Purna Warta – Russia Today (RT), 28/3, dalam salah satu cacatan Tom Fowdy menganalisa kerjasama komprehensif 25 tahun Iran-China dan menyebut tatanan geopolitik sekarang akan segera berubah.
China mampu menyeimbangkan relasinya dengan dunia Timur Tengah hingga saat ini. Kerjasama ini akan merubah permainan. Hubungan ini membuka kesempatan bagi Tehran untuk menguatkan statusnya di dunia dan meredam sanksi Washington.
Melihat pula relasi diplomatik yang dirajut China-Rusia, maka bisa disebut bahwa hubungan China-Iran sebagai persatuan, meskipun tidak memiliki warna resmi. Iran akan berperan sebagai poros realisasi agenda ekonomi One Belt-One Road (satu sabuk-satu jalan) beserta program Beijing di Samudra Hindia dan keamanan energi. Jadi relasi Iran-China adalah kesepakatan agung baik dibaca dengan kacamata metafora ataupun fakta.
“Pendekatan strategis dunia sedang mengalami perubahan,” tulis Fowdy, analis berdarah Inggris. Hingga saat ini, peta geopolitik berasas pada definitif Amerika dari Samudra Hindia hingga Pasifik dan definisi dari peta tersebut digariskan untuk meredam kekuatan China. Satu persekutuan ala Amerika yang diciptakan untuk membendung China, yang meliputi negara seperti Australia, Jepang dan India. Mereka berupaya untuk mensistematiskan kawasan ini demi menjaga tatanan dunia yang telah berlaku.
China memiliki sumber daya yang sangat besar dan kemampuan mereka terus meningkat. Namun pertanyaannya adalah bagaimana China akan membalas persaingan yang terus ditingkatkan oleh sekitar? Apakah Beijing akan berdiri sendirian menghadapi perseteruannya dengan Barat?.
Dilihat dari sisi manapun, Iran adalah satu otoritas yang layak untuk semua tujuan ini. Iran adalah satu jembatan strategis yang menghubungkan Eurasia dan Samudra Hindia karena letaknya di dekat Teluk Persia. Semenjak lama China sudah mengincar Iran sebagai sekutu untuk memajukan realisasi program One Belt-One Road, yang bermaksud membangun jalan darat-laut penghubung antar benua hingga menyingkirkan Selat Malaka dan membatasi upaya lawan yang berusaha menghadang transportasi laut China.
“Iran adalah produsen minyak besar,” tulis Fowdy. Dan China sangat membutuhkannya, karena hubungan ekonominya dengan Amerika terus menurun. Dengan demikian, kerjasama China-Iran termasuk kekalahan telak AS dan itu mampu merubah tatanan dunia buatannya.
“Dengan kesepakatan ini, Iran akan berubah menjadi sekutu strategis bagi China sebagaimana Pakistan dan Rusia, karena salah satu targetnya adalah melawan hegemoni Amerika dan menghadang India,” hemat Fowdy. China bermaksud untuk memadamkan sanksi AS. Memperluas industri minyak serta menciptakan mata uang alternatif sebagai pembayaran. Program ini akan memberikan kesempatan kepada Tehran dalam perkembangan ekonomi dan teknologi. Selain itu, Iran akan menjadi bagian dari jalur sutra yang akan menghubungkan Asia Tengah ke Timur Eropa dan Barat Asia.
“Namun demikian, pendekatan ini memiliki batasan-batasan,” jelas Fowdy, analis kondang RT. Pertama adalah China menargetkan stabilitas kerjasama dengan lawan-lawan Iran di regional. China terus mengambil kebijakan non-blok dalam konflik di Barat Asia dan berusaha menjadi pelantara antar pemain. China akan menjalankan politik menahan diri. Dari kacamata ini, China akan berjalan di seutas benang yang mengharuskan menjaga balance. Tapi apapun itu, jelas kerjasama Iran-China akan membuat perubahan di kancah internasional dan strategi tekanan ekstrim AS akan kesulitan.
“Penegasan Joe Biden untuk menciptakan aliansi melawan China mendapatkan balasan setimpal dari Beijing,” tulis analis Russia Today. Joe Biden dalam langkahnya menghadapi China lebih pekat ekonomi dari pada militer. Inilah salah satu hal yang memberanikan China-Iran untuk berjabat tangan. Iran berharap struktur China mampu menumbangkan piramida tekanan AS dan menghapus pembatasan lapangan diplomatik Tehran. Dunia sedang berubah. Peta geopolitik jadi beragam. Dunia menyaksikan gerak pion-pion catur di atas papan.
Baca juga: Penandatanganan Dokumen Kerjasama Komprehensif Iran-China