Purna Warta – Untuk pertama kalinya dalam 7 tahun terakhir, Presiden China Xi Jinping mengadakan kunjungan ke Arab Saudi. Dalam kesempatan ini, negeri Tirai Bambu menandatangani MoU kerja sama universal dan strategis dengan produsen minyak terbesar dunia.
CNN dalam laporannya menuliskan bahwa kunjungan ini merupakan sinyal akan China dan negara-negara Teluk Persia yang sedang mengupayakan pendalaman relasi ekonomi di saat hubungan AS dan Arab Saudi mengelam karena keputusan OPEC+ untuk mengurangi kapasitas produksi emas hitam.
China termasuk negara besar yang menjadi sekutu Arab Saudi karena visi positif investasi dalam jangka pendek. Negeri Tirai Bambu masih masuk dalam kategori negeri konsumen raksasa minyak dunia.
Serangan Rusia ke Ukraina, menurut pengamatan CNN, telah mengakibatkan krisis energi internasional, di mana semua negara saling berlomba untuk menjaga ketahanan energi masing-masing. Barat telah memaksa pasar dunia menghadapi krisis karena pengaktifan sanksi dan kesepakatan batas harga untuk produksi negeri kedua terbesar produsen emas hitam dunia, yaitu Rusia. Sehingga masalah ini menarik Beijing untuk mengedepankan ketahanan energi di tengah perkembangan geo-politik hari ini.
Berdasarkan data statistik yang dilansir hari ini oleh instansi perpajakan China, tahun lalu kapasitas kerja sama perdagangan Saudi dan China mencapai 87/3 miliyar Dolar, ini merupakan peningkatan 30% dari tahun 2020. Bagian terbesar perdagangan dua belah pihak terpusat pada minyak mentah. Impor minyak mentah Beijing dari Riyadh pada tahun 2021 telah mencapai 43/9 miliyar Dolar, artinya 77% dari semua dagang di semua bidang China-Saudi dan seperempat dari ekspor minyak mentah Saudi secara keseluruhan di dunia.
Salah satu Dosen Politik di Universitas Cornell menyatakan, “Stabilitas sumber energi adalah agenda utama pemerintahan Xi Jinping, baik dari sisi harga maupun kapasitas, karena ekonomi negeri Tirai Bambu sangat bergantung pada impor minyak dan gas alami.”
Berdasarkan data resmi, 72% konsumsi emas hitam China dipenuhi dari minyak impor. Sementara 44% kebutuhan gas alami negeri Tirai Bambu disediakan dari negeri asing. Di sela konferensi ke-20 partai penguasa China pada Oktober lalu, Presiden Xi Jinping menegaskan agenda utama ketahanan kepentingan energi dalam tubuh pemerintah.
Selain ketahanan energi, Arab Saudi di sela kerja sama ini juga bisa memaparkan satu ketertarikan lain dari segi geo-politik China. Riyadh dan Beijing sedang mendialogkan satu bagian lain dari pertukaran perdagangan emas hitam berdasarkan mata uang Yuan sebagai ganti dari Dolar.
Kerja sama seperti ini mampu mendorong target hegemoni China untuk menyebarkan Yuan di penjuru dunia. Perdagangan dengan Yuan akan meragukan kerja sama jangka panjang Washington-Riyadh, satu kesepakatan yang memaksa Arab Saudi untuk menjual minyaknya hanya dengan mata uang Dolar AS serta menyimpan sebagian dari aset keuangannya di Amerika Serikat. Semua kesepakatan ini hanya ditujukan untuk kepentingan ketahanan energi Gedung Putih.
Jadi jangan dilupakan bahwa ‘sistem Dolar minyak’ telah membantu kedudukan mata uang AS sebagai kunci utama nilai mata uang dunia, pasar perdagangan emas hitam dan semua produk lainnya.