Kudeta Dagelan Sudan

sudan

Purna Warta – Kudeta Sudan menjadi berbincangan menarik dalam beberapa hari terakhir, tak terkecuali dari dunia analisis. Satu analis dunia Arab kondang dalam catatannya melihat kudeta Sudan sebagai kudeta dagelan atau palsu dengan mengajukan beberapa bukti.

Televisi resmi Sudan pada hari Selasa, 21/9, tiba-tiba menghentikan siaran dan mengabarkan adanya kudeta dalam negeri. Tak lama kemudian, televisi pemerintah Khartum meliput laporan penangkapan beberapa unsur kudeta.

Tanpa adanya adu senjata, kudeta telah dimatikan. Tidak ada kabar mengenai korban luka ataupun tewas dalam aksi upaya penggusuran pemerintah sah ini. Beberapa jam pasca disiarkannya berita ini, diwartakan bahwa situasi dalam negeri Sudan sangatlah stabil nan normal. Semua jalan terbuka dan semua toko aktif seperti biasanya.

Abdel Bari Atwan, analis kondang surat kabar cetakan London, Rai al-Youm, menuliskan catatan, “Pemerintah sah Sudan menuduh sosok-sosok eks prajurit dan pihak-pihak dekat Umar al-Basyir, mantan Presiden Khartum yang berdiam di dalam penjara, sebagai tersangkta utama kasus kudeta kali ini.”

Menurut analisis Abdel Bari Atwan, pasca dilengserkannya pemerintah Umar al-Basyir, Sudan telah menyerahkan senjata ke basis militer Amerika Serikat. Situasi Sudan sudah lebih buruk dari yang terburuk dan keburukan tersebut masih ditambah lagi sebab keputusan pemerintah sekarang merajut hubungan normalisasi dengan Israel.

“Sangat sedikit sekali informasi terkait kudeta ini. Hanya ada dari satu sumber, itupun dari seorang Juru Bicara pemerintah militer saat ini. Selain itu, ada sedikit kabar mengenai penangkapan 11 prajurit dan beberapa lainnya berdasarkan pernyataan Hamza Baloul, Menteri Informasi Sudan. Dan ada kabar pula yang melaporkan unsur kudeta berasal dari pasukan bersenjata Khartum,” hemat Abdel Bari Atwan.

Mengutip salah satu teman jurnalis profesionalnya di Khartum, Abdel Bari Atwan menjelaskan, “Kudeta ini palsu, sama seperti klaim kudeta rezim militer sekarang. Kabar ini dinyatakan sendiri oleh Mohamed al-Faki Sulaiman, anggota Dewan Pemerintah. Mohamed menuntut warga untuk mempertahankan revolusi. Akan tetapi tidak ada satupun sipil yang menjawab. Hal yang perlu diperhatikan dari sekian banyak klaim kudeta ini adalah tidak ada satupun Jenderal yang ditangkap, tidak ada satupun Jenderal yang diadili.”

“Mayoritas kudeta di Sudan melibatkan penangkapan luas, penerjunan tank di jalanan dan suara tembakan senjata. Kecuali kudeta baru ini yang dalam beberapa jam saja telah dimatikan. Tak kurang dari 4 jam, semuanya telah kembali normal,” lanjut Abdel Bari Atwan dengan memberikan dalil kepalsuan kudeta.

Alasan lainnya akan kepalsuan kudeta ini adalah beberapa hari sebelumnya, menurut pengamatan Abdel Bari Atwan, dunia jurnalis dan website-website Sudan membicarakan mengenai indikasi kudeta dalam negeri. Mohamed al-Faki, dalam pernyataannya, menjelaskan bahwa periode transisi akan menghadapi ancaman bersamaan dengan aktifnya fraksi dan partai baik di dalam maupun di luar.

Beberapa pemuda revolusioner telah membahas dan memperingatkan indikasi upaya kudeta dengan tujuan mencegah transisi kekuasaan dari Dewan Pemerintah dan angkatan bersenjata ke rakyat sipil pada bulan November mendatang berdasarkan kesepakatan yang telah ditandatangani.

Mengutip laporan Rai al-Youm, Sudan menghadapi instabilitas bersejarah, karena senjata ada di mana-mana. Masyarakat Sudan, dengan jumlah besar penduduknya, juga mengarungi krisis dan situasi mencekam kelaparan, nir pelayanan mendasar, kejahatan, obat-obatan, etika merosot dan situasi tak mendukung di timur, barat, utara dan selatan Khartum. Pelabuhan Sudan ditutup dan situasi perbatasan dengan negara-negara tetangga sangat tidak stabil. Di perbatasan dengan negara Etiopia, terbuka indikasi perang sebab mandulnya perundingan bendungan Sad al-Nahda.

Para Jenderal dan pewaris pemerintahan sekarang ini, menurut pengamatan Abdel Bari Atwan, telah melakukan tiga kesalahan strategis sebagai berikut:

Pertama: Jatuh dalam kebohongan AS dan lebih memilih tanda tangan pemisahan bagian selatan dari pada berupaya mengakhiri derita rakyat.

Kedua: Militer Sudan kehilangan nilai-nilai moral, militerisme dan nasionalisme hingga sebagian besar pasukan bersenjata menjadi militan dan ikut dalam perang Yaman bersama koalisi Saudi.

Ketiga: Menandatangani perjanjian normalisasi politik dan keamanan dengan rezim pendudukan Israel sebagai bayaran dari janji penghapusan Khartum dari buku teroris. Miliyaran dolar uang Sudan hilang antah berantah.

Tidak ada satupun dari janji-janji ini yang terealisasi, kecuali penghapusan Sudan dari buku teroris. Ribuan tentara Sudan pulang dari medan perang Yaman di bawah sorotan tajam media. Jutaan dolar pergi ke kantong-kantong para Jenderal. Dan kini, banyak wilayah Sudan yang menghadapi instabilitas, sedangkan para pemimpin militer dan para Jenderal sibuk mencuri uang negara dan ribut antar sesama berebutan kekuasaan.

Dalam analisis Abdel Bari Atwan, sekarang Sudan hanya memiliki dua opsi. Pertama: Mengembalikan revolusi rakyat dengan kecepatan lebih dari revolusi sebelumnya. Kedua: Kudeta luas dan nyata militer, seperti kudeta Jenderal Abdel Rahman Swar al-Dahab pada tahun 1985. Kudeta itu berhasil mengakhiri penderitaan dan menjalankan pemerintah ke arah demokrasi dan parlementer.

“Kemitraan militer dan sipil adalah kemitraan konspirasi. Setiap pihak melawan konspirasi pihak lainnya. Sipil di berbagai daerah Khartum tidak menyukai militer. Identitas nasionalisme sosial Sudan sedang mengalami keruntuhan. Pemerintah dan instansinya absen. Dan menurut keyakinan beberapa pihak di Khartum maupun di luar yang saya hubungi, masa depan Sudan sangatlah suram. Kontroversi situasi militer, keamanan dan ekonomi tidak boleh berkesinambungan,” tulis Abdel Bari Atwan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *