oleh : Dr. Sara Fallahi
Purna Warta – Dalam perang peradaban, yang akan bertahan adalah sebuah peradaban yang menganggap manusia sebagai manusia, memiliki kedudukan dan tempat yang tinggi; Sebuah peradaban di mana kebebasan dan keadilan mengkristal dalam arti yang sebenarnya; Sebuah peradaban di mana manusia tidak dipandang sebagai alat atau komoditas, dan kemanusiaan manusia tidak disandera oleh anti-nilai.
Dunia dan kemanusiaan harus menanti globalisasi peradaban yang dapat membangun manusia ini. Sebuah peradaban di mana berbagai bangsa sesuai dengan tingkat rasionalitas, keadilan dan spiritualisme mereka, dapat memainkan peran dalam universalisasinya dan mendapat manfaat darinya.
Iran adalah salah satu bangsa terbesar di dunia yang telah dan masih berperan dalam perluasan dan universalisasi peradaban sejak awal sejarah Islam sampai sekarang ini. Hari ini, di salah satu momen terpenting dalam sejarah manusia, ketika para pemegang kekuasaan berusaha untuk mengeksploitasi manusia dan dengan rasisme baru, berusaha membuat sekat antara manusia.
Islam adalah agama pembangun peradaban, yang dengan pandangan progresifnya menyatakan bahwa semua orang memiliki kontribusi yang sama, yaitu dapat mempengaruhi dunia dengan pandangan manusiawinya dan menarik sebanyak mungkin orang yang haus akan keadilan dan kebebasan.
Salah satu sayap terpenting peradaban pembangun manusia ini adalah perempuan dan identitas independennya. Sepanjang sejarah, perempuan telah berperan dalam menciptakan dan mengembangkan peradaban Islam. Dalam sejarah Iran, sebagai salah satu peradaban manusia yang cemerlang, perempuan selalu menjadi subjek/faktor yang aktif dan tidak membiarkan dirinya tertinggal dari peristiwa sejarah.
Hari ini, artikulasi dua peradaban, Islam dan Iran, telah mengarah pada pembentukan peradaban baru Iran Islami. Dalam peradaban ini, perempuan dapat memiliki opini tersendiri, menjadi penyair, penulis, ilmuwan, ahli hukum (fikih), politisi, filsuf, mistikus, juara atau pahlawan dalam olahraga, dan lain-lain, yang mampu memicu perkembangan dan kemajuan.
Sementara Revolusi Islam Iran, sebagai salah satu penggerak peradaban baru Iran Islami, memberi wanita martabat terhormat, yang simbol, tanda-tanda, dan perkembangannya yang baru dan mencengangkan dapat dilihat hari ini dalam masyarakat Iran.
Saat ini, di bawah diskursus Revolusi Islam, 40% dokter spesialis Iran adalah wanita, 50% lulusan universitas adalah wanita, 33% staf/jabatan akademik adalah wanita, rata-rata harapan hidup wanita adalah 77 tahun, sedangkan pada rezim Pahlavi sebelum Revolusi Islam Iran hanya 56 tahun.
Di Iran, berbeda dengan negara-negara barat termasuk AS, tidak ada kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan, mereka tidak diperdagangkan atau mengalami perbudakan seksual. Dalam masyarakat Iran, perempuan, menurut Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran adalah nahkoda masyarakat. Mereka memainkan peran yang efektif dan historis dalam memajukan peradaban baru Iran Islami.
Revolusi Islam mengubah peran perempuan dari sekadar simbol dan pajangan menjadi pahlawan di bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya. Sepanjang sejarah Iran, perempuan selalu memainkan peran yang tak tergantikan dan tak terbantahkan dalam membela negara, di bidang ilmiah dan pembentukan wacana pengetahuan.
Peradaban Iran Islami telah membuka kebebasan bagi umat manusia, terutama bagi perempuan yang telah diremehkan pada sepanjang sejarah. Pandangan yang berbeda tentang identitas, hak, dan karakteristik perempuan banyak terlihat dalam sejarah kehidupan manusia atau berbagai agama dan mazhab, tetapi tidak ada pandangan yang melihat realisme terhadap perempuan seperti dalam Islam.
Pandangan realistis yang didasarkan pada penghormatan Islam terhadap perempuan inilah yang menjadikannya subjek aktif dalam mewujudkan peradaban baru dunia. Dunia Islam penuh dengan perempuan-perepmpuan yang mengagumkan dan berpengaruh, yang tanpa mereka, sejarah dunia akan berada di jalur kemunduran dan kemerosotan.
Jelas, tidak ada pena dan penulis yang dapat menuliskan semua keagungan dan kehebatan para perempuan ini, karena kita berbicara tentang manusia multifaset, yang selain peran terpenting dalam sejarah umat manusia, yaitu menjadi ibu dan istri, juga bertanggung jawab atas peran humanisasi (membangun manusia) dan kemudi sosial, menjadi manifestasi utama dari reformasi dan perkembangan masyarakat dunia.
Perempuan-perempuan yang merupakan tonggak utama keluarga dan di banyak geografi politik dunia juga merupakan juru mudi kepemimpinan politik dan budaya masyarakat. Dengan kata lain, sejarah menunjukkan bahwa dari awal hingga sekarang, terdapat proses evolusi kehadiran perempuan di bidang politik, sosial, budaya dan ekonomi, selain memberikan kenyamanan, persalinan, dan rumah tangga.
Pengetahuan dan Revolusi Islam, yang mengarah pada kristalisasi peradaban baru Iran Islami, telah sangat efektif dalam menciptakan perempuan yang membangun peradaban. Dalam Islam, perempuan tidak dipandang sebagaimana di Barat, yang mana gender perempuan mengalahkan kepribadian dan kemanusiaannya, juga tidak seperti di Timur yang berusaha mengisolasi dan meminggirkan perempuan, tetapi Islam mengusung model ketiga dari perempuan, yaitu perempuan yang berpengaruh dan membangun manusia, dan perempuan seperti itu adalah poros/pusat peradaban dunia.
Karena itu, peradaban dunia tidak akan terbentuk tanpa adanya perempuan, yaitu perempuan yang memiliki identitas kemanusiaan yang mandiri dan diakui kebebasan serta martabatnya. Dunia masa depan membutuhkan perdamaian dan keadilan lebih dari apa pun.
Perang, ekses, kerakusan dan diskriminasi merupakan hambatan bagi pembentukan peradaban global. Peradaban ini membutuhkan kehadiran perempuan berpengaruh lebih dari sebelumnya, karena perempuan adalah simbol perdamaian, keamanan dan kasih sayang.
Dalam dunia yang bebas dari perang dan untuk kelangsungan peradaban global, perempuanlah yang menjadi juru kemudi, reformis, siap berkorban tanpa pamrih/klaim, pembawa kekuatan pengetahuan dan dapat menutup jalan perang dan ketidakadilan. (*)
Dr. Sara Fallahi, Anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri dan Juru Bicara Fraksi Perempuan di Parlemen Iran. Tulisan ini pertama kali dipublikasikan melalui Rakyat Merdeka dengan judul yang sama.