Purna Warta – Al-Araby al-Jadeed mengupas luka parah pemerintahan Naftali Bennett karena krisis dan memprediksikan keruntuhan Kabinet sebelum ataupun sesudah kunjungan Presiden AS Joe Biden.
Dalam analisanya, al-Araby al-Jadeed di pendahuluan menjelaskan krisis dalam tubuh rezim Zionis yang mendekati garis merah. “Dan akhirnya Kabinet Bennett akan runtuh,” tegasnya.
“Pernyataan-pernyataan pihak Israel menegaskan bahwa Nir Orbach, Anggota Knesset dari sayap Kanan pimpinan PM Bennett, diserahi manajemen partai koalisi pemerintah dan kembali mengambil kontrol aliansi. Jika tidak demikian, minggu depan dia akan menyepakati draf yang berisikan pembubaran Kabinet. Jadi, dia tidak akan mengambil langkah pencegahan upaya pembentukan pemerintahan pengganti,” tulis al-Araby al-Jadeed melaporkan.
Dalam analisanya ini, al-Araby al-Jadeed mengklaim, “Situasi ini bergulir di tengah perang psikologis dan propaganda antara oposisi versus pendukung Kabinet, bahkan menjalar ke dalam tubuh koalisi. Situasi ini akan terus berlanjut dan kontinue karena menuntut jangka yang sangat panjang. Site Walla terkait hal ini melaporkan bahwa Naftali Bennett memohon Nir Orbach untuk mengundur pemisahan dirinya dari koalisi pemerintah. Bennett memintanya mengundur hingga kunjungan Joe Biden, Presiden AS, yang mungkin dilakukan di bulan depan.”
“Di sela situasi inilah, Benjamin Netanyahu memperkeras serangannya ke para Wakil sayap Kanan koalisi Bennett, yang mana hingga kini sukses mengeluarkan dua Wakil mereka, bernama Amichai Chikli dan Idit Silman. Hal ini juga menjadi faktor hilangnya mayoritas suara koalisi pemerintah Bennett di Parlemen Knesset. Yang jelas Bennett juga memiliki masalah lain dan itu berkaitan dengan entitas pribadi, yang mungkin akan berakibat pada pembubaran Kabinet pimpinannya. Bubarnya pemerintahan sayap Kanan pimpinan Bennett via suara para Wakil Parlemen akan berartikan bahwa Yair Lapid yang akan mengambil tongkat estafet pemerintahan. Yair Lapid akan memimpin Tel Aviv hingga Pemilu baru,” hemat al-Araby al-Jadeed.
“Ada pula laporan yang memaparkan situasi lain dalam beberapa hari ini bahwa Bennett juga menghadapi tekanan dari sekutu utamanya di pemerintahan dan partai, yaitu Ayelet Shaked, Menteri Dalam Negeri Israel. Sekalipun kabar ini ditolak, ada beberapa laporan yang berisikan bahwa Shaked menekan Bennett untuk membentuk koalisi baru tanpa butuh pada Pemilu depan dengan cara merangkul koalisi bersama dengan Benjamin Netanyahu. Kebanyakan opini ini dilaporkan oleh media partai Likud, jaringan Netanyahu, dengan target memperlihatkan kedalaman krisis dalam partai Bennett. Dari sisi lain, opini ini juga akan mendesak Nir Orbach agar menyegerakan keputusannya untuk keluar dari aliansi Kabinet,” tambah al-Araby al-Jadeed.
Di akhir, surat kabar analis ini mengingatkan bahwa di minggu depan, ajal Kabinet Bennett akan teridentifikasi.
“Kabinet Bennett mungkin akan runtuh sebelum kunjungan Biden atau mungkin akan bertahan beberapa hari setelah kunjungan itu,” simpul al-Araby al-Jadeed. “Dan Nir Orbach, si penentu, akan tetap memimpin Komisi Knesset, yang bertugas menyiapkan aturan pasca pemungutan suara. Jadi bahkan setelah membacakan aturanpun, Orbach bisa mengundur keputusan komisi. Sehingga hal ini akan terus membuka indikasi aturan berjalan mendapatkan tiga pembacaan lazim yang diperlukan, yang akhirnya akan berpengaruh pada opsi Parlemen. Opsi yang mencakup kesepakatan tanggal Pemilu depan antara pemerintah dan oposisi yang harus diputuskan sebelum libur musim panas Knesset.”