Kisah Persahabatan, Perlawanan, dan Kesyahidan Qassem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis

jend silaimani

Tehran, Purna Warta – Jenderal Qassem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis adalah dua tokoh terkemuka yang kehidupannya dikenal sebagai simbol perlawanan dan perjuangan melawan penindasan dan terorisme.

Baca juga: Apa itu Hashd al-Shaabi Irak dan Mengapa Amerika Berusaha Membubarkannya?

Meski memiliki perbedaan nasional, keduanya berbagi jalan yang sama dalam membela nilai-nilai kemanusiaan, memerangi terorisme, dan menjaga keamanan regional. Kisah hidup mereka, dari kelahiran hingga kesyahidan, penuh dengan pengorbanan dan ketulusan.

Dalam artikel ini, dibahas sekilas jalur bersama dua tokoh terkemuka di Asia Barat ini:

Bab Satu: Akar

Pada 1950-an, dua anak lahir di dua bagian berbeda Asia Barat. Qassem, putra dari keluarga petani miskin di Qanat Malek, Kerman (selatan Iran), lahir dalam keluarga petani yang taat beragama. Kehidupan sederhana di tengah pegunungan kering Kerman mengajarkannya kerja keras dan ketahanan.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Jamal Jafar, yang kemudian dikenal sebagai Abu Mahdi al-Muhandis, tumbuh dalam keluarga Syiah dan religius di “Basra” Irak. Jamal tumbuh dalam lingkungan yang dipenuhi penindasan dan tekanan dari rezim Ba’ath.

Saat Qassem muda bekerja di sektor konstruksi untuk mendukung keluarganya, Jamal sedang belajar teknik di Universitas Basra. Meskipun jalur mereka berbeda, keduanya akhirnya tiba pada tujuan yang sama: perjuangan untuk keamanan.

Bab Dua: Kelahiran Para Komandan

Jenderal Soleimani bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) pada tahun 1981, di mana kepribadian militernya terbentuk. Perang antara Iran dan rezim Ba’ath Irak menjadi kesempatan baginya untuk menunjukkan kemampuannya yang luar biasa sebagai komandan Divisi 41 Tharallah.

Ia menjadi seorang ahli strategi terkemuka dari perbatasan barat Iran hingga garis depan peperangan besar di kawasan ini. Di sisi lain, Abu Mahdi al-Muhandis bergabung dengan Partai Dawa Islam di Irak, melawan rezim diktator Saddam Hussein.

Seiring dengan meningkatnya penindasan terhadap Syiah di Irak, ia terpaksa migrasi ke Iran. Di Iran, al-Muhandis menjadi sosok kunci dalam mengorganisir kekuatan oposisi Irak dan membangun jaringan pejuang untuk menghadapi rezim Ba’ath.

Bab Tiga: Di Tengah Api

Tahun-tahun kemudian, kedua komandan ini bertemu dalam perang melawan musuh bersama mereka, Daesh. Daesh, sebuah kelompok teroris yang melakukan kejahatan paling kejam atas nama agama, menduduki sebagian besar wilayah Irak dan Suriah pada tahun 2014.

Baghdad hampir runtuh, dan jutaan orang berada dalam bahaya dibantai.

Pada saat itu, Jenderal Soleimani, dengan pengalaman bertahun-tahun dalam pertempuran dan hubungan erat dengan poros perlawanan, datang ke Irak. Di Baghdad, ia bertemu dengan Abu Mahdi al-Muhandis, komandan Pasukan Mobilisasi Populer, Hashd al-Sha’bi, dengan siapa ia sebelumnya telah berkolaborasi dan memiliki persahabatan. Persahabatan mereka, yang dibangun atas dasar saling percaya, rasa hormat, dan tujuan bersama, mengubah jalannya sejarah regional.

Baca juga: Jimmy Carter dan Warisan Buruk Permusuhannya Terhadap Republik Islam Iran

Bab Empat: Pertempuran Penentu

Di medan perang, Jenderal Soleimani tidak hanya dikenal sebagai komandan tetapi juga sebagai pemimpin yang menginspirasi. Ia menyatukan berbagai kekuatan dari berbagai etnis dan agama dalam kondisi yang sangat sulit. Di sisi lain, al-Muhandis, dengan kemampuannya yang luar biasa dalam mengorganisir kekuatan, memainkan peran kunci dalam menggerakkan pasukan rakyat.

Operasi pembebasan Tikrit, Fallujah, Mosul, dan kota-kota lain yang diduduki menjadi simbol kerjasama luar biasa antara keduanya. Dalam setiap pertempuran, Jenderal Soleimani berada di garis depan, dengan sepatu botnya yang berdebu dan catatan tulisan tangannya yang meningkatkan semangat pasukan.

Selain itu, Al-Muhandis, dengan pengelolaan yang tepat, memaksimalkan logistik dan dukungan publik. Salah satu momen yang paling mengesankan adalah pertemuan mereka di wilayah yang terkepung di Amerli. Meskipun berbahaya, Jenderal Soleimani dan al-Muhandis secara pribadi memasuki wilayah tersebut dan memimpin operasi untuk membebaskan wilayah yang terkepung. Operasi ini bukan hanya kemenangan militer, tetapi juga sumber harapan baru di kalangan rakyat.

Bab Lima: Pembunuhan dalam Kegelapan

Dengan kekalahan Daesh, pengaruh kedua komandan ini sebagai pahlawan perlawanan meningkat. Hal ini menjadikan mereka target utama musuh-musuh regional dan internasional. Pada pagi hari tanggal 3 Januari 2020, ketika Jenderal Soleimani tiba di Baghdad dalam kunjungan resmi, konvoi mereka bersama al-Muhandis menjadi sasaran serangan drone AS di dekat Bandara Internasional Baghdad.

Pembunuhan tersebut dilakukan atas perintah Donald Trump, Presiden AS saat itu. Ledakan tersebut mengubah kendaraan yang membawa kedua komandan tersebut menjadi tumpukan abu dan debu. Berita tentang kesyahidan mereka memicu gelombang kemarahan dan kesedihan di seluruh dunia.

Bab Enam: Warisan Abadi

Setelah kesyahidan mereka, jenazah Jenderal Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis diarak dalam prosesi pemakaman yang dihadiri oleh jutaan pelayat di Iran dan Irak. Upacara ini melambangkan persatuan bangsa-bangsa di kawasan tersebut melawan penindasan. Jenderal Soleimani, sebagai simbol pengorbanan dan perlawanan, dan Abu Mahdi al-Muhandis, sebagai ahli strategi bijak dan pejuang tanpa lelah, menjadi teladan bagi generasi mendatang.

Warisan mereka menunjukkan bahwa dalam kondisi yang paling sulit, kehendak manusia dapat mengalahkan penindasan. Kisah yang tidak berakhir adalah kisah kehidupan Jenderal Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis, kisah tentang pria yang berjuang melampaui batas negara untuk keamanan dan kebebasan.

Keduanya menunjukkan kepada dunia bahwa persahabatan dan persatuan dapat menciptakan kekuatan yang tak tertandingi, bahkan di tengah peperangan. Kesyahidan mereka bukanlah akhir dari jalan, tetapi awal dari penyebaran ideologi perlawanan. Kenangan tentang kedua komandan ini akan tetap hidup di hati orang-orang yang mencintai kebebasan selamanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *