Purna Warta – Surat kabar Qatar menganalisa perkembangan situasi Irak terakhir ini dan menjelaskan ketenangan semu yang mana gerakan Sadr dapat meledak sewaktu-waktu.
Pasca Sayid Muqtada Sadr menarik mundur para pengikutnya dari jalan-jalan, sepertinya situasi membaik dan menenang. Akan tetapi instansi pengadilan negara hingga saat ini belum berupaya menyelesaikan perbedaan pendapat tentang tuntutan pengikut Sadr untuk membubarkan Parlemen.
Al-Araby al-Jadeed dalam pengamatannya menuliskan, “Pengadilan Tinggi Federal Irak kemarin Rabu 31 Agustus, telah mengundur hari pengambilan putusan tuntutan pendukung Gerakan Sadr untuk membubarkan Parlemen.”
Baca Juga : Menlu Abdullahian: Hilangnya Musa Sadr Masih Dalam Agenda Diplomatik Iran – Lebanon
Upaya Koordinasi Syiah dalam Pembentukan Pemerintahan Baru
Menurut laporan surat kabar Qatar tersebut, Komisi Koordinasi Partai-Partai Syiah Irak menuntut konferensi Parlemen untuk pemilihan Presiden serta dimulainya langkah-langkah pembentukan pemerintahan baru dengan Perdana Menteri Mohammed Shia al-Sudani.
Ali al-Fatlawi, salah satu petinggi Komisi Koordinasi dalam wawancaranya dengan al-Araby al-Jadeed menyatakan bahwa langkah penyusunan pemerintahan baru terus berjalan dan hubungan-hubungan politis antara Komisi Koordinasi serta semua pihak Sunni dan Kurdi sudah dilakukan sejak kemarin, Rabu, 31/8. Hal ini dilakukan demi dimulainya pertemuan-pertemuan Parlemen.
“Ancaman untuk turun ke jalan tidak menguntungkan siapapun dan urusan ini harus dilaksanakan setelah dimulainya pertemuan-pertemuan Parlemen dan pembentukan pemerintahan baru, bukan sekarang. Kami sebagai Koalisi Struktur Koordinasi dalam hal ini menuntut dan kami tidak akan mundur, jadi dalam beberapa hari ke depan, kami akan segera merealisasikannya,” tambahnya.
Sementara Qais al-Khazali, Ketua Gerakan Asaib Ahl al-Haq, Selasa (30/8) telah menuntut dimulainya konferensi-konferensi Parlemen dan pembentukan pemerintahan sesuai dengan UUD dalam waktu secepat mungkin.
“Situasi seperti ini tidak boleh berlarut-larut. Parlemen dan pemerintah (sekarang) sudah terhenti,” tegasnya.
Baca Juga : Sadr Mendesak Para Pendukungnya Untuk Terus Duduk Di Parlemen Irak
Penentangan Al-Halbousi
Di lain pihak, satu Wakil dari anggota koalisi al-Siyadah yang tidak ingin namanya dicantumkan, mengatakan, “Ada banyak tekanan dari pihak-pihak koalisi Struktur Koordinasi kepada Mohamed al-Halbousi, Ketua Parlemen. Mereka telah menuntut diadakannya pertemuan-pertemuan Parlemen. Namun hingga saat ini, al-Halbousi menolak tuntutan ini dan menegaskan darurat kesepakatan politik untuk menghidupkan kembali pertemuan-pertemuan Parlemen.”
Menurut sumber tersebut, alasan al-Halbousi menolak tuntutan ini karena akan mengembalikan warga turun ke jalanan dan berdiam di depan gedung Parlemen.
“Karena hal inilah, dia menolak pertemuan konferensi yang secara jelas kontra dengan para pendukung Gerakan Sadr,” tekannya.
Serangan Keras ke Koalisi Struktur Koordinasi
Di tengah situasi ini, Saleh Mohammed al-Iraqi, orang dekat Muqtada Sadr yang terkenal dengan sebutan Menteri di dunia maya, menyerang koalisi Struktur Koordinasi di dunia maya.
Di laman Facebook-nya dia menuliskan bahwa dirinya terkejut dengan keputusan koalisi Struktur Koordinasi saat mereka mengumumkan kehinaannya dan mengklaim penyatuannya dengan masyarakat dengan mendengungkan penyelenggaraan pertemuan Parlemen di saat darah para demonstran belumlah kering. Seakan yang terbunuh adalah seorang teroris atau Zionis dan tidak berkaitan dengan agama dan tanah air kami.
Baca Juga : Pendukung Sadr Bersumpah Untuk Tetap Berada Di Dalam Parlemen
Situasi Rawan
Salah satu petinggi Gerakan Sadr di Najaf menyatakan, “Bisa jadi Sadr terpaksa mendukung satu gerakan baru masyarakat demi mencegah pengulangan resep-resep pemerintahan sebelumnya yang telah memiskinkan bangsa Irak. Namun hal ini bukan berartikan serangan ke zona Hijau. Tidak adanya penghormatan antek-antek koalisi Struktur Koordinasi dengan Sadr dalam penarikan mundur para pengikut dan pembahasan mereka tentang pemerintahan pimpinan Mohammed Shia al-Sudani berartikan satu tipuan baru dalam urusan penyusunan pemerintahan mereka yang terdiri dari unsur Nouri al-Maliki, Qais al-Khazali dan Ammar al-Hakim.”
“Peristiwa yang terjadi kemarin di Baghdad dan beberapa kota di wilayah selatan Irak mengandung satu pesan bahwa pengikut-pengikut Gerakan Sadr bisa mengontrol jalan dan mereka tidak akan membiarkan Sadr keluar dari rel. Pesan ini telah tersampaikan dan sampai. Oleh karena inilah, penarikan mundur terjadi dari jalanan. Jadi seandainya sebagian pasukan koalisi Struktur Koordinasi terus memaksakan pembentukan pemerintahan baru mereka, akan ada kemungkinan mereka kembali ke jalanan,” tegasnya kepada al-Araby al-Jadeed.
Petinggi Gerakan di Najaf ini menambahkan, “Tuntuan Sadr masih ada dan tidak akan pernah mundur. Pembubaran Parlemen dan penentuan satu waktu tertentu terkait Pemilu darurat merupakan tuntutan urgen Sadr. Gerakan Sadr memiliki banyak opsi dalam merealisasikan tuntutannya ini. Keputusan Sadr, yang mundur dari kancah politik tidak bermaknakan pengundurannya dari kancah gerakan masyarakat yang menginginkan revolusi.”
Sementara Mahdi Abdel Karim, salah satu petinggi Demokrat Kurdi menegaskan kepada media Qatar ini, “Berupaya membentuk pemerintahan baru tanpa adanya kesepakatan politik dengan Gerakan Sadr, yang merupakan salah satu pilar, berartikan kontinuitas krisis dan pertarungan dan mungkin pengikut-pengikut Sadr kembali ke jalan. Jadi ketenangan yang ada sekarang bisa saja pecah karena langkah ini.”
Baca Juga : Upaya Al-Sadr Jalin Kesepakatan dengan Al-Maliki, Manuver Siasat atau Terpaksa?
“Krisis ini akan selesai dengan saling memberikan poin dan perundingan semua pihak untuk mendapatkan satu kesepakatan. Jadi ini adalah hal yang kami upayakan untuk direalisasikan bersama dengan teman-teman kami. Semua akan berusaha untuk mencegah pertumpahan darah warga Irak,” tambahnya.
“Sangat terbuka kemungkinan pendukung-pendukung Sadr kembali ke jalan karena tuntutan koalisi Struktur Koordinasi tentang pembentukan pemerintah tanpa kesepakatan Gerakan Sadr dan penentuan waktu Pemilu darurat,” jelas salah satu analis berdarah Irak kepada al-Araby al-Jadeed.
“Kembalinya pedukung Sadr ke jalan berartikan kegagalan proyek koalisi Struktur Koordinasi dalam pembentukan pemerintahan baru. Semua mengerti tidak akan terbentuk pemerintahan tanpa partisipasi Gerakan Sadr,” tambahnya.