Purna Warta – Setiap satu dari petinggi Israel, yang telah mengadakan kunjungan ke Gedung Putih, menuntut kelaziman putus kesepakatan bersama Iran dalam konferensi Wina dan pengambilan sebuah kebijakan yang seratus persen memihak Barat.
Bertepatan dengan kelanjutan perundingan nuklir di Wina dan prediksi tentang hasil akhir perundingan, manuver beberapa media dan politikus rezim Zionis semakin meningkat untuk mempengaruhi hasil akhir konferensi.
Di tengah situasi ini, harus diingat bahwa operasi Israel sangatlah ketara karena keributan yang dibuat Zionis dan beberapa ciri indikasi kesepakatan di Wina.
Baca Juga : Apa Politik Bahaa Al-Hariri di Lebanon Pasca Saad Mundur?
Desakan Perdana Menteri rezim Zionis agar segera menentukan jadwal terakhir konferensi dan tuntutannya kepada negara-negara Benua Eropa untuk mencegah diri menyetujui perjanjian dengan Iran, dengan jelas menunjukkan kuantitas kekhawatiran Israel melihat arah perundingan di Wina. Dan bisa dipastikan bahwa masalah ini bukan berarti poros Barat semuanya berusaha merajut tali kesepakatan terbaik dengan Iran.
Beberapa bulan terakhir, fokus petinggi Israel di medan diplomasi dan perundingan adalah untuk memengaruhi dan mengganggu safari perundingan nuklir Wina. Kunjungan berkali-kali petinggi Zionis ke Amerika Serikat dan ke negara-negara Benua Biru merupakan bukti akan masalah ini. Dengan beginilah mereka berusaha menghapus indikasi dan menutup pintu terbukanya hasil kesepakatan positif dan adil dengan Iran.
Di tengah upaya ini, setiap satu dari petinggi Israel yang telah memasuki Gedung Putih, dengan sekuat tenaga bekerja menghapus indikasi terjalinnya kesepakatan positif dengan Iran. Jikapun terjadi kesepakatan, maka harus dirundingkan dengan AS dan diputuskan secara sepihak demi kepentingan Barat sepenuhnya.
Tugas berat ini dipikulkan ke Eyal Hulata, Penasihat Keamanan Dalam Negeri Israel. Minggu pekan lalu, Hulata telah mendarat di Washington demi membahas Iran bersama Jake Sullivan, sekutu Amerikanya di Gedung Putih. Sehari sebelumnya, Perdana Menteri Naftali Bennett telah mengadakan hubungan telpon dengan Presiden AS, Joe Biden.
Baca Juga : Perdana Menteri Lebanon Ancam Pengunduran Diri
“Jika kesepakatan tersebut tidak Anda tandatangani, tidak akan terjadi apa-apa,” kata PM Israel meyakinkan Presiden AS di telpon.
Kunjungan Yair Lapid, Menlu Israel, ke Inggris dan Prancis merupakan satu tugas yang tak lain untuk mendiktekan tuntutan Tel Aviv ke Eropa.
Kunjungan Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, ke tanah pendudukan pekan lalu juga masuk dalam bab upaya membahas tuntutan-tuntutan Israel dalam perundingan Wina.
Manuver rezim Zionis untuk menggagalkan resolusi nuklir 2015 atau JCPOA tidak meninggalkan secuil masalah apapun. Sedari tahun 2015, di tengah perundingan Iran dan 5+1, telah terlihat upaya-upaya gagal Benjamin Netanyahu, PM Israel kala itu, untuk menghabisi perjanjian.
Baca Juga : Pukulan Keras Kedua ke Israel Pasca Disebut Apartheid Oleh Amnesty International
Bahkan di waktu penandatanganan resolusi, Netanyahu terbang ke New York dan orasi di tengah anggota Kongres menolak resolusi JCPOA. Ini merupakan sejarah baru dalam coretan buku politik AS.
Di periode Donald Trump, terendus kesearahan dan kesepahaman AS-Israel. Seandainya, kita tidak meyakini keputusan AS keluar dari JCPOA merupakan bisikan Benjamin Netanyahu, namun keputusan ini tidak bisa dipisahkan dari efek lobi Zionis di Amerika, AIPAC.
Naftali Bennett, PM Israel, mengambil strategi berbeda dengan pendahulunya, Benjamin Netanyahu. Perseteruannya dengan Washington tidak terlalu banyak diliput media dan perundingan paling banyak dilakukan di dalam kamar tertutup.
Menurut beberapa sumber media dunia Barat, Presiden Joe Biden dan PM Naftali Bennet memiliki perbedaan pandangan mengenai resolusi nuklir Iran. Presiden AS berupaya mengaplikasikan strategi sanksi dan perundingan. Sedangkan Zionisnya Bennett menolak mentah-mentah kesepakatan dalam bentuk apapun dengan Iran, bahkan mengupayakan agar Gedung Putih lebih keras merespon Negeri Para Mullah.
Baca Juga : Kesalahan-Kesalahan Jenderal Bintang 4 Amerika Serikat
Di tengah perkembangan ini, melihat langkah positif konferensi, maka untuk menghasilkan kesepakatan terbaik hanya butuh pada satu langkah keputusan Barat. Tahap ke-8 perundingan dilanjutkan pada hari Kamis dengan mempertemukan Enrique Mora, Koordinator perundingan dan Mikhail Ulyanov, petinggi Rusia, dengan Ali Bagheri, Kepala delegasi Iran. Setelah perundingan ini, diadakan pertemuan 3 jam antara pihak Iran, Uni Eropa dan 3 negara Eropa.