HomeAnalisaKrisis Ukraina, Buktikan Jurang Relasi Saudi-Emirat dan Amerika

Krisis Ukraina, Buktikan Jurang Relasi Saudi-Emirat dan Amerika

Purna WartaSaudi dan Emirat sudah berupaya untuk menutupi perselisihannya dengan Amerika Serikat, namun kobaran krisis Ukraina ikut membakar tirai-tirai keburukan relasi bilateral.

Perang Rusia versus Ukraina terus berkobar dan di sisi lain, hubungan tak harmonis Saudi-Emirat dengan AS terlihat lebih jelas. Beberapa hari lalu MBS-MBZ menepis mentah-mentah tuntutan Gedung Putih untuk membahas kenaikan harga emas hitam.

Baca Juga : Sayid Hasan Nasrullah: Bodoh Percaya Pada Amerika

France24, Kamis, 10/3, siang kemarin mencetak sebuah warta analisa terkait hal ini dan menuliskan, “Negara-negara kaya Arab Teluk Persia, yang menjamu pasukan Pentagon di tanahnya dan memiliki ketegangan yang tak lazim dengan AS dalam beberapa tahun terakhir, mengeluarkan satu keputusan yang bertolak belakang dengan kebijakan pemerintahan Joe Biden yang berusaha mencekik Negeri Beruang Merah di bidang energi.”

Sebagian analis, menurut kutipan laporan France24 dari beberapa sumber, membaca keputusan Saudi ini sebagai bayi yang lahir dari rahim perselisihan mengenai berkas Jamal Khashoggi yang terpotong-potong di Turki.

“Ini lebih dari satu perubahan sikap praktis. Yakin ini adalah satu titik kunci dalam relasi AS dengan negara-negara Teluk Persia,” jelas salah satu analis kepada France24.

“Mereka menyadari bahwa mereka butuh pada pondasi lain di Timur Tengah yang sudah berbeda dan perhitungan kekuatan di sini sudah berubah secara signifikan,” tambahnya.

Sementara Emirat atau UEA, menurut laporan France24, yang sekarang ini memimpin Dewan Keamanan, bulan lalu enggan mengeluarkan suara dukungan atas proyek AS dan Albania untuk mengecam Rusia dalam perang versus Ukraina.

Padahal seperti dilaporkan bahwa perang ini telah menaikkan harga minyak dan energi. Adapun negara-negara Teluk Persia hingga detik ini terus bertahan dalam keputusannya menghadapi tekanan serta supresi dunia Barat untuk menambah produksi demi menekan harga emas hitam.

Arab Saudi terus menekankan penyesuaian saham produksi sesuai kesepakatan OPEC Plus pimpinan Rusia. Suhail Al Mazroui, Menteri Energi UEA, juga menegaskan hal yang sama pada hari Kamis, 10/3, kemarin.

Baca Juga : Efek Krisis Ukraina Ke Perhitungan Suriah

Minyak Saudi Versus Pertahanan AS

Surat kabar Amerika, Wall Street Journal mengutip pernyataan beberapa petinggi Timur Tengah dan AS lalu melaporkan, “Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Saudi, dan Mohammed bin Zayed, Putra Mahkota Emirat, dalam minggu-minggu kemarin menolak untuk mengangkat telpon Presiden AS Joe Biden. Namun demikian, Emily Horn, Jubir Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, menyatakan bahwa laporan Wall Street Journal tidak benar.”

“Sebenarnya, Putra Mahkota MBS dan Presiden Joe Biden tidak pernah mengadakan hubungan pembicaraan sedari Biden terpilih menjadi Presiden. Dan Joe Biden berjanji bahwa dia akan bersikap ke Saudi sebagai negara terasing karena kasus Jamal Khashoggi yang terbunuh di Istanbul, Turki,” tulis France24 melaporkan.

Sementara Putra Mahkota Saudi, MBS, dalam wawancara terbarunya dengan The Atlantic sedikit menyamakan dan membandingkan keputusannya tentang Jamal Khashoggi dengan kebijakan-kebijakan AS lainnya yang berakhir pada kejahatan pembunuhan dan lainnya, baik di penjara maupun di perang Irak.

Lalu ketika dipancing dengan indikasi bagaimana jika Joe Biden salah paham, MBS menjawab, “Kesimpulannya, gak penting.”

“Ini tergantung dirinya yang memikirkan kepentingan nasionalnya,” cetus Bin Salman.

France24 melanjutkan, “Koalisi AS-Saudi lahir dari kapal Amerika pada tahun 1945, yaitu ketika Abdulaziz bin Saud, eks Raja Saudi, dan Franklin Roosevelt, Presiden AS kala itu, menyepakati perjanjian yang terkenal setelahnya dengan istilah Minyak Vs Pertahanan.”

Salah satu dosen politik berdarah Emirat dalam wawancaranya menegaskan bahwa dari sekarang jangan sebut Emirat dengan boneka Amerika.

“Hanya karena kami memiliki hubungan penting dengan Amerika bukan berarti kami menerima perintah dari Washington. Kami harus memutuskan satu langkah yang sesuai dengan strategi dan kepentingan utama,” jelas Abdulkhaleq Abdulla kepada CNN.

Baca Juga : Kesempatan yang Diberikan Krisis Ukraina kepada Bin Salman: Memainkan AS

Riyadh dan Abu Dhabi Tak Lagi Percaya Washington

Banyak urusan yang telah membuat hubungan AS dengan Saudi memburuk. Salah satunya, menurut pengamatan France24, bisa merujuk pada upaya Presiden AS untuk kembali ke perjanjian nuklir Iran setelah Donald Trump keluar sepihak. Contoh sikap AS yang masih ragu untuk mengumumkan Ansharullah sebagai teroris juga bisa ditambahkan dalam faktor ini.

“Masalah menjaga dan pertahanan juga menjadi salah satu faktor perusak hubungan bilateral, yang mana itu merupakan permasalahan yang paling urgen, dinginnya militer AS merespon serangan balasan Yaman pada tahun 2019 ke fasilitas kilang minyak Aramco dan rencana Pentagon untuk mengurangi intervensi militer di Timteng,” hemat France24.

Salah satu analis di institute negara-negara Arab Teluk Persia di Washington minggu lalu menerangkan bahwa negara-negara Teluk Persia seperti Saudi, Emirat dan lainnya tidak lagi percaya pada AS untuk menjadi penjaga keamanan.

“Meskipun AS tetap menjadi sekutu strategis, tapi negara-negara ini, yang akan kehilangan banyak hal, tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya meragamkan opsi-opsi diplomatis dan proyek strategis mereka sendiri,” tambahnya.

“Lahirnya dunia multipolar dan kutub, khususnya pasca melangitnya Rusia-China, kini tak ada lagi opsi lain,” tambahnya mengalisa.

Baca Juga : Sudah Diketahui, Ini Proyek Besar AS di Perbatasan Irak-Suriah

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here