Purna Warta – Rezim Zionis mengeksploitasi perairan Lebanon dengan mengirim kapalnya ke daerah sumur gas untuk ekstraksi. Hal ini bisa memiliki target energi dan militer secara terpisah.
Kapal Israel telah memasuki daerah kaya Karish untuk ekstraksi gas. Daerah sumur gas ini adalah wilayah sengketa antara Lebanon dan Israel, sehingga respon panas dari petinggi dan politikus Beirut tidak dapat dielakkan.
Dengan melangkahi perbatasan perairan Lebanon, Israel memiliki target ekonomi, politik dan militer yang berbeda-beda. Sekarang harus dilihat apa target rezim pendudukan dengan memulai petualangan untuk mengeksploitasi gas yang telah direncanakan dan membuka lembaran perang baru.
Minggu lalu surat kabar al-Nahar Lebanon melaporkan masuknya kapal Israel ke perairan Karish, satu wilayah kaya gas yang menjadi sumber sengketa Beirut versus Tel Aviv. Hal ini langsung direspon keras oleh petinggi Beirut, bahkan rezim Zionis mendapatkan peringatan serius.
Siang hari itu, tepatnya tanggal 5/6 siang, Michel Aoun, Presiden Lebanon, mengadakan pertemuan dengan Najib Mikati, PM Lebanon. Mereka mengupas detail petualangan baru Israel ini. Hasil pertemuan PM dan Presiden Lebanon adalah mereka berdua menuntut staf umum militer negara untuk melaporkan detail informasi secara resmi tentang kapal dan targetnya demi membangun pondasi kebijakan berikutnya.
Reaksi Beirut dimulai dari pertemuan Presiden dan PM Lebanon. Presiden Michel Aoun menyebut langkah Israel di wilayah sengketa dengan arogan. PM Najib Mikati menganggap pelanggaran Israel di perairan Lebanon sebagai kebijakan berbahaya. Di mana peta baru diktean Israel ini bisa menciptakan konflik dengan efek yang tak diketahui.
Para Wakil Hizbullah di pemerintahan menegaskan bahwa mereka tidak akan membiarkan Zionis eksploitasi gas di daerah Karish. Mereka hanya mencukupkan pada hal ini dan untuk lebih detailnya, Sayid Hasan Nasrullah yang akan menjelaskan.
Diamnya Hizbullah dalam beberapa hari bisa dibaca sebagai upaya Muqawamah Lebanon tersebut dalam membaca dan menganalisa situasi. Setelah beberapa hari, Sayid Hasan Nasrullah akhirnya berbicara dan menegaskan, “Setiap ekstraksi sumber minyak dan gas Karish memiliki pesan ancaman eksistensi Israel. Lebanon dalam konflik ini memiliki satu hak dan pendirian. Lebanon memiliki satu kekuatan bernamakan Muqawamah dan militer. Tidak akan ada satupun langkah musuh yang mampu mendukung kapal yang bernamakan Yunani ini. Tidak akan bisa membantu operasi ekstraksi di sumber Karish ini.”
Sementara gerakan Amal, sama dengan Hizbullah, menekankan bahwa mereka tidak akan berdiam diri melihat pelanggaran Israel.
Intervensi asing dimulai dari pihak Perserikatan Bangsa-Bangsa. Organisasi internasional ini meminta Israel untuk berunding dengan Lebanon demi menyelesaikan krisis. Setelah itu, Nabih Berri, Ketua Parlemen Lebanon, menyatakan bahwa mediator AS akan segera terbang ke Beirut untuk merundingkan perbatasan laut dengan Israel.
Lebanon hari Senin, 13/6, menjamu Amos Holstein, Utusan khusus Kemenlu AS untuk urusan energi. Kunjungan mediator asal Negeri Paman Sam ini akan berlanjut hingga besok dan dalam dua hari ini dijadwalkan perundingan khusus ekstraksi gas di medan sengketa dengan berbagai pihak.
Hingga tahap ini, Beirut masih dalam satu pandangan. Mereka memiliki satu target dan strategi.
Satu hari setelah kapal Israel masuk perairan Lebanon, Benny Gantz, Menhan Israel, menyatakan, “Perselisihan dengan negara Lebanon terkait ekstraksi gas di laut akan selesai dengan pelantara AS.”
Ketakutan serta rencana Israel tidak hanya terbatas pada pernyataan ini saja, dilaporkan reaksi-reaksi lain dari pihak rezim Zionis. Chanel tv resmi Tel Aviv, KAN melaporkan pasca 3 hari sampainya kapal di daerah Karish bahwa komando militer Israel khawatir Hizbullah mengirim kapal patroli di sekitar Karish untuk memprovokasi reaksi dari pihak Israel. Hal ini meningkatkan indikasi perlawanan yang tak direncanakan dari kedua belah pihak.
Kekhawatiran bukan hanya di wilayah pernyataan lisan, tetapi menjalar ke medan lapangan. Al-Akhbar melaporkan bahwa setelah orasi Sekjen Hizbullah, rezim Zionis menyiapkan sistem pertahanan udara yang ditanam di Tel Aviv dan Haifa, bahkan mengumumkan siap darurat militer.
Avigdor Lieberman, Menteri Keuangan Israel, dalam merespon pernyataan Sayid Hasan Nasrullah mengklaim, “Israel akan meneruskan langkahnya berdasarkan kepentingan dan tanpa memperhatikan ancaman-ancaman akan keputusannya ini.”
Bassam Yassin, Ketua Tim Negosiasi Teknis Militer Lebanon, dalam perundingan perbatasan laut Beirut-Tel Aviv dengan rezim Zionis membahas masalah target dan visi ekonomi Israel dan menjelaskan, “Jika rezim Zionis mengeksploitasi daerah Karish, mereka akan mampu memenuhi kebutuhan 30% energinya selama 30 tahun.”
Jadi
Para analis dan pengamat situasi Barat Asia melihat target lain selain visi ekonomi. Ada indikasi bahwa rezim Zionis ingin menarik Beirut ke adu jotos maritim atau Angkatan Laut. Namun satu titik yang sangat perlu diperhatikan dalam hal ini adalah Israel sendiri masih menghadapi krisis dalam negeri. Jadi tidak akan mampu memimpin adu senjata dalam jangka panjang, sedangkan Lebanon sudah lebih kuat dan bersatu.
Mengenai target adu senjata juga harus dikatakan bahwa ada kemungkinan rezim Zionis hanya ingin unjuk kekuatan pasca latihan perang yang selalu gagal. Mereka hanya ingin menciptakan satu perang terbatas. Tapi unjuk gigi ini hanya dalam waktu sekejab, bukan untuk waktu lama dan tentu bukan tanpa balasan.
Berdasarkan hukum internasional, Israel akan mendapatkan kecaman karena telah memasuki garis laut ke-29 Lebanon secara ilegal dengan tujuan membuat pertarungan baru. Jelas bahwa kecaman ini hanya akan terealisasi jika AS tidak mengoperasikan politik standar gandanya di Beirut dan dalam perundingan, mereka juga memperhatikan masalah teknis dan hukum.
Dari segi hak dan politik, Beirut memiliki hak untuk pertahanan di semua skenario perang. Dengan memperhatikan koordinasi dan dukungan bangsa dalam mempertahankan sumber daya alam Lebanon, tidak ada secuilpun perbedaan untuk merespon keras pelanggaran Israel. Perpaduan antara militer Lebanon, kekuatan pertahanan dan senjata Muqawamah, bisa diprediksikan kemungkinan lemah perang Lebanon versus Israel, ditambah lagi krisis dalam negeri yang mencekik rezim Zionis.