan berat antara Donald Trump, Presiden AS dengan PM Israel, Benjamin Netanyahu. Dalam laporannya, Axios menuliskan betapa besarnya kontraversi antara Trump dan Netanyahu dalam politik melawan Republik Islam Iran.
Dalam teror Jenderal agung Iran, Qasem Soleimani, Komandan Sepah Pasdaran atau IRGC, Barak Ravid menjelaskan bahwa Presiden Trump berharap rezim Zionis lebih aktif dalam berperan meneror Qasem Soleimani ini. Sebagaimana diakui oleh salah satu petinggi senior pemerintahan Donald Trump bahwa Benjamin Netanyahu menantikan Trump perang dengan Iran hingga prajurit terakhirnya.
Baca Juga : Mr. Bone-Saw, Julukan Putra Mahkota Saudi di Jalanan Washington
“Israel tidak bekerja dengan benar,” kata Donald Trump menurut pengakuan pejabat senior tersebut seperti dikutip Axios, media kondang Amerika.
Axios mengklaim bahwa Trump menyatakan hal ini dalam wawancaranya pada bulan Juli bersama Ravid untuk bukunya tersebut yang berjudul “Perdamaian Trump: Perjanjian Abraham dan Perubahan Baru Timur Tengah.”
Donald Trump mengatakan demikian, menurut laporan Axios, “Saya tidak bisa berkata tentang hal ini, namun saya sangat tidak puas dengan apa yang seharusnya Israel lakukan… Masyarakat akan mendengar hal ini di waktu tepat nanti.”
Salah satu petinggi militer senior Israel kepada Axios mengatakan terkait hal ini, “Tel Aviv mengajukan satu peran yang lebih kental dari militer rezim Zionis untuk pembunuhan Martir Qasem Soleimani ini. Akan tetapi Amerika Serikat menekankan bahwa merekalah yang akan melakukan aksi teror tersebut.”
Baca Juga : Pro-Kontra Baghdad-Centcom, Poros Muqawamah Beri Peringatan
Yahoo News dalam salah satu laporannya menuliskan bahwa rezim Zionis telah menyerahkan informasi dan data penting ke Amerika sebagai bentuk bantuan, salah satunya adalah jejak handphone Martir Qasem Soleimani.
Tentang kemarahan Donald Trump, Axios melaporkan bahwa perselisihan ini lebih mencorak keluar di akhir-akhir kepemimpinan Donald Trump. Sebagaimana diakui oleh salah satu mantan petinggi Gedung Putih yang menyatakan bahwa Netanyahu berupaya menyingkirkan Donald Trump di waktu kunjungan penandatanganan resolusi Abraham di Gedung Putih pada September 2020 dan menyelesaikan tugas sebelumnya. Akan tetapi Donald Trump tidak percaya dan terus meyakini bahwa Netanyahu telah memanipulasinya.
Malam 3 Januari 2020, Washington telah membunuh Martir Qasem Soleimani dan Abu Mahdi Muhandis, Wakil al-Hashd al-Shaabi, di dekat bandara internasional Irak dalam satu operasi terorisme pesawat tanpa awak.
Baca Juga : Kenapa AS Ingin Hancurkan Koridor Barat Daya Asia?
Di tengah protes masyarakat internasional bahkan kecaman petinggi AS sekalipun, Presiden Donald Trump dengan kukuh mengklaim bahwa Martir Qasem Soleimani merupakan ancaman dekat.
“Dalam wawancaranya ini, Donald Trump mengklaim bahwa Martir Qasem Soleimani menjadwalkan pertemuan dengan petinggi Gerakan Muqawamah Irak. Mereka bermaksud menyerang kepentingan AS di negara Barat Asia ini,” tulis Axios melaporkan.
“Mereka tidak datang untuk membahas bagaimana menjaga anak-anak, bukankah begitu? Mereka memiliki niat yang sangat buruk dan kami mengetahui hal tersebut. Dengan demikian saya merasakan sedikit opsi yang dimiliki oleh negara kami,” jelas Donald Trump.
Dalam laporan Axios, salah satu mantan petinggi senior rezim Zionis mengungkapkan bahwa anggota pemerintahan Trump yang lain, salah satunya Mike Pence, Wakil Trump mengucapkan terima kasih akan peran Israel dalam melenyapkan Martir Qasem Soleimani dan dampaknya.
Baca Juga : 100 Hari Raisi, Gabung Blok Besar Hingga Buka Perundingan Wina dengan Wibawa