Purna Warta – Surat kabar Qatar mengupas penasaran pihak AS dan Israel di saat Sekjen Hizbullah Sayid Hasan Nasrullah diam tidak menanggapi masalah pemetaan perbatasan maritim.
Pernyataan-pernyataan yang sangat optimis semakin menggencar pasca kunjungan utusan AS Amos Hochstein ke Beirut pada hari Jumat kemarin. Akan tetapi Sekjen Muqawamah Lebanon Sayid Hasan Nasrullah diam seribu bahasa tanpa mengeluarkan satupun tanggapan mengenai perundingan pemetaan perbatasan laut Lebanon-Israel. Masih tetap pada pendiriannya yang memberikan kesempatan pada Tel Aviv berkaitan dengan daerah sumur gas Karis.
Baca Juga : Debu 11 September Masih Berjatuhan di Atap Rumah Warga AS
Rai al-Youm, surat kabar asal Qatar dalam salah satu tulisannya melaporkan bahwa pernyataan optimis sama seperti pernyataan para pembesar Eropa dalam 10 bulan terakhir tentang sukses kesepakatan perundingan JCPOA dengan Amerika.
“Kami berharap optimisme pihak Lebanon ini benar dan mengiyakan niat AS-Israel, karena jalan selainnya adalah perang. Abdullah Buhabib, Menlu Lebanon pasca pertemuannya dengan PM Najib Mikati menegaskan bahwa Hochstein telah mengajukan tawaran anyar dan ada beberapa kemajuan meskipun sampai sekarang masih belum disetujui. Lebanon pegang teguh garis 23 dan semua sumur Qana,” tulis analis Rai al-Youm.
“Kami tidak tahu apa isi tawaran baru Israel yang menimbulkan optimisme para petinggi Lebanon. Tapi kami yakini bahwa Sayid Hasan Nasrullah sudah pasti mengetahui detail-detail isinya, karena dia akan mengatakan pernyataan akhir. Karena 4 pesawat tanpa awak yang dikirim ke daerah pendudukan Karis telah menyebabkan kekhawatiran pihak Israel dan AS. Kedua belah pihak telah diprovokasi untuk mempersembahkan poin dan mempercepat kesepakatan,” tambahnya.
Sayid Hasan Nasrullah, berdasarkan pengamatan jurnalis Rai al-Youm, bersama dengan media Muqawamah tentu menganalisa situasi secara mendetail. Namun demikian mereka memilih diam dan menyerahkan perundingan yang dimediasi Amerika ini kepada pemerintah. Dan diam ini akan pecah jika target mediasi Washington hanya untuk mengulur waktu dialog hingga Pemilu November yang akan datang di Israel dan pemilihan paruh waktu Dewan Legislatif AS yang akan diselenggarakan 1 minggu setelah Pemilu di Tel Aviv.
Baca Juga : Aljazair: Selama Spanyol Tidak Meminta Maaf, Tidak Ada Gas
“Reaksi Hizbullah sebagaimana yang dikatakan Sayid Hasan Nasrullah bukanlah ancaman dengan peluncuran rudal dan mengirim drone ataupun menyerang daerah al-Jalil, utara Palestina Pendudukan dan pembebasan wilayah tersebut. Titik yang paling urgen yang diungkapkan dengan sangat optimis oleh Menlu Buhabib adalah pernyataan yang dikutip dari Hochstein, Utusan AS, yang menyatakan, “Joe Biden, Presiden AS menelpon Yair Lapid, PM Israel untuk segera menyelesaikan perundingan pemetaan perbatasan bulan ini atau depan.” Jadi pemerintah Washington sadar dan mengetahui bahwa Tuan Nasrullah sangatlah serius dalam ancamannya dan sangat memegang tegas atas gencatan senjata yang diberikan kepada Israel yang akan habis dalam beberapa hari ke depan. Biden tidak menunjukkan keinginannya untuk perang di Timur Tengah di saat Barat sibuk menghadapi perang dunia di Ukraina,” tulis Rai al-Youm.
Dengan mengutip ancaman Jenderal Aviv Kochavi yang menyatakan bahwa Lebanon dan Hizbullah harus membayar setiap jengkal pelanggaran di kedaulatan Israel ataupun di daerah sumur minyak dan gas, mereka harus menerima hukuman pelanggaran ini.
“Ancaman ini omong kosong dan hanyalah klaim akan sebuah keberanian. Tujuannya adalah meyakinkan opini umum yang terlanjur takut. Karena Jenderal Kochavi menyadari bahwa jika Sekjen Hizbullah Sayid Hasan Nasrullah memutuskan untuk perang dan mengklik tombol rudal, maka akan ada lebih dari 3000 rudal serta ratusan pesawat tanpa awak yang akan menghujani Palestina Pendudukan,” tegas penulis Rai al-Youm.
Dalam kesimpulannya, surat kabar Qatar ini menuliskan, “Sepertinya sumur-sumur gas dan minyak daerah pendudukan Lebanon di Karis ataupun medan ke-9 dan Qana berada dalam upaya pembebasan, baik secara damai maupun perang, sebagaimana pembebasan wilayah selatan Lebanon di awal abad ini oleh kekuatan poros Muqawamah. Kami yakin bahwa diam lisan atau rudal Hizbullah tidak akan lama.”
Baca Juga : Ratu Elizabeth dan Warisan Tercela Kolonialisme Inggris
Genjatan senjata atau kesempatan yang diberikan Sayid Hasan Nasrullah kepada Israel berkaitan dengan ekspansi gas di sumur Karis hanya berlaku pada bulan September. Jika Lebanon tidak mendapatkan haknya, maka tidak akan ada satupun pihak yang boleh menyuling gas di Karis.
Sebelumnya, Hizbullah telah mengirim pesawat tanpa awaknya ke Karis, hal yang diungkap oleh Sayid Hasan Nasrullah dalam salah satu orasinya dan menegaskan bahwa target dari keputusan ini adalah memperingatkan rezim Zionis.
Melihat tindakan tegas ini, Israel mundur takut dan mengajukan tawaran perundingan dengan mediasi Amerika Serikat. Lebih memilih langkah diplomatik untuk menyelesaikan kontra dalam waktu yang lebih singkat.
“Tidak ada satupun titik sasaran di Israel yang tidak dapat dijangkau rudal Muqawamah… Lebanon telah menghadiahkan banyak poin karena menuruti keinginan AS terkait garis 23 maritim… Bola sekarang bukan di tangan Lebanon, karena Beirut tidak memiliki izin untuk mengeksploitasi minyak dan gas di daerah konflik,” peringat Sekjen Hizbullah Sayid Hasan Nasrullah dalam orasinya.
Baca Juga : PR Mary Elizabeth Truss di Kursi Perdana Menteri Inggris