Purna Warta – Amir Abdul Munim, pakar keamanan Irak, menyatakan bahwa militer Amerika Serikat sibuk di utara Irak dan Suriah. Mereka memindah teroris ke wilayah antara dua negara. Selain itu, mereka menjual minyak dan hasil pertanian daerah Kurdi di pasar gelap.
Dalam wawancaranya dengan surat kabar al-Maalomah, 15/4, analis keamanan berdarah Irak tersebut menjelaskan, “Amerika memindah teroris dari daerah kontrol Kurdi di Suriah ke Irak, paling jelasnya dari daerah al-Hasakah ke wilayah Kurdi.”
“Para teroris yang hadir di markas Amerika adalah bom waktu yang bisa saja dinyalakan oleh Washington. Oleh karena itu, pemerintah Irak harus mengambil langkah pencegahan untuk menghadang para teroris masuk ke kedaulatan Baghdad,” tambahnya.
Amerika berupaya, menurut pengamatan Abdul Munim, untuk menyerahkan kontrol Sinjar ke tangan Kurdi. “Dengan demikian, maka wilayah Kurdi Irak akan tersambung dengan al-Hasakah, Suriah. Hal ini distrategikan untuk menjauhkan penyelundupan minyak Damaskus, hasil pertanian dan pemindahan teroris, dari mata militer keamanan Irak.”
Banyak media melaporkan pencurian minyak oleh militer AS dan militan Kurdi (Militer Demokratik Suriah) di kilang minyak timur laut dan timur Damaskus. Pemerintah Suriah sudah berkali-kali menuntut pihak-pihak ini untuk menghentikan penjarahan dan mendesak mundur pasukan Pentagon.
9 Oktober lalu, pemerintah Irak dan otoritas Kurdi menandatangani kesepakatan mengenai wilayah Sinjar dengan dihadiri PM Mustafa al-Kadhimi dan Jeanine Hennis-Plasschaert, Wakil PBB. Absennya wakil dari Yazidi dan Turkman dalam konferensi menyebabkan kesepakatan tersebut disebut sebagai tawar-menawar dua pihak, al-Kadhimi dan Barzani, untuk memulangkan Pershmerga ke Sinjar. Oleh karena ini, kontraversi baru muncul gegara kesepakatan tersebut.
Kesepakatan berisi tiga pilar utama, manajemen, keamanan dan rekonstruksi. Berdasarkan pasal-pasal resolusi tersebut, keamanan wilayah Sinjar ada di tangan polisi dan agen keamanan nasional serta badan intelinjensi. Unit-unit kelompok bersenjata lainnya akan dipindah keluar Sinjar di bawah pengawasan operasi bersama dan al-Hashd al-Shaabi.
Oposisi kesepakatan atau resolusi otoritas Kurdi dan Irak, meyakini bahwa Peshmerga (militer otoritas Kurdi Irak) akan kembali beroperasi di Sinjar pasca kalah dari ISIS tahun 2014 lalu. Mereka akan mengontrol hak-hak Yazidi.
Salah satu efek kesepakatan adalah mengeluarkan al-Hashd al-Shaabi dari padang pasir Nainawa dan Sinjar. Akan tetapi pemerintah pusat Baghdad menegaskan bahwa kesepakatan tersebut dihasilkan dengan tujuan menghadapi aktifitas kelompok teroris seperti PKK (militer partai Buruh Kurdi).
Sebelumnya, Baqir Jabr al-Zubeidi, mantan Menteri Dalam Negeri Irak, telah mewanti-wanti ancaman di Irak dan menjelaskan, “Skenario ini lebih berbahaya dari ancaman pendudukan Mosul oleh ISIS. Skenario akan mencakup Najaf, Karbala dan Baghdad. Yang sekarang terjadi di Sinjar dan perbatasan al-Walid sangatlah berbahaya dan merupakan satu ancaman terhadap Irak dan Suriah.”