Purna Warta – Edward “Ned” Price, Jubir Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat dalam menjawab pertanyaan yang mengatakan, “Apakah sekarang Kalian masih ingin meneruskan perundingan nuklir?”, Ned menjawab, “Fokus kami bukan pada hal ini dan kami ingin mendukung para perusuh dengan cara apapun yang kami bisa.”
John Kirby, Jubir Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih pada Kamis malam juga menyatakan bahwa Amerika akan terus mengembargo Iran beserta pasukan proxy-nya.
“Kami akan terus memberikan sanksi kepada para petinggi Iran dan pasukan proxy jaringan mereka. Saat ini kami tidak sedang mendekati satu kesepakatan dengan Iran,” jelasnya dalam konferensi pers.
John Kirby mengakui bahwa menyepakati satu hal dengan Iran tidaklah memungkinkan dalam waktu dekat. Sangatlah jauh, katanya.
Sementara adalah rahasia umum bahwa sanksi negaranya John Kirby ini telah menyengsarakan dan mengancam nyawa para pasien karena sanksi obat-obatannya. Namun demikian, AS menyatakan bahwa mereka berupaya untuk tetap membuka akses internet untuk Iran.
Sebelumnya, Joe Biden, Presiden AS, dalam satu orasi dukungannya terhadap perusuh di Iran baru-baru ini menjelaskan jatuhnya sanksi baru terhadap petinggi Iran yang menurut klaimnya berperan dalam meringkus para perusuh.
Dua hari setelah pernyataan Presiden Joe Biden ini, Kementerian Finansial AS mengumumkan kebijakan baru dalam langkah dekengannya terhadap perusuh Tehran. Mereka menuliskan 7 nama petinggi Iran, salah satunya Menteri Perhubungan Iran dalam buku merah sanksi. Sebelumnya juga Kementerian Finansial AS menuduh polisi etika Iran dengan tindak kekerasan terhadap para perempuan dan mereka juga didaftarkan dalam buku sanksi.
Dalam pernyataan sebelumnya, pemerintah Amerika sudah menudingkan telunjuknya kepada kepolisian keamanan akhlak Iran agar bertanggungjawab atas kematian Mahsa Amini tanpa mengeluarkan satupun bukti.
Negara-negara Eropa juga dalam beberapa hari ini bukan hanya mengeluarkan pernyataan interversial atas kasus dalam negeri Iran dengan dukungannya terhadap pendemo rusuh, akan tetapi mereka juga menuliskan satu catatan dan sedang mencari jalan upaya menjatuhkan sanksi.
Selain itu, AS mengklaim bahwa perundingan ada di luar agenda negara, padahal pemerintahan Joe Biden sebelumnya juga sama sekali tidak menunjukkan keinginannya untuk kembali ke JCPOA.
Sebagian politikus Washington memasak resep Donald Trump di Gedung Putih dan Presiden Joe Biden juga berada di bawah tekanan besar lobi Zionis dan sebagian politikus ekstrim hingga tidak memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan.
Beberapa media AS juga mengabarkan pengunduran waktu perundingan hingga pasca Pemilu tengah periode Kongres AS.
Dari sisi lain, negeri Paman Sam dan Benua Biru, yang tidak memiliki poin apapun di konferensi Wina, terus berupaya memanipulasi kematian Mahsa Amini dengan merubah opini umum dan memprovokasi kerusuhan dalam negeri Para Mullah demi mendapatkan poin untuk menekan.
Jelas bahwa di tengah situasi sekarang, negara-negara Barat dan kerajaan media jaringan mereka butuh pada kerusuhan dalam negeri Iran dengan target mengedepankan urusan kerusuhan ini di tengah meja bundar sebagai alat sanksi. Dan kemudian menjadikannya sebagai kartu tawar-menawar di bawah struktur perang ekonomi versus bangsa Tehran.
Kerusuhan adalah alat anti-revolusi Islam Iran untuk mericuhi perundingan nuklir dan memancing sanksi ataupun embargo. Melihat target ini jadi sangatlah penting untuk menganalisa dan menyorot langkah-langkah pemerintahan Joe Biden yang bermaksud untuk menghidupkan kembali strategi kerusuhan eks Presiden Donald Trump demi mengembangkan ketamakannya versus Iran.