Kenapa Emirat Abstain dalam Pemungutan Suara Kecaman Invasi Rusia?

emirat

Purna WartaUni Emirat Arab memilih abstain dalam pemungutan suara resolusi kecaman terhadap invasi Rusia di Ukraina. Melihat Emirat sebagai sekutu dekat AS, hal tersebut menjadi tanda tanya.

Sangatlah menarik perhatian reaksi UEA dalam menanggapi serangan Moskow ke Kiev ini, yang mana bertolak belakang dengan mayoritas negara-negara Arab yang lebih memilih untuk meneriakkan perdamaian dan menahan diri.

Baca Juga : Eropa Tolak Tuntutan Ukraina untuk Sanksi Rusia di SWIFT

Dalam konferensi hari Jumat, 25/2, kemarin, Abu Dhabi abstain dalam pemungutan suara kecaman yang dikeluarkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa alias DK PBB. Emirat lebih memilih untuk diam, tidak pro dan tidak kontra. Lalu apa alasan logisnya dari keputusannya ini?

Al-Khaleej Online mengupas problematika ini dan menuliskan, “Konferensi terakhir Dewan Keamanan PBB merupakan ujian kunci bagi semua sekutu-sekutu ekonomi, politik dan militer di seluruh dunia. Di mana hal ini terekspos melalui catatan yang tertulis dalam lika-liku pemungutan suara resolusi DK yang gagal karena veto Rusia.”

Hasil konferensi yang diselenggarkan Jumat, 25 Februari 2022, menunjukkan bahwa 11 negara mengeluarkan suara positif terhadap resolusi Dewan Keamanan. Sementara China, India dan Emirat abstain, lalu Rusia mengeluarkan hak vetonya. Seandainya resolusi tersebut disetujui, selain mengecam, Moskow juga diwajibkan menarik mundur pasukannya dari Ukraina.

“Jika tidak, maka Rusia akan terus menyerang bersama dengan kecaman dunia yang terus mengalir. Suara abstain bermaknakan non-blok, netral dan tidak berpihak, namun negara-negara abstain, khususnya Emirat lebih memperlihatkan keengganannya akan kehilangan kerja sama strategis bersama Rusia dan kontranya dengan hegemoni Barat,” hemat al-Khaleej Online.

Baca Juga : Apa Target Amerika di Perbatasan Suriah-Irak?

China mengeluarkan suara abstain tentu dikarenakan relasi persekutuan dan kerja sama bersejarahnya dengan Moskow. Begitu pula dengan India yang selalu menolak hegemoni blok Barat, ditambah kepentingan bersamanya dengan Negeri Beruang Merah di ranah politik, ekonomi dan militer. Sangatlah mudah untuk mencerna alasan dua negara ini, namun Emirat, sebagai sekutu AS dan Uni Eropa di Barat Asia, kenapa memilih abstain?

Kerja Sama Politik Strategis yang Kuat

“Emirat dan Rusia memiliki hubungan politik strategis yang kuat. Satu hari sebelum serangan Rusia ke Ukraina, Abdullah bin Zayed, Menlu UEA, mengadakan hubungan telpon dengan Sergey Lavrov, Menlu Rusia. Menurut laporan media resmi Abu Dhabi, Abdullah bin Zayed menegaskan hubungan kuat relasi kerja sama Abu Dhabi-Moskow,” tulis al-Khaleej Online.

Setelah kunjungan Mohammed bin Zayed Al Nahyan, Putra Mahkota Emirat, ke Moskow, Rusia dan Emirat menandatangani kesepakatan persekutuan strategis. Anwar Gargash, Menteri Penasihat Urusan Luar Negeri Emirat kala itu, menyatakan, “Sheikh Mohammed bin Zayed telah menjalin pertemanan yang baik dengan Vladimir Putin, Presiden Rusia.”

“Kremlin menegaskan bahwa kepentingan bilateral di semua berkas kunci dan penting sangatlah berdekatan,” tambah Anwar Gargash yang kini menjabat sebagai Penasihat diplomatik MBZ.

Di bawah struktur inilah, pada bulan November 2021 kemarin, di sela konferensi Komisi Bersama Rusia-Emirat, Abdulla bin Touq al-Marri, Menteri Ekonomi UEA, menegaskan kerja sama kuat Emirat dan Rusia.

Baca Juga : Perang Rusia-Ukraina, Efeknya ke Dunia Arab dan Tugas Baru di Kawasan

“Dua negara memiliki potensi dan visi yang positif berdasarkan sejarah dan kepentingan bersama. Hubungan bilateral dua negara dalam 5 dekade terakhir sudah semakin kuat dan terus berkembang hingga sampai pada puncaknya dalam bentuk kerja sama strategis yang menyelaraskan dua negara,” tambahnya.

Kepentingan Ekonomi

Al-Khaleej Online meneruskan analisanya dengan menulis, harus dikatakan bahwa ekonomi telah memajukan kerja sama antar negara lebih dari urusan lainnya. Dari segi ekonomi, Emirat dan Rusia memiliki hubungan luas. Berdasarkan pernyataan resmi pemerintah Emirat, perdagangan dua negara dari tahun 1997 hingga 2011 telah meningkat tajam sebesar 10 kali lipat yang setara dengan nilai 5 miliar dolar.

Thani al-Zeyoudi, Menteri Penasihat UEA urusan luar negeri, pada bulan Desember lalu mengatakan, “Rusia merupakan salah satu sekutu ekonomi Emirat. Dua negara memiliki kepentingan strategis bersama nan universal.”

Dia juga menambahkan bahwa kerja sama ekonomi Abu Dhabi dan Moskow dalam beberapa tahun terakhir meningkat di berbagai bidang kunci seperti energi terbarukan, angkasa, teknologi modern dan revolusi industri ke-4.

Baca Juga : Otoritas Palestina Cari Cara Menumpas Gerakan Perlawanan Tepi Barat

Menurut pengakuan Thani, lebih dari 4 perusahaan Rusia di bidang perumahan, industri, bahan makanan, infrastruktur, pelabuhan dan petro kimia yang aktif di Abu Dhabi.

55% perdagangan Rusia dengan negara-negara Organisasi Kerja Sama Teluk Persia milik Emirat. Selain itu, Abu Dhabi juga menjadi tujuan nomer wahid investor Kremlin di dunia Arab. 90% investor Rusia tanam modal di Abu Dhabi. Begitu juga sebaliknya, Moskow juga menjadi surga investor Arab dan 80% investasi dunia Arab di Rusia adalah milik Emirat.

Kerja Sama Militer

Analis al-Khaleej Online menambahkan, “Selain kerja sama politik dan ekonomi, Emirat juga memiliki hubungan militer yang erat dengan Rusia. Bahkan Moskow telah menjadi salah satu sumber senjata Abu Dhabi. Pada bulan Februari 2021 kemarin, Rusia mengadakan pameran dan memamerkan lebih dari 400 jenis produk militer dengan nama IDEX 2021 di ibukota UEA. Ditambah lagi, Rusia juga mengumumkan kesepakatan penjualan helikopter VRT500 dan drone VRT300 ke UEA.”

Pada tahun 2017 lalu, pemerintah Emirat juga menandatangani resolusi dengan perusahaan miiter Rusia, Rostec, dalam bentuk pembelian satu skuadron pesawat Sukhoi Su-35. Di tahun itu pula, Emirat-Rusia menyepakati kerja sama bilateral di bidang militer sehingga membuka kedua negara merundingkan perdagangan dan pembaruan pesawat militer, termasuk Sukhoi-35 dan generasi kelimanya dalam struktur upaya meningkatkan teknologi dan menambah kuantitas pesawat tempur.

Baca Juga : Hizbullah: Ukraina, Contoh Baru Pencampakkan Teman Oleh AS

Menurut pernyataan resmi pemerintah Rusia, sejak tahun 2000 hingga 2014, Emirat telah membeli senjata dan perlengkapan militer senilai 714 juta dolar dari rumah produksi pertahanan Rusia.

Dukungan Relasi Bilateral di Bawah Politik Netral

Hasan Abdullah al-Dajah, Ketua kelompok media dan analisis strategis Universitas al-Hussein bin Talal Yordania, dalam mengupas alasan-alasan suara abstain Emirat versus Rusia ini menegaskan, “Negara-negara Teluk Persia, termasuk Emirat, selalu sangat hati-hati dalam memutuskan politik luar negeri. Keputusan Abu Dhabi juga diambil untuk mengentas kontradiksi, mengurangi tensi dan upaya mendukung perundingan serta opsi perdamaian.”

Dari segi lain, analis strategi asal Yordania ini meyakini bahwa sebagian negara mempercayai hak Rusia dalam menjaga situasi kuncinya. Dan ini dari sudut pandang sejarah bisa dibandingkan dengan krisis rudal Kuba, yaitu ketika AS menolak pembangunan peluncur rudal-rudal Uni Soviet di Kuba yang berjarak 60 mile dari garis pantai Amerika pada tahun-tahun dekade 60-an.

“Oleh karena itu, dasar menjaga dan mempertahankan situasi tertentu mungkin diberikan kepada negara-negara seperti Rusia untuk mengaplikasikan kebijakan ini,” jelasnya membandingkan.

Baca Juga : Washington: Pintu NATO untuk Swedia dan Finlandia Masih Terbuka

“Selain itu, sebagaimana al-Dajah jelaskan, Emirat dan Arab Teluk Persia memiliki hubungan kuat dengan Rusia dari satu sisi dan dari segi lainnya juga memiliki kerja sama dengan AS. (Jadi) mereka berusaha mencari kestabilan dan balance demi memerankan peranan besar dalam kancah politik, ekonomi dan upaya mencari satu jalan politik atau mengurangi tensi,” tulis al-Khaleej Online.

Al-Dajah menambahkan, “Meskipun mensanksi Rusia, Uni Eropa tidak menyetop impor gas dan minyak dari Negeri Beruang Merah ke Benua Biru. Oleh karena itu, Emirat memiliki hak untuk mempertahankan jaringan hubungannya dengan semua pihak, sehingga jangan dipandang bahwa dia berdiri di barisan lawan.”

Di akhir, al-Khaleej Online mengutip pernyataan analis berdarah Yordania ini dan menuliskan, “Emirat memutuskan untuk menjaga relasi internasionalnya dengan tidak ikut serta dalam sanksi atas Rusia atau searah dengan keputusan para anggota DK, apalagi dunia sudah tak lagi unipolar, dunia sudah memasuki multipolar dan kutub yang mencakup AS, Rusia, UE dan China.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *