Purnawarta – Situs If American Knew mendokumentasi 71 rancangan undang-undang (RUU) pro-Israel yang sepanjang tahun 2021 dibahas dalam 125 hari sidang Kongres Amerika Serikat. Hal ini membuat publik mengernyitkan dahinya mengingat Amerika Serikat yang mengklaim dirinya sebagai pejuang HAM justru menumpahkan sebagian besar urusan legislasi Kongresnya untuk mendukung Israel yang notabene adalah pelanggar HAM menurut PBB.
Fenomena ini membuktikan bahwa bahwa lobi pro-Israel bisa dibilang lobi yang paling luas dan berpengaruh di AS. Lobi pro-Israel diduduki oleh sejumlah miliarder Yahudi Amerika yang memberikan donasi besar-besaran ke dua partai AS, Demokrat dan Republik. Bahkan calon Presiden yang ingin berhasil dalam pilpres AS harus mampu memenangkan dukungan penuh dari lobi tersebut.
Orang Amerika perlu tahu betapa ‘dermawannya’ legislator mereka soal alokasi uang pajak negara untuk kepentingan Israel. Berikut ini adalah daftar RUU yang saat ini sedang dibahas di Kongres dan mungkin akan lebih banyak lagi kedepannya. Keseluruhan RUU tersebut dapat dikelompokkan dalam 6 kategori terpisah, antara lain: bantuan finansial, bantuan non-finansial, RUU anti Hamas dan perlawanan Palestina, RUU “Anti-semitisme baru”, promosi Israel di kancah Internasional dan RUU minor dalam beragam permasalahan.
BANTUAN FINANSIAL
Undang-undang ini berupaya memberikan bantuan militer tahunan sebesar $3,8 miliar (Rp. 54 triliun) kepada Israel atau sekitar $10,8 juta (Rp. 156 miliar) per hari. Sejak tahun 1946, dua tahun sebelum Israel mendirikan negara di atas 78% dari wilayah Palestina, AS telah memberikan total bantuan militer sebesar $154,7 miliar (Rp. 2.191 triliun) kepada Israel (disesuaikan dengan inflasi: $243,9 miliar – sekitar Rp. 3.500 triliun). Angka tersebut lebih banyak dari bantuan AS ke negara lain manapun sejak Perang Dunia II.
Tercatat total ada 23 RUU terkait bantuan finansial untuk Israel yang saat ini sedang dibahas di Kongres AS dimana 13 diantaranya diajukan pasca Perang 11 Hari antara Israel dengan Gaza (Mei 2021). Termasuk dana isi ulang sistem pertahanan udara Iron Dome senilai USD 1 miliar (Rp. 14 triliun). Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid bahkan sampai perlu terbang ke Washington untuk meminta bantuan dana darurat pasca Perang 11 Hari.
BANTUAN NON-FINANSIAL
Dalam 4 RUU yang sedang dibahas dalam bidang ini, AS menyatakan dukungan untuk Israel sebagai sekutu terbesar Washington serta membela haknya untuk ‘bertahan dari serangan teroris’. AS juga mendukung Israel dengan melawan gerakan BDS (Boikot, Divestasi dan Sanksi atas Israel) serta ancaman-ancaman lain seperti ancaman demografis berupa perkembangan populasi komunitas Arab Palestina di Israel yang melebihi komunitas Yahudi.
Selain itu, AS juga mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel secara unilateral. AS menganggap Israel sebagai satu-satunya entitas demokrasi di Timur Tengah. AS melawan segala bentuk pertentangan dengan Israel dari pihak manapun, terutama pihak Palestina, khususnya Hamas dan Jalur Gaza.
RUU ANTI HAMAS DAN PERLAWANAN PALESTINA
AS menyodorkan 10 RUU yang terpusat pada persoalan Hamas beserta sekutu dan pendukungnya. AS mengatur ancaman dan sanksi langsung maupun tidak langsung untuk pihak-pihak tersebut, memasukkan mereka ke dalam daftar terorisme serta memblokir mereka dari sejumlah platform media dunia maya.
AS juga menekan UNRWA (Agensi Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina) agar memperumit proses serta memastikan ‘transparansi dana’ supaya penyaluran dana UNRWA tidak sampai ke Hamas. Selain itu, AS menjatuhkan sanksi terhadap pihak manapun, baik individu maupun pemerintah yang menyalurkan dukungan terhadap Hamas atau kelompok perlawanan lainnya.
RUU “ANTI-SEMITISME BARU”
Rangkaian RUU yang disodorkan selama dan setelah Perang 11 Hari ini bertujuan untuk membatasi atau bahkan mencabut hak kebebasan berpendapat seseorang dalam mengkritik Israel. RUU ini utamanya menargetkan anggota Kongres AS yang didapati mendukung Palestina dan melayangkan kritik atas Israel.
Di antara anggota Kongres yang menjadi sasaran rangkaian RUU ini adalah Cori Bush (D-MO), Alexandria Ocasio-Corez (D-NY), Ilhan Omar (D-MN), Rashida Tlaib (D-MI), Ayyana Pressley (D-MA) dan Pramila Jayapal (D-WA). Nama-nama tersebut dituding melakukan tindakan anti-semitisme karena mengkritik Israel, mengecam pembantaian serta pendudukan militer Israel atas Palestina, menyebut Israel sebagai negara apartheid dan menyalahkan Israel atas meletusnya Perang 11 Hari.
PROMOSI ISRAEL DI KANCAH INTERNASIONAL
Israel memiliki problem eksistensial mendasar sejak pertama kali berdiri di atas wilayah pendudukan Palestina. Dalam hal ini, AS berada di belakang Israel sebagai pihak yang berusaha memperlakukan Israel sebagai negara “normal” seakan menutup mata bahwa negara tersebut didirikan melalui perang, pembersihan etnis dan pelanggaran hukum internasional secara terang-terangan.
Sejumlah RUU yang saat ini sedang dibahas di Kongres berkaitan dengan hal ini terfokuskan pada pelebaran sayap Israel ke negara-negara dunia melalui tangan Amerika Serikat. AS dengan seluruh pengaruhnya di banyak negara sebagai negara adidaya mampu menjadi perantara untuk menyampaikan Israel ke negara-negara yang dituju.
Salah satu contoh nyatanya adalah normalisasi hubungan antara Israel dengan negara-negara Arab yang bertajuk “The Abraham Accord”. Setidaknya ada 2 RUU yang telah diajukan dalam hal ini. Selain itu, AS juga menekan atau memberi imbalan pada negara-negara yang berniat mengakui eksistensi Israel sebagai negara dan menjalin hubungan dengan rezim tersebut.
RUU MINOR PRO-ISRAEL LAINNYA
Dalam kategori ini, AS menyodorkan sejumlah RUU dalam beragam permasalahan. Antara lain adalah penjaminan kedaulatan wilayah Israel, kerjasama teknologi militer AS-Israel, penekanan terhadap Uni Eropa untuk memasukkan Hezbollah ke dalam daftar terorisme, menanggapi kerjasama Iran-China dan lain-lan.
Banyaknya sidang, RUU, resolusi dan dana yang dialokasikan untuk Israel dari Kongres Amerika Serikat sebagaimana yang terjadi selama tahun 2021 ini seharusnya membuat masyarakat Amerika bertanya-tanya, milik siapakah Kongres ini? Kenapa AS masih bersikukuh mengutamakan Israel dengan kebijakan Israel Firstnya padahal berjanji pada masyarakat untuk lebih mengutamakan rakyat Amerika? Mike Prysner, veteran AS dalam salah satu orasinya pernah berkata, pemerintah ini bukanlah milik kita -orang Amerika, tapi milik mereka -miliarder yang mendominasi panggung politik AS, kontraktor minyak dan pedangang senjata.