Manama, Purna Warta – Revolusi Bahrain telah memasuki umur yang ke 11 tahun dan Manama mengoperasikan manuver dengan mengeluarkan visa emas. Satu operasi yang secara lahir ditujukan untuk menarik investasi, namun di belakang layar, memiliki target lain.
Kementerian Dalam Negeri Bahrain pada tanggal 7 Februari 2022 mengumumkan seminggu sebelum ulang tahun revolusi yang ke-11 bahwa mereka akan segera mengeluarkan visa jenis baru, visa tak terbatas yang bernama visa emas untuk mempermudah warga asing dan menarik investor. Visa ini memiliki perpanjangan masa tak terbatas dan mengizinkan hak tinggal satu warga asing serta hak kerja di Bahrain.
Baca Juga : Perangkat Lunak AS, Bagaimana Menggalakkan Propagandanya Versus Iran?
Ini adalah satu strategi yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Emirat/UEA.
Dalam pernyataannya, Kemendagri Bahrain menjelaskan tujuan peresmian visa emas tersebut, “Menarik investor, pekerja dan banyak pihak yang memiliki potensi yang bisa membantu pengembangan Manama dalam jangka panjang.”
Kebijakan Manama ini mendapatkan kritik serta respon keras dari peselancar dunia maya Bahrain. Mereka mengungkapkan keheranan mereka dengan mengatakan bahwa warga Manama mengimpikan keistimewaan yang nantinya dimiliki oleh pemilik visa emas.
Syarat Mengambil Visa Emas
Secara sepintas, Manama mengambil manuver ini agar terentas dari krisis moneter dan menemukan opsi untuk memabayar hutang. Manuver yang sebenarnya telah dioperasikan Emirat sebelumnya.
Dengan membuntuti siasat Abu Dhabi, Manama menjelaskan syarat mendapatkan visa emas dengan menyatakan, “Untuk mendapatkan visa emas, seseorang harus telah tinggal di Bahrain selama 5 tahun. Dan standar pendapatannya di angka 2000 dinar atau setara dengan 5.306 dolar.”
Baca Juga : AS-Israel Tukar Peran Emirat-Saudi di Yaman, Untuk Apa Kiranya?
Pihak yang memiliki kediaman dengan harga tertentu, begitu pula para pensiunan dan orang-orang yang memiliki potensi dengan standar tertentu, juga bisa mendapatkan visa emas ini.
Paradoksi Visa Emas Manama
Rezim Al Khalifa menjalankan politik yang sangat paradoks antara pengeluaran visa emas dan politik-politik lainnya.
Pertama: Menghapus Kewarganegaraan Orang Bahrain Sendiri dan Memberikan Poin Emas ke Asing
Bahrain mengeluarkan visa emas untuk warga asing dan terus berupaya menjamin kesejahteraan mereka. Hal ini telah mendapatkan kecaman serta protes dari organisasi-organisasi internasional, seperti Amnesty Internasional, karena telah mencabut kewarganegaraan warga sendiri, di mana mayoritas dari mereka adalah aktivis, jurnalis, agamawan, sosialis serta politikus.
Berasaskan aturan internasional, kebijakan ini merupakan satu keputusan yang masuk kategori pencabutan kewarganegaraan secara sewenang-wenang, melanggar hukum internasional dan bertentangan dengan hak-hak manusia.
Baca Juga : Perjuangan Panjang Maryam Khotun, Transseksual Pertama di Iran
Pada tanggal 14 Februari 2011 lalu, Bahrain menghadapi demonstrasi rakyat yang menuntut revolusi pemerintahan. Rezim Al Khalifa mengambil keputusan untuk melaksanakan strategi pencabutan kewarganegaraan para oposisi di samping politik penangkapan ribuan reformis dan penyiksaan mereka.
Organisasi-organisasi internasional mencatat bahwa warga yang telah dicabut kewarganegaraannya oleh kerajaan Bahrain telah mencapai 990 warga. Meskipun dua tahun lalu, karena supresi dan desakan, Raja Bahrain menggugurkan pencabutan kewarganegaraan 551 rakyatnya sendiri.
Beberapa waktu terakhir, petinggi Bahrain juga mengasingkan rakyatnya ke beberapa negara pasca keputusan hukuman politik.
Kedua: Politik Dua Muka dalam Menarik Investor
Dalam persaingannya dengan negara-negara Teluk Persia, termasuk Emirat, Bahrain memutuskan mengeluarkan visa emas dan mengklaim bahwa rancangan ini menargetkan para investor. Namun hal ini bertentangan dengan strategi Manama menghadapi investasi asing.
Baca Juga : Konferensi Wina, Demi Keputusan Akhir atau Kepuasan Israel?
Seperti contoh: Pada tahun 2015, Bahrain menegaskan bahwa mereka sedang berupaya membekukan Future Bank lalu menyita aset-asetnya di Manama. Future Bank dibangun dengan ivestasi bersama dua bank Iran dan bank al-Ahli United Bahrain. Mereka mendapatkan izin dari bank pusat Bahrain kemudian membuka kantor pusat di ibukota Manama.
Pengadilan Umum Bahrain mengklaim bahwa bank pusat Iran melakukan transaksi mencurigakan dengan pencucian uang. Pengadilan-pengadilan Bahrain masih membuka kasus ini hingga sekarang. Saat ini, sudah ada beberapa hukum keputusan terkait kasus ini dan Iran selalu menolak tuduhan-tuduhan mereka.
Pada tanggal 1 November 2021 kemarin, salah satu petinggi Pengadilan Bahrain menyatakan, “Pengadilan tinggi telah melakukan revisi keputusan pengadilan pertama tentang hukuman atas bank pusat Iran dan beberapa bank Tehran lainnya.”
24 November setelahnya, eks Ketua bank pusat Iran mengabarkan kecaman pengadilan internasional terhadap pemerintah Bahrain dan kewajiban pembayaran ganti rugi dari pihak Istana Manama sebesar 200 juta Euro ditambah biaya pengadilan kepada Iran.
Baca Juga : Apa Politik Bahaa Al-Hariri di Lebanon Pasca Saad Mundur?
Kepala pusat urusan hukum internasional perwakilan dari kepresidenan Iran juga menegaskan bahwa International Court of Arbitration selain menolak klaim serta bukti Bahrain, mereka juga menyebut Bahrain sebagai pelanggar perjanjian dua pihak.
“Kemudian mereka mewajibkan Manama untuk membayar ganti rugi sebesar 200 juta Euro ke dua bank Iran (yang bekerjasama dengan bank al-Ahli United),” jelasnya.
Ketiga: Menghadiahkan Poin ke Asing dan Mengangkat Pedang ke Rakyat
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Bahrain, Kerajaan tidak diizinkan mengganggu ataupun intervensi ideologi pengikut agama-agama di Bahrain.
Akan tetapi catatan fakta mengungkap bahwa kerajaan dengan mudah menyita semua aset mazhab Syiah (khumus) di dua bank resmi Ayatullah Sheikh Isa Qasem, ruhaniawan Bahrain. Bahkan rezim Al Khalifa mengklaim bahwa aset yang disita akan diberikan ke badan amal daerah setempat. Sedangkan dalam hukum syariat, hal tersebut tidak dibolehkan dan tidak ada satupun orang yang diperbolehkan menggunakan uang tersebut.
Baca Juga : Perdana Menteri Lebanon Ancam Pengunduran Diri
Wakil Sekjen Badan Amal Islami Bahrain, Abdullah Saleh menyatakan bahwa ini seperti mencuri di siang hari.
Hal ini hanya dilakukan di bawah kebencian pemerintah kepada Isa Qasem yang selalu meneriakkan revolusi melalui dukungannya terhadap demonstrasi rakyat yang hingga saat ini telah memasuki umurnya yang kesebelas.
Target Asli Bahrain di Balik Visa Emas
Dalam beberapa tahun terakhir, politik perombakan demografis terus tercantum dalam agenda utama Rezim Al Khalifa. Dengan aplikasi politik Inggris di Palestina, Bahrain mencabut kewarganegaraan bangsa sendiri dan memberikan kewarganegaraan kepada asing, bahkan mengasingkan rakyat ke luar negeri. Ini merupakan siasat arogan Inggris di Palestina.
Baca Juga : Pukulan Keras Kedua ke Israel Pasca Disebut Apartheid Oleh Amnesty International
Sebelum kebijakan pengeluaran visa emas ini, kerajaan Bahrain hanya memberikan poin kepada warga asing yang mendukung politik istana. Menurut pengamatan pakar dan analis politik, “Sekarang penghadiahan kewarganegaraan diatasnamakan visa emas. Hal ini hanya menargetkan pembongkaran demografis dan menjaga kerajaan Al Khalifa.”
Partai al-Wefaq Bahrain selalu mewanti-wanti aksi perusakan demografis serta penurunan populasi warga asli Bahrain dan peningkatan populasi warga asing dengan menegaskan, “Pada tahun 2030, identitas nasional-Arab-Islami Bahrain tidak akan tersisa lagi.”
Akhbar al-Khaleej, asal Bahrain, beberapa tahun lalu dalam laporannya menuliskan bahwa warga Bahrain hanya mengisi 45% populasi keseluruhan Bahrain.
Berdasarkan laporan organisasi-organisasi hak dan hukum dilaporkan bahwa Al Khalifa berhasil menciptakan reformasi demografis sebesar 20% dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga : Kesalahan-Kesalahan Jenderal Bintang 4 Amerika Serikat
Dari sisi lain, banyak organisasi-organisasi HAM yang melaporkan tentang aksi supresi dan isolasi warga sendiri lalu memberikan kuasa kepada minoritas asing. Ini merupakan bukti-bukti perombakan demografis Bahrain.