Purna Warta – Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki, terjerumus ke tengah perkembangan ekonomi yang tak mendukung dan terendus beberapa upaya untuk mendekati Arab Teluk Persia, dan juga, Sang Presiden juga mengungkapkan keinginannya untuk mengembangkan kerja sama dengan Arab Saudi.
Salah seorang analis politik Saudi mengenai manuver siasat Ankara ini kepada Sputnik menjelaskan, “Jalinan kerja sama baru Turki-Saudi merupakan satu permasalahan kompleks dan berliku, karena hal tersebut bergantung pada keinginan Ankara untuk menciptakan situasi normal dengan Riyadh, begitu pula dengan Abu Dhabi maupun Kairo.”
Baca Juga : 22 Februari Hari Kematian Wahabi dan Pengulitan Keluarga Saud
“Yang menjadi faktor pelemah relasi bilateral dua negara adalah politik Turki periode awal Recep Tayyip Erdogan. Dimulai dari responnya versus revolusi negara-negara Arab hingga dukungan ke Islam politik, bantuan ke sebagian kelompok teroris dan politik ekstrim yang menentang negara-negara Arab,” tambah Saad Abdullah al-Hamid, analis politik Riyadh ke media Rusia, Sputnik, 23/2.
Analis berdarah Arab Saudi ini meyakinkan bahwa propaganda media Turki telah mempengaruhi relasi Turki-Saudi, khususnya dalam kasus Jamal Khashoggi.
“(Tapi) ada perubahan besar yang terjadi dalam politik luar negeri Turki. Sebagaimana upaya Erdogan melakukan perubahan karena perkembangan tak mendukung ekonomi yang berefek pada sosial dalam negeri Ankara,” jelasnya.
Situasi abnormal ekonomi, menurut analis al-Hamid, akan mempengaruhi kedudukan partai penguasa, Keadilan dan Pembangunan, bahkan situasi Erdogan dalam Pemilu mendatang. Para oposisi dalam negeri dan penduduk Ankara menuntut satu perubahan besar yang telah terluka karena politik ekonomi dalam negeri. Politik tersebut telah berdampak besar pada rakyat. Karena hal inilah, “Permulaan hubungan merupakan penjamin perubahan politik Erdogan.”
Baca Juga : MBS: Perlu Kiranya Hidup Berdampingan dengan Iran, dan Israel Bukanlah Musuh
“Salah satu permasalahan yang menekan Recep Tayyip Erdogan untuk memutar setir politiknya adalah berkas-berkas negara-negara kawasan Timur Tengah, Amerika Serikat, perkembangan internasional seperti konflik di Afganistan, manuver Iran di regional, krisis Rusia-Ukraina dan urusan Balkan. Semua perihal ini merupakan bahaya yang mengerumuni Turki,” yakinnya.
Analis ini juga mengingatkan keraguan politik asing Ankara dan menjelaskan, “Keraguan ini menyebabkan Erdogan seakan berada dalam pengasingan. Masalah ini telah memaksanya untuk berusaha memulai relasinya dengan negara-negara Teluk Persia dan Timteng. Karena Emirat, Israel dan Mesir telah menjalin hubungan normal. Dan Presiden Erdogan mencari kelemahan demi perbaikan kerja sama dan reformasi politik luar negeri… Karena itu, Erdogan butuh pada penyokong ekonomi.”
Adapun analis politiknya lainnya, Yahya al-Talidi dalam hal ini juga menegaskan, “Ada beberapa sinyal yang mengisyaratkan indikasi penyelesaian krisis Turki-Saudi. Akan tetapi Ankara harus menunjukkan maksud baiknya dalam merespon kepentingan Riyadh. Bahkan harus merubah pandangan buruknya terkait berkas Irak, Suriah, Libya dan Somalia.”
Selain mengindikasikan normalisasi krisis Saudi-Turki, tapi al-Talidi juga menambahkan, “Memang kesempatan ini ada, tapi jika para rasionalis Ankara bisa merebut permasalahan ini dari tangan Erdogan yang memiliki pandangan pendek, bergerak berdasarkan politik warisan pendudukan Ottoman dan dukungan ke Ikhwan al-Muslimin. Ini merupakan masalah yang tidak bisa diterima dalam hubungannya dengan para sekutu dan tetangga Timur Tengahnya.”
Baca Juga : Putar Setir Israel Menanggapi Krisis Ukraina
Dilaporkan bahwa Presiden Recep Tayyip Erdogan telah mengadakan kunjungan ke Emirat. Ini adalah kunjungan pertama dalam 10 tahun terakhir.
“Relasi Turki dengan negara-negara Teluk Persia telah memasuki era baru,” tegas Presiden Turki dalam kunjungannya ke Emirat.