Kenapa Saudi Larang Penerbangan dari Bandara Ibukota Yaman?

yaman

Riyadh, Purna Warta – 3 pekan gencatan senjata berlalu, tetapi penerbangan di bandara ibukota Yaman, Sanaa, masih belum dioperasikan. Ratusan orang menunggu take off ke luar Yaman untuk pengobatan.

Disepakati gencatan senjata 2 bulan antara Arab Saudi dan Yaman yang dimulai sejak 2 April. Resolusi gencatan senjata menyatakan bahwa selain menghentikan adu senjata, blokade Yaman juga harus dibuka. Akan tetapi Riyadh masih belum membuka pengepungan hingga penerbangan terus tertutup.

Baca Juga : Erdogan Tak Terima Biden Sebut Tragedi 1915 Sebagai Genosida oleh Kekaisaran Ottoman

Kamis kemarin, pemerintah penyelamatan nasional Yaman mengabarkan persetujuan PBB untuk memulai penerbangan dari bandara ibukota Sanaa dan menjelaskan, “Penerbangan pertama akan dilakukan pada tanggal 24 April dengan tujuan bandara Queen Alia, Yordania pada jam 8 pagi. Jadi ini jadwal pertama penerbangan ke Yordania pasca 7 tahun pengurungan, tiketpun dijual dan mayoritas konsumennya adalah pasien sakit. Tapi terakhir, rezim Saudi tidak membolehkan.”

Hussein al-Ezzi, Wakil Menlu Sanaa, hari Senin (25/4), menunjuk Saudi sebagai dalang penghalang realisasi perdamaian dan melepas tanggung jawab mempermudah safar dari bandara internasional.

“Sanaa yakin bahwa koalisi Saudi tidak ingin perdamaian,” tegasnya.

Dalam hal ini, akun Twiter resmi Kemenlu AS mengutip pernyataan Tim Lenderking, Utusan khusus Washington untuk Yaman, dan menuliskan, “Kami merasa kurang puas dengan penangguhan penerbangan pertama dari Sanaa. Hal yang menyebabkan warga Yaman tidak bisa mengambil kesempatan penerbangan.”

Baca Juga : Jurnalis Ceko: Rezim Turki Terus Lakukan Kejahatan Perang di Suriah

Kenapa Saudi Melarang?

Sebagaimana dijelaskan beberapa sumber di Yaman bahwa Saudi meyakini, yang harus mengeluarkan visa adalah pemerintahan Mansur Hadi, bukan pemerintah penyelamatan nasional Sanaa maupun Dewan Pimpinan buatan Riyadh. Paspor yang diterbitkan Sanaa adalah ilegal.

Terkait hal ini, Moammar al-Eryani, Menteri Perhubungan, Budaya dan Pariwisata pemerintah Mansur Hadi, mengklaim bahwa sesuai dengan resolusi, paspor harus dikeluarkan oleh pemerintah Mansur Hadi dan Houthi tidak mengindahkan aturan ini.

Namun demikian, Moammar al-Eryani tidak menjelaskan masalah waktu serta tempat ditandatanganinya resolusi atau aturan tersebut.

Menurut peselancar dunia maya Yaman, berdasarkan pernyataan pemerintah Abdrabbuh Mansur Hadi, warga Yaman harus melewati perjalanan panjang dan berbahaya ke Aden, bagian selatan Yaman untuk mendapatkan visa di sana. Kemudian kembali ke Sanaa untuk menaiki pesawat.

Baca Juga : Menteri Bahrain: Iran adalah Musuh Utama, Israel dan AS adalah Sahabat

Beberapa sumber Saudi di Yaman mengklaim bahwa Sanaa mengupayakan pemindahan penasihat-penasihat militer Hizbullah dan IRGC Iran dari pada penumpang biasa. Akan tetapi foto-foto yang tersebar memperlihatkan kebohongan klaim ini.

yaman

Raed Jabal, Ketua Organisasi Penerbangan pemerintah Sanaa, kepada Saba Net menjelaskan, “Koalisi Saudi tidak mengeluarkan izin pendaratan pesawat di bandara Sanaa untuk mengangkut penumpang ke Yordania. Dengan begini, mereka telah melanggar janji.”

Dari segi bahwa jika paspor terbitan Sanaa dikeluarkan, maka secara otomatis mereka telah mengakui legalitas pemerintah Sanaa. Dan sepertinya ini merupakan alasan lebih utama dan rasional dari hanya sekedar klaim pengangkutan penasihat militer Hizbullah maupun Iran.

https://twitter.com/Osama_Albaham/status/1518376966843478016

Penerbangan merupakan satu bagian pertama yang dituntut pemerintahan Sanaa sejak awal invasi. Bahkan perjanjian Stockholm, Swedia tahun 2018 juga mengupas masalah ini. Kala itu pemerintah Mansur Hadi menuntut penyelidikan penerbangan dari bandara Sanaa dan hal tersebut ditolak keras oleh Sanaa.

Setelah itu, Martin Griffiths banyak berusaha untuk menyelesaikan masalah ini, namun gagal. Penutupan penerbangan di bandara Sanaa telah menyulitkan para pasien yang ingin berobat ke luar negeri. Mereka harus mengadakan perjalanan dulu ke Aden untuk mendapatkan visa yang terkadang memakan waktu 24 jam sehingga ada yang meninggal di tengah perjalanan ini.

Baca Juga : Rezim Terus Berganti di Kabul, Iran Tidak Pernah Meninggalkan Rakyat Afghanistan

Komite Tinggi Kedokteran Yaman mengumumkan bahwa ada 30 ribu warga Yaman yang darurat, butuh pengobatan langsung. Mereka kini hanya menunggu untuk mencoba peruntungan. Di tengah situasi ini, resolusi gencatan senjata hanya memberikan kesempatan 16 jadwal penerbangan dalam dua bulan ke depan. Hal ini tidak menjawab kebutuhan 1% pun dari darurat situasi kesehatan. Dan sekarang penerbangan juga ditolak dan jika dipaksakan, akan disebut pelanggaran.

Menurut Mohammad Abdul-Salam, Negosiator senior Yaman, kontinuitas penutupan bandara Sanaa, tidak dikeluarkannya izin penerbangan sesuai resolusi gencatan senjata serta menghadang perjalanan kapal adalah bukti jelas ketidakseriusan koalisi Saudi untuk menggapai perdamaian.

PBB bekerja sangat lemah. Satu hal yang menurut Abdul Malik al-Ajri mengharuskan adanya koreksi akan peran PBB.

Di sisi lain, penyitaan kapal BBM oleh koalisi Saudi terus dilanjutkan. Jubir perusahaan minyak di Yaman menegaskan bahwa koalisi Saudi masih menyita 2 kapal meskipun ada surat izin PBB.

Baca Juga : Brasil, Argentina dan Venezuele Kompak Tolak Jatuhkan Sanksi pada Rusia, Ini Alasannya

Pelanggaran gencatan senjata sampai detik ini juga terus berlanjut. Selama gencatan senjata, pasukan Muqawamah di medan Ma’rib dihantam 4 kali serangan.

Di tengah perkembangan situasi ini, banyak akun Medsos Yaman yang menuntut balasan setimpal dengan blokade bandara Sanaa. Salah satunya menuliskan, jika tidak ada jadwal penerbangan di bandara Sanaa, maka bandara Jeddah dan Riyadh juga tidak boleh aktif.

Di akhir, bisa disimpulkan bahwa perkembangan perang Yaman menunjukkan satu fakta jelas bahwa koalisi Saudi dan pemerintah Abdrabbuh Mansur Hadi mundur dari tuntutannya secara pelan-pelan. Perkembangan ini hanya didapat dari perlawanan serta Muqawamah dan perubahan perhitungan yang memihak militer dan Ansarullah.

Tidak ada satupun dari dua belah pihak yang menginginkan kontinuitas perang. Saudi ingin cepat-cepat menutup kasus Yaman karena situasi internasional, Kawasan bahkan dalam negeri. Perjalanan perkembangan 7 tahun perang membuktikan bahwa berkas bandara Sanaa akan diserahkan ke atas meja pemerintahan Sanaa.

Baca Juga : Detail Kesepakatan Perdamaian Fatah dan Hamas Mediasi Hizbullah dan Amal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *