Tehran, Purna Warta – Baru saja salah satu Juru Bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa mengumumkan kembalinya hak suara Iran di Majelis Umum PBB yang sempat hilang.
Dikutip dari Reuters, Jumat (11/6), Iran mendapatkan kembali hak suaranya setelah Amerika mempermudah transaksi keuangan yang terblokir di Korea Selatan. Dengan jumlah uang tersebut, Iran bisa membayar tanggungannya kepada PBB, paling tidak untuk mendapatkan kembali hak suaranya (berkisar 16 juta dolar).
Baca Juga : Tak Tahan, Pendukung Netanyahu Doa Kematian Naftali Bennett
Jubir PBB menyatakan, “Republik Islam Iran telah membayar nilai tertentu untuk mengurangi tanggungannya kepada PBB.”
Majid Takht-Ravanchi, Wakil Iran di PBB, juga membenarkan kabar ini. Dalam akun twiternya Takht-Ravanchi menulis, “Sanksi-sanksi ilegal Amerika tidak hanya memutus tangan rakyat Iran mendapatkan obat-obatan. Sanksi-sanksi ini telah menyebabkan kami tidak mampu membayar tanggungan di PBB.”
“Setelah 6 bulan upaya dalam hal ini, PBB mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan nilai tersebut. Sehingga sanksi-sanksi tak manusiawi harus segera dihapus,” lanjutnya.
Mohammad Javad Zarif, Menlu Iran, minggu lalu juga telah mengirim sepucuk surat kepada Antonio Guterres, Sekjen PBB, mengenai tanggungan negeri Para Mullah ini.
“Di dunia kebenaran terbalik ini, PBB telah menutup hak suara Iran dengan alasan tanggungan di Majelis Umum PBB. Yang tidak diperhatikan adalah teroris ekonomi tidak memberikan kesempatan untuk membayar makanan, apalagi membayar tanggungan di PBB. Ini adalah suratku kepada Antonio Guterres. Sebagai catatan: PBB bisa mendapatkan uang tersebut dari jumlah uang 110 juta dolar yang baru dicuri bajak laut,” cuit Mohammad Javad Zarif.
Baca Juga : Resmi, Emirat Masuk Anggota Dewan Keamanan
Maksud dari 110 juta dolar yang dicuri bajak laut adalah jumlah uang yang dikantongi Amerika Serikat dari penjualan emas hitam Tehran hasil pembajakan kapal di perairan Emirat, yang memuat sekitar 2 juta barel.
Associated Press melaporkan bahwa Amerika Serikat telah menjual minyak mentah Iran hasil penyitaan kapal Achilleas di pantai Fujairah, Emirat, dengan harga 55 dolar perbarel.
AS mengeluarkan perintah penyitaan ini dengan alasan Sepah Pasdaran (IRGC Iran) ingin mengirim emas hitam tersebut keluar Tehran tanpa izin. Iran menyebut penyitaan ini dengan aksi bajak laut.
Rabu pekan lalu, Antonio Guterres memperingatkan 5 negara anggota PBB, termasuk Iran, yang berpotensi kehilangan hak suara di Majelis Umum.
Menurut pernyataan Sekjen PBB, penunggakan pembayaran keanggotaan Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi faktor kehilangan hak suara ini berdasarkan pasal 19 piagam PBB.
Sanksi Amerika dan kebijakan kontra negeri Paman Sam tentang transaksi oleh Iran dalam sistem keuangan internasional telah menjadi penyebab penunggakan keuangan keanggotaan PBB.
Baca Juga : Mantan Kepala Mossad Ungkap Bagaimana Israel Curi Dokumen Nuklir Iran
Hal ini merupakan salah satu sisi dari tekanan keras strategi Donald Trump dalam mencuri poin dari negeri Para Mullah, yang dikerahkan pasca keluar sepihak dari JCPOA. Dan banyak lagi aksi ekstrim Gedung Putih pimpinan Donald Trump yang mengakibatnya Iran menjulukinya sebagai teroris senjata, ekonomi dan lainnya. Teror Martir Qasem Soleimani, Fakhrizadeh adalah contoh paling nyata.
Sementara Gedung Putih pimpinan Joe Biden masih enggan menuruti janjinya untuk kembali ke resolusi Nuklir Iran. Hingga kini terus berpangku pada politik ekstrim Donald Trump.
Berasaskan pasal 19 piagam PBB, setiap negara yang menunggak pembayaran keanggotaan PBB selama 2 tahun, hak suaranya akan dicabut di Majelis Umum.
Sebelumnya Kemenlu Iran telah mengisyaratkan upaya pemerintah untuk membayar melalui finansial yang diblokir di bank-bank Korea Selatan.
Baca Juga : Capres Hemmati: Politisi Silahkan Pergi, Biarkan Ekonom yang Memimpin Iran
Salah satu petinggi Korsel mengakui pada bulan Februari 2021 dan menegaskan bahwa perundingan dengan Amerika tentang pembebasan uang yang diblokir untuk pembayaran keanggotaan Iran di PBB mendekati final.
Surat kabar Jerman, Deutsche Welle (DW) melaporkan krisis keuangan PBB karena penunggakan pembayaran beberapa anggota.
Pada bulan April 2020, Sekjen Antonio Guterres menegaskan dalam sebuah surat kepada anggota PBB bahwa organisasi internasional ini kekurangan anggaran sebesar 2 miliar 270 juta dolar.