Purna Warta – Baik disadari atau tidak, Iran telah melancarkan manuver cerdas dan berhasil memaksa Amerika Serikat kembali ke Meja Perundingan.
Setelah ada jeda perundingan Wina, Joe Biden, Presiden AS, mengirim sinyal melalui berbagai channel ke Iran yang mengisyaratkan keinginannya meraih buah memuaskan dari pertemuan meja bundar yang ujungnya menghasilkan konferensi Doha. Perubahan keputusan ini tidak akan terjadi kalau tidak karena manuver cerdas pemerintahan Ebrahim Raisi di tengah periode ini.
11 Maret 2022, Josep Borrell, Menlu Uni Eropa, mengumumkan jeda serta pengunduran perundingan Wina untuk mengangkat sanksi AS atas Iran karena perbedaan pendapat.
Baca Juga : Inovasi Iran Damaikan Turki-Suriah
Menlu Borrell mentweet, “Karena faktor luar, dibutuhkan jeda perundingan Wina. Draf akhir sudah siap dan ada di atas meja. Sebagai koordinator, saya bersama tim akan terus menghubungi dan mengharap semua anggota JCPOA serta Amerika Serikat agar menyelesaikan situasi sekarang dan mengakhiri konferensi.”
Yang jelas di sela waktu 3 bulan setengah ini, AS dan Iran saling mengirim pesan dengan pelantara Enrique Mora, Wakil Menlu UE Josep Borrell. Sebagaimana diakui oleh Menlu Iran Amir Abdollahian, Josep Borrell dan sebagian petinggi Kemenlu Eropa dan Timteng saling mengirim pesan Iran-AS ini.
Di bawah lika-liku inilah, Enrique Mora mengadakan kunjungan ke Tehran, yang berakhir pada undangan Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir Abdollahian, untuk Menlu Uni Eropa Josep Borrell untuk terbang ke Tehran.
Dalam kunjungan pada tanggal 25 Juni 2022 ini, Menlu Josep Borrell mengadakan pertemuan khusus dengan Amir Abdollahian dan Wakilnya hingga satu jam setengah. Kemudian melakukan konferensi pers bersama dan Menlu Iran menjelaskan kesiapan Tehran untuk memulai perundingan di kemudian hari. Adapun, Borrell selain mengungkapkan harapannya, juga menyatakan kesiapan AS untuk memulai konferensi Wina.
Malam itu juga, Menlu Borrell menyatakan bahwa perundingan ini, kemungkinan besar, akan dilakukan di salah satu negara Teluk Persia dan dengan kemudahan UE. Dan akhirnya, Qatar menyatakan kesiapannya untuk menjamu.
Baca Juga : Skenario Pertarungan AL Hizbullah Vs Israel
Sebagaimana yang dijelaskan Menlu Iran, Oman juga menyatakan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah, akan tetapi di akhir keputusan, Qatar yang disetujui untuk menjamu perundingan.
Saeed Khatibzadeh, Jubir Kemenlu Iran, tentang perundingan ini menjelaskan, “Yang kami akan lakukan dalam perundingan, pertama adalah tidak akan membahas segi program nuklir. Karena ranah program nuklir sudah ada satu kesimpulan, jadi hanya akan membahas segi perbedaan yang tersisa dalam ranah pengangkatan sanksi. Yang akan dilakukan, hanyalah membahas beberapa tema sisa dalam urusan penon-aktifan sanksi. Jadi, tidak akan ada tambahan tentang urusan yang telah disepakati di Wina kemarin dan juga tidak akan ada hal yang dikurangi.”
Perundingan di Qatar memakan waktu dua hari, Selasa dan Rabu (28-29 Juni). Dalam hal ini, Ali Bagheri, negosiator senior Iran, terbang ke Doha dan di sore hari itu juga langsung berdialog dengan Enrique Mora.
Pesan yang Berulang Kali Dikirim Joe Biden via Berbagai Jaringan
Menlu Hossein Abdollahian, 28 Juni kemarin, tepat dimulainya konferensi Doha, Qatar, di antara para diplomat dan pejabat Kedubes Iran di Turkmenistan menyatakan, “Setelah dikeluarkannya draf resolusi Dewan Tinggi IAEA, Tuan Josep Borrell, Menlu UE, menghubungi saya melalui telpon dan meminta untuk memikirkan satu jalan keluar dari situasi sekarang ini. Saya meminta Tuan Borrell untuk datang ke Tehran untuk berdialog lebih lebar lagi. Sabtu kami menyambut Josep Borrell. Satu pertemuan khusus yang berjalan hingga 1 jam setengah yang dihadiri Borrell, Mora, Bagheri di kantor saya. Dialog sangatlah serius, transparan dan jelas dan akhirnya, kami sepakat dari hari ini, Selasa (28 Juni), kami akan intensif berunding di satu negara yang telah kami sepakati. Di tahap ini, Qatar menyatakan kesiapannya untuk menjamu, begitu pula Oman yang juga menawarkan hal yang sama. Terakhir, teman kami di Qatar bertugas untuk menyiapkan konferensi.”
Baca Juga : The Jerusalem Post: Era Baru Kerja Sama Iran dengan Tetangga Non-AS
Menlu Iran menambahkan, “Meskipun Tuan Biden berulang kali mengirim pesan dari berbagai jaringan dan terus menegaskan bahwa dirinya serius untuk sampai pada satu kesepakatan, namun hingga detik ini di wilayah praktis, kami belum pernah melihat perubahan kecuali kontinuitas tekanan ekstrim periode Donald Trump. Meskipun lisan dan pernyataan Joe Biden berbeda, tetapi di wilayah praktis, kami harus melihat seberapa besar kebenaran klaim AS terkait niat dan keinginan seriusnya.”
“Kami sangat intensif dan kami tidak akan melewati garis merah kami dengan alasan apapun. Garis merah yang terpetakan dalam perundingan di tingkat politik dan kebijakan negara yang didasarkan pada jaminan kepentingan bangsa. Ini adalah satu tema yang akan diadili oleh generasi selanjutnya. Saya yakin, jika pihak AS memiliki niatan serius dan bertindak realistis, maka akan dihasilkan satu kesepakatan dalam masa perundingan ini,” tegasnya.
Tim Negosiator Iran Siap Berunding Hingga Mencapai Satu Kesepakatan
Sementara Majid Takht-Ravanchi, Duta sekaligus Wakil Permanen Iran di PBB, di tengah konferensi Dewan Keamanan menjelaskan intensifitas Iran serta perundingan positif Qatar dan menyatakan, “Di tengah perundingan Iran dan negosiator Uni Eropa, Josep Borrell, Tehran menegaskan niatannya dalam bentuk pemaparan inovasi jalan keluar urusan tersisa dan berharap terbukanya jalan buntu. Kami telah setuju untuk berunding dengan Amerika via Uni Eropa hingga kami menyelesaikan masalah yang ada. Dalam perundingan Doha yang positif dan intensif, kami bekerja dengan sangat serius. Seperti yang telah lalu, kami akan selalu menghubungi koordinator UE. Tim negosiasi kami siap kembali ke meja bundar yang membangun sampai meraih satu kesepakatan. Bola ada di lapangan AS dan jika Washington bekerja realistis lalu menunjukkan kompetensinya dalam realisasi maksud seriusnya, maka kesepakatan tidak akan jauh dari raihan.”
Media warta Bloomberg mengutip pernyataan 3 Diplomat Benua Biru dan melaporkan bahwa perundingan pengangkatan sanksi di Doha, Qatar, akan diselenggarakan kembali pasca serial kunjungan Presiden Joe Biden ke Barat Asia.
Baca Juga : Begini Strategi Iran dan Rusia Hadapi Sanksi Barat
Bloomberg menuliskan, “Adanya sela perundingan Wina dan upaya Joe Biden mengirim pesan ke Iran melalui berbagai jaringan yang berisikan keinginannya untuk meraih satu resolusi setelah 3 bulan setengah jeda, tidaklah mungkin terjadi kecuali karena pencapaian yang diraih pemerintah Raisi dalam satu setengah tahun ini. Mulai dari pengembangan kerja sama dengan tetangga hingga prioritas ekonomi dalam perdagangan asing. Sebagaimana yang dikatakan Mahdi Safari, Wakil Diplomasi ekonomi Kemenlu Iran, bahwa Ayatullah Raisi telah memprioritaskan politik kerja sama dengan tetangga di atas semua target politik luar negeri dan menjalani dengan intensif perdagangan asing di bidang minyak dan non-minyak. Saeed Khatibzadeh, Jubir Kemenlu Iran, pada tanggal 18 April 2022 di konferensi pers mingguan dengan para wartawan menyatakan bahwa hari ini hubungan kami dengan Turki, Oman, Irak dan sebagian negara Teluk Persia, Asia Tengah dan Kaukasus sangatlah berkembang dari segi kuantitas. Pada tahun lalu, kami memiliki kapasitas perdagangan dengan Oman lebih dari sepertiga miliar Euro. Relasi dagang kami dengan Ankara mendekati besaran 2 setengah kali lipat, begitu pula dengan Irak dan kedaulatan lainnya.”
Berkaitan dengan hal ini, sejak awal tahun ini Tehran menjadi pusat lalu lalang kunjungan petinggi negara. Penerbangan Presiden Raisi ke konferensi Organisasi Kerja Sama Shanghai di Dushanbe, Tajikistan serta jamuan Iran dalam konferensi ini, partisipasi online dalam konferensi BRICS+ ditambah pengajuan Iran untuk keanggotaan dalam organisasi BRICS+ yang didukung China dan Rusia, partisipasi dalam konferensi petinggi laut Kaspia di Ashgabat, Turkmenistan, kunjungan ke Rusia dan Oman kemudian jamuan untuk para petinggi di Tehran. Ini semua adalah contoh-contoh manuver cerdas Iran.
Jamuan tiga Kepala Negara Asia Tengah (Tajikistan, Turkmenistan dan Kazakhstan) hingga kunjungan Presiden Venezuela Nicolas Maduro, Presiden Suriah Bashar al-Assad, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, PM Irak Mustafa al-Kadhimi dan petinggi lainnya dari Kemenlu negara-negara juga bisa dicantumkan dalam permisalan manuver aktif Iran dengan para sekutunya. Bahkan ada banyak draf kesepakatan yang ditandatangani selama 2022 ini, semuanya membuktikan pernyataan Khatibzadeh yang menegaskan kembalinya Iran untuk menjadi pusat transit Kawasan.
Baca Juga : Ini Respon Hizbullah Tanggapi NATO Timteng
Selain itu, ada Arab Saudi yang senyap-senyap melakukan dialog dengan Iran sebanyak 5 putaran terkait keamanan hingga mereka menyatakan kesiapannya untuk membawa tahap ini ke jenjang yang lebih tinggi. Salah satu sukses politik asing adalah menyadarkan Saudi bahwa dialog dan perundingan dengan negara Kawasan merupakan satu-satunya jalan yang harus tertulis dalam agenda.
“Orang-orang menyebut Saudi sebagai tempat diturunkannya wahyu dan kerja sama dua negara Muslim dunia sangatlah urgen. Jelas benar bahwa dialog Iran-Saudi dimulai pasca hubungan pasti diplomatik pada awal bulan 2016 dan Maret 2021 pemerintahan Rouhani, tetapi perundingan ini berlanjut hingga pemerintahan Raeisi dan putaran kelima diselenggarakan pada Maret 2022,” tegas Menlu Hossein Amir Abdollahian.
Baca Juga : Desakan Riyadh dan Paris di Belakang Najib Mikati
Ditambah lagi desas-desus perkembangan relasi Mesir-Iran. Di sela kunjungan PM Irak Mustafa al-Kadhimi ke Tehran, Menlu Amir Abdollahian menekankan dukungannya dalam pembukaan Kedubes di Tehran dan Riyadh. Selain itu, Menlu iran juga mengakui pengembangan kerja sama Mesir-Iran yang akan berefek baik untuk kepentingan Kawasan dan dunia Islam.