Purna Warta – George Kurdahi menegaskan penghentian agresi brutal ke Yaman. Pernyataan yang dikeluarkan sebelum menjabat sebagai Menteri dalam Kabinet Najib Mikati ini membuat Saudi gerah. Riyadh memulangkan Dubesnya dari Beirut, diikuti Bahrain dan Kuwait.
Salah satu analis kondang dunia Arab mengupas krisis anyar ini. Editor Rai al-Youm mengatakan bahwa desas-desus ribut menuntut pemecatan George Kurdahi adalah operasional siasat anti-Beirut AS-Israel untuk menakuti Iran dan kekuatan terdekat (Lebanon) di Timteng.
Baca Juga : Kesalahan-Kesalahan Erdogan
“Amerika dan Israel bersama berusaha memaksa Iran untuk angat tangan dari program perdamaian nuklirnya, atau akan terjadi serangan. Diyakini bahwa Arab Saudi dan 3 negara Arab lainnya merupakan poros pendukung utama skenario ini,” jelas Abdel Bari Atwan, Editor Rai al-Youm.
Terkait hal ini, Abdel Bari Atwan membawakan pernyataan Dennis Ross, mantan Wakil Amerika untuk urusan Timur Tengah yang dicetak dalam majalah Foreign Policy. Di sana tertulis, “Iran bisa membangun bom atom dalam waktu singkat. Oleh karena itulah Amerika mengusulkan untuk menghancurkan program nuklir Iran.”
Baca Juga : Antrian Panjang Kabilah-Kabilah Ma’rib Bergabung dengan Ansarullah
“Skenario yang dicatat Dennis dalam tulisannya ini telah turun ke ranah aplikasi dan pihak-pihak, Zionis dan Arab sekitar Teluk Persia telah membagi tugas. Ada 5 skenario dan itu adalah:
Pertama: Laporan Reuters yang baru dilansir menuliskan operasi observasi pesawat pembom raksasa AS bersama jet tempur Israel di langit Jazirah Arab Saudi dan Teluk Persia. Ini adalah pesan ancaman kepada Iran.
Kedua: Faisal bin Farhan, Menlu Saudi, di sela konferensi G20 di Roma menyatakan, “Krisis Lebanon bersumber dari hegemoni Hizbullah dan Lebanon harus bebas dari hegemoni ini… Perundingan dengan Iran telah dihentikan dan tidak mencapai kemajuan apapun. Oleh karena ini, sejarah untuk periode selanjutnya belumlah jelas.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa Kurdahi akan menjadi tumbal dalam kasus ini.
Ketiga: Serangan bengis jet tempur Israel ke utara Damaskus dilakukan dengan menargetkan rombongan senjata Tehran.
Keempat: Manuver militer rezim Zionis dengan berbagai jenis senjata merupakan simulasi perang segala sisi. Di sana ribuan prajurit dan pasukan keamanan siap mengamankan desa-desa Arab ketika berlangsung perang dengan Iran. Latihan militer ini juga mensimulasikan sosial warga Zionis di desa, kota dan penampungan dalam jangka panjang seiring dengan serangan membabibuta rudal yang mungkin ditembakkan dari beberapa medan, khususnya medan selatan Lebanon dan Gaza.
Kelima: Pernyataan Naftali Bennett, PM Israel, dalam pidatonya di bulan lalu di Majelis Umum PBB. Dia menyatakan, “Program nuklir Iran sudah berada dalam tahap menentukan, begitu pula toleransi kami… Kami tidak akan membiarkan Iran menjamah senjata atom.”
Baca Juga : Peringatan Mantan PM Irak: Siap-siap Pukulan dari Timur ke Iran
Menyorot lima manuver ini, Abdel Bari Atwan menegaskan bahwa ini bukanlah ancaman baru.
“Menakut-nakuti Iran, poros Muqawamah dan menargetkan Lebanon serta Suriah telah membuktikan hal ini. Sebagaimana serangan ke markas militer al-Tanf yang merupakan serangan balasan atas operasi di Tadmur (Palmyra). Jadi tidaklah menutup kemungkinan adanya balasan baru dengan kapasitas dan dampak yang lebih besar. Mungkin rudal yang meluncur ke sekitar Kedubes AS di Irak merupakan peringatan, karena ada juga indikasi serangan ke basis Ain al-Assad di al-Anbar,” tulisnya.
“Ikut serta Arab Saudi dalam skenario AS-Israel ini dengan membuat krisis palsu karena pernyataan Kurdahi diprediksikan akan menjadi sebuah perubahan berbahaya, yang bisa membahayakan keamanan dan stabilitas kedaulatan. Diprediksikan bahwa balasan akan siasat ini adalah serangan Yaman ke titik terdalam Saudi. Dan diindikasikan pula serangan atas kepentingan Riyadh di Irak, baik kepentingan ekonomi maupun militer. Namun demikian, Arab Saudi tidak akan pernah bisa mengasingkan Lebanon dengan keputusannya ini, akan tetapi dirinyalah yang akan terasingkan,” akhis Abdel Bari menganalisa.
Baca Juga : Kritisi Siasat Dungu Israel, Analis: Tidak Ada Lagi yang Ditakuti Iran