Purna Warta – Di menit terakhir jam hari Rabu pekan kemarin, Benjamin Netanyahu menelpon Presiden Israel Isaac Herzog dan mengabarkan suksesnya dalam menyusun Kabinet. Dengan penuh kegirangan dia menulis, “Saya berhasil.”
Dengan tweetnya ini, Benjamin Netanyahu menguasai kursi Perdana Menteri rezim Zionis sebagai PM Kabinet paling religis dan paling Kanan. Namun demikian, keadaan telah berubah. Meskipun memiliki pengalaman dari tahun 1996-1999 dan 2009 hingga 2021, tapi Netanyahu menghadapi banyak masalah. Salah satu yang paling urgennya adalah banyaknya jumlah dan luasnya gerakan, partai serta wajah-wajah koalisinya.
Pemerintah baru harus menjawab semua tuntutan pendukung partai Kanan ekstrim dan agamis yang berkoalisi dengan Likud. Tuntutan seperti agar lebih ekstrim dalam menghadapi sipil Palestina dan perluasan kontrol wilayah yang pernah dibahas dengan pemerintahan Otoritas Palestina. Yang jelas, sekutu Perdana Menteri dan pemimpin Likud Benjamin Netanyahu adalah dua partai Yahudi ekstrim Ortodoks Shas dan blok sayap Kanan yang juga ekstrim serta nasionalis Zionis.
Blok ini berhasil meraih sukses dalam Pemilu dengan mencatatkan 64 kursi Knesset, Parlemen Israel. Ketua partai Zionis Religius sukses meraih kursi paling banyak pasca beraliansi dengan dua partai Kanan ekstrim. Mereka menuntut transisi ataupun pencaplokan semua wilayah Tepi Barat ke wilayah pendudukan Israel. Tepi Barat pada perang 1968 menjadi daerah jajahan rezim pembunuh anak-anak Palestina. Ben-Gvir, Ketua partai Zionis Religius, akhir-akhir ini tersangka rasis versus Arab Palestina di pengadilan. Ketika partainya menang di Pemilu Parlemen kemarin, para pendukungnya berpesta dengan mendeskriditkan warga Arab dengan hinaan paling buruk, namun dia dalam merespon hanya berkata, “Sabarlah! Sampai sekarang saya belum jadi Perdana Menteri.”
Sekutu lainnya Netanyahu dalam pemerintahan adalah partai Ortodoks Shas. Aryeh Deri, Ketua partai Shas, menjadi lebih kuat setelah meraih 11 kursi sehingga ingin memerankan peranan yang lebih kental di pemerintahan depan. Padahal sebelumnya, tepatnya di tahun 2021, dia tersangka pencurian uang, bahkan pernah dipenjara.
Selain itu, kehadiran Bezalel Smotrich juga bisa menyulitkan Benjamin Netanyahu dalam pemerintahannya. Dalam hal ini, para petinggi keamanan rezim Zionis mengungkapkan kekhawatirannya terkait partisipasi Ketua partai Zionis Religius di Kabinet dengan kuasa besar di Kementerian Perang. Dalam wawancara dengan media News 24, mereka mengungkapkan kekhawatirannya terkait Bezalel Smotrich.
Krisis Relasi dengan AS
Satu lagi yang menjadi masalah untuk pemerintahan baru Benjamin Netanyahu berhubungan dengan relasi dengan Amerika Serikat. Washington saat ini sedang menganalisa untuk tidak memberikan visa kepada warga Israel yang menjadi tersangka dalam deskriminasi dan kejahatan versus warga sipil Palestina.
Menurut warta Israel Hayom, Kedubes AS di al-Quds sedang mendalami kekerasan di Tepi Barat. Menurut laporan Israel Hayom, Kedutaan AS sedang menganalisa pencatatan orang-orang ini dalam buku sanksi sehingga akan menutup pintu masuk AS untuk mereka. Bahkan dilaporkan bahwa daftar sanksi ini juga akan mencakup pihak-pihak yang belum dijatuhi hukuman di pengadilan Tel Aviv, karena AS juga memiliki data yang merekam aksi brutal mereka versus sipil Palestina.
Diprediksikan bahwa politik anyar akan berpusat pada penduduk Tepi Barat. Kebijakan ini dilandaskan pada reformasi pemerintahan rezim Zionis dan pengembangan hegemoni partai sayap Kanan ekstrim, yang sudah menjadi bagian dari pemerintah. Selain itu, Joe Biden, Presiden AS sebelumnya sudah mengungkapkan dengan tegas bahwa mereka menolak partisipasi wajah-wajah ekstrim seperti Ben-Gvir di pemerintahan Benjamin Netanyahu.
Situasi Luar Perbatasan
Satu lagi yang membedakan situasi di periode lalu kepemimpinan Netanyahu dan sekarang adalah situasi luar perbatasan. Di masa sebelumnya, Muqawamah tidak sekuat sekarang. Detik ini, poros Muqawamah berada di puncak kekuatan, hanya dalam beberapa bulan, sudah terbangun 7 kelompok perlawanan di Palestina yang memiliki hasrat serta pendirian penuh untuk membalas kejahatan arogan Israel.
Satu titik yang perlu diperhatikan di sini adalah mayoritas kelompok gerakan Muqawamah baru Palestina bukan berasal dari Gaza, tapi dari Tepi Barat. Fokus operasionalnya adalah wilayah dalam Palestina Pendudukan, perbatasan 1948 hingga al-Quds. Jadi ketika pemerintahan baru Israel melanjutkan arogansinya versus sipil Palestina dan sayap Kanan ekstrim bergerak, mereka akan merasakan balasan Muqawamah yang lebih besar dan ini merupakan masalah keamanan yang sangat perlu diperhatikan oleh Kabinet Benjamin Netanyahu.
Oposisi
Ada sinyal akan perlawanan oposisi pemerintah Benjamin Netanyahu, yang secara aplikatif akan menyulitkan struktur politik-keamanan Zionis. Dalam beberapa pekan ke depan, PM Benjamin Netanyahu harus mengajukan nama-nama anggota Kabinetnya di Parlemen untuk meraih suara kesepakatan di tengah upaya oposisinya menolak hal tersebut.
Sementara dari sisi lain, hukum dan aturan terkait masalah pengadilan untuk para anggota Kabinet Netanyahu mengalami perubahan di Knesset padahal Netanyahu memiliki banyak tuduhan dalam beberapa kasus. Oleh karena itu, barisan oposisi pimpinan Yair Lapid akan mengamati semua opsi untuk menjatuhkan Kabinet baru.
Selain itu, Yair Lapid bersama konco-konconya telah mengajak warga untuk demonstrasi sejak dibentuknya Kabinet demi menekan opini masyarakat dan menghadang sayap Kanan sampai pada kursi kekuasaan. Krisis di pemerintahan Netanyahu akan semakin meningkat di tengah gerakan oposisi, karena aktifnya Kabinet sayap Kanan ekstrim seperti ini di mata oposisi hanya akan menambah masalah dalam rezim.