Kesempatan yang Diberikan Perang Ukraina kepada Bin Salman: Memainkan AS

Kesempatan yang Diberikan Perang Ukraina kepada Bin Salman: Memainkan AS

Purna Warta Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman, memungut kesempatan yang diberikan perang Ukraina dengan memainkan Washington sesuai kepentingan Riyadh dan mengarahkan sumber daya alamnya ke dunia Timur.

Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Saudi, dalam wawancara terbarunya dengan majalah Washington, The Atlantic, mengungkapkan begini bahwa dirinya sudah melupakan Joe Biden, dirinya sudah tidak perhatian lagi dengan sang Pemimpin Gedung Putih.

Baca Juga : Sayid Hasan Nasrullah: Bodoh Percaya Pada Amerika

“Bagiku sudah tidak penting apa pendapat Joe Biden,” katanya. Bahkan MBS mengancam Presiden AS dengan mengungkap indikasi permusuhan Riyadh terhadap Gedung Putih dan mengatakan, “Jika terjadi seperti ini, dunia Timur akan menyambut untuk mendapatkan sumber-sumber Saudi.”

Rai al-Youm, surat kabar dunia Arab yang dicetak di London, menuliskan sebuah catatan mengenai pernyataan Bin Salman ini dan menuliskan dalam laporannya bahwa pernyataan ini mendapatkan perhatian khusus dari banyak analis politik. Dari sinilah, mereka menunggu waktu kecolongan AS akan sekutu strategisnya seperti Arab Saudi yang memainkan peranan penting di bidang minyak dan upaya menjaga harga energi.

Sebagaimana biasanya, menuru hemat Rai al-Youm, Putra Mahkota Bin Salman terus berusaha menarik perhatian AS dan memaksanya untuk mengadakan tawar-menawar secara privasi. Sementara Presiden AS Joe Biden masih cuek dan enggan untuk berbicara dengannya.

Semua tribun pendukung Mohammed bin Salman menyebut wawancara ini dengan bersejarah yang mempertontonkan peran kepemimpinan Arab Saudi melawan upaya pengasingan oleh pemerintah Washington. Akan tetapi masih ada persoalan yang mengganggu pihak-pihak dalam negeri Riyadh bahwa berapa kapasitas kekuatan yang dimiliki Bin Salman untuk menahan panas perkembangan situasi ini?

Baca Juga : Krisis Ukraina, Buktikan Jurang Relasi Saudi-Emirat dan Amerika

Jika respon Amerika berbeda dengan yang dinantikan MBS, menurut Rai al-Youm, maka aksi ghosting Bin Salman ini akan mendorong Joe Biden mengambil langkah keras terhadap MBS. Dia akan masuk melalui lorong kelam kasus Jamal Khashoggi, yaitu Joe Biden tidak akan berhenti hanya pada klaim campur tangan MBS dalam berkas jurnalis Washington Post ini, tapi lebih.

Analis Rai al-Youm meyakinkan, “Mohammed bin Salman tidak ingin masuk ke ring pertarungan dengan mereka. Menurut pengamatan beberapa analis, keputusannya untuk menghadiri wawancara dengan media AS, terkhusus dengan The Atlantic, masih membuktikan kesukaannya dengan Amerika dan ingin menarik perhatian mereka via media-media Washington sendiri.”

Berdasarkan hal ini, maka Bin Salman sedang memainkan kartu emas hitam. MBS tidak ingin menurunkan harga dan masih memegang kesepakatan dengan Rusia sehingga tidak menaikkan angka produksi minyak.

Mungkin, menurut hemat Rai al-Youm, krisis Rusia vs Ukraina berjasa pada Putra Mahkota Mohammed bin Salman dengan menghadiahkan kesempatan memaksa Presiden Joe Biden berniaga dengannya. Sanksi-sanksi yang diaktifkan ke bidang minyak Rusia telah menyebabkan kenaikan harga di pasar dunia, bahkan meningkatkan inflasi AS.

Baca Juga : Kesempatan yang Diberikan Perang Ukraina kepada Bin Salman: Memainkan AS

“Setelah site Axios membongkar dialog para Penasihat Presiden Joe Biden berkisar rencana kunjungan ke Riyadh yang bertujuan untuk meyakinkan kerajaan Saudi untuk meningkatkan kerja pompa minyak, ada beberapa sinyal yang memperlihatkan peningkatan kepercayaan petinggi Saudi dalam beberapa jam terakhir,” tulis Rai al-Youm.

Akan tetapi rasa percaya ini hilang begitu saja, di saat Gedung Putih menegaskan bahwa Presiden tidak ada rencana untuk mengunjungi Saudi. Washington isu tentang keinginan Joe Biden untuk berbicara dengan Putra Mahkota.

“Sepertinya Venezuela adalah pihak pengganti paling layak sebagai negeri produsen minyak. Amerika Serikat bergerak dalam lingkup rancangan ini dengan mengurangi sanksi-sanksi yang sempat dihidupkan versus Venezuela. Meskipun Nicolas Maduro, Presiden Venezuela, tanpa ragu mendukung langkah Negeri Beruang Merah,” hemat analis Rai al-Youm.

Sepertinya Gedung Putih sedang melakukan bersih-bersih keraguan dan menegaskan secara gamblang pendirian sang Presiden menghadapi ancaman Bin Salman. Demi urusan inilah, Jen Psaki, Jubir Gedung Putih, menyatakan, “Tidak ada program Presiden untuk mengadakan kunjungan ke Saudi dan berniaga minyak dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman.”

Baca Juga : Sudah Diketahui, Ini Proyek Besar AS di Perbatasan Irak-Suriah

Jen Psaki menegaskan bahwa Presiden AS masih dalam pendiriannya tentang Arab Saudi. Jadi ini merupakan bukti bahwa Presiden AS tidak mundur dari kritiknya terhadap kerajaan Riyadh dalam kasus-kasus penting, termasuk kasus HAM.

Pernyataan Gedung Putih ini mengungkit satu pertanyaan mengenai langkah Bin Salman selanjutnya, apakah MBS akan mengarahkan sumber daya alamnya ke poros Timur? Atau mungkin Bin Salman menambah kekuatan menjaga kesepakatannya dengan Rusia dan tetap netral merespon perang Rusia-Ukraina?

Karena, menurut hemat Rai al-Youm, ancaman terakhir Bin Salman ini tidak merubah pendirian Joe Biden tentang pribadinya dan terus mempertahankan jaringannya dengan sang Raja Salman secara langsung. Padahal Bin Salman telah membawa-bawa nama Israel dengan menyebutnya sebagai sekutu potensial dan menebar sinyal indikasi normalisasi dengan Tel Aviv.

Akan tetapi, di masa sekarang ini, cuek semu ini masih belum bisa menarik perhatian AS, karena Washington lagi menunggu akhir perang Vladimir Putin di Ukraina dan menyorot efeknya ke pasar dunia, baik pasar energi, gas, minyak, bahkan indikasi perang dunia III ataupun nuklir.

Baca Juga : Kenapa Turki Ingin Buka Lembaran Baru dengan Arab Saudi?

“Relasi Amerika-Saudi berdiri di atas perjanjian Abdulaziz bin Saud dan Franklin Roosevelt di atas kapal Quincy tahun 1945. Semua Raja Saudi memegang teguh kerja sama tersebut, kecuali Raja Faisal. Mereka hanya bisa menyerah kepada tuntutan AS untuk menambah produksi minyak demi menurunkan harga dan menjaga stabilitas pasar serta ekonomi Barat,” tulis Rai al-Youm.

Hanya Mohammed bin Salman, menurut laporan analis Rai al-Youm, yang mengabaikan rencana Joe Biden dan memegang perjanjian OPEC Plus dengan Rusia.

“Dan selain tidak menyapa Bin Salman, apakah Presiden Joe Biden akan mengaksikan sikap lain?,” tanya analis Rai al-Youm mengakhiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *