Purna Warta – Kesepakatan Negeri Para Mullah dan Tirai Bambu mendapatkan banyak respon dan analisa dari banyak pihak dunia. Salah satu media kondang Amerika Serikat dalam tulisan pedasnya mengajak Joe Biden untuk tidak banyak berilusi, bangun dan sorotlah efek-efek dari kesepakatan luas 25 tahun tersebut.
Dewan Redaktur Wall Street Journal-pun turun ke lapangan merasakan kritisnya tema. Di awal tulisan, mereka menegaskan, “Siapapun yang bermimpi bahwa dengan disingkirkannya Donald Trump, maka semuanya akan memihak Amerika, baru saja terhentak dari tidur. Bukti terbaru dari fakta ini harus dicari di sela kesepakatan yang terikat pekan ini antara Iran-China. Dua musuh Amerika Serikat bersatu demi menguatkan kepentingan strategis.”
“Kedua belah pihak menandatangani satu dokumen yang mereka sebut dengan ‘partisipasi strategis’ 25 tahun. Kesepakatan ini bermaknakan perkembangan besar kedua otoritas. China akan menginvestasikan ratusan juta dolar dalam pelbagai program Iran, termasuk tenaga nuklir, pelabuhan, pengembangan minyak dan gas. Timbal baliknya, China akan mendapatkan kestabilan impor minyak Iran. Kedua pihak akan menguatkan sistem pertahanan. Beijing akan mentransfer sebagian teknologinya ke Tehran.”
Surat kabar yang dekat dengan partai Republik kembali mengungkit kenangan lama tentang kontra Republik mengenai JCPOA, “Para pendukung JCPOA 2015 mengatakan bahwa kesepakatan ini (China-Iran) tidak akan mempengaruhi status yang ada, dengan demikian janganlah Anda berkecil hati mengenai relasi yang ingin dirancang AS dengan Iran. Tapi janganlah Anda percaya perkataan mereka. Kesepakatan ini adalah urusan besar, yang akan berpengaruh pada lintasan kepentingan AS dan stabilitas Timur Tengah. Resolusi ini akan menguatkan kepentingan strategis keduanya.”
“Dokumen kerjasama Iran-China akan memberikan kekuatan kepada Negeri Para Mullah untuk menghadapi sanksi Negeri Paman Sam. Gelontoran uang tunai akan mengurangi tekanan terhadap para Mullah. Iran akan menjadi penjual minyak dalam jangka panjang, satu produksi yang sempat berkurang karena embargo Washington. Pendapatan dari perdagangan asing akan menjamin keuangan Sepah Pasdaran Revolusi Islam dan militer proxy mereka di Yaman, Suriah dan Irak.
Kedua negara akan membangun bank Iran-China, dengan target menundukkan dolar AS di kancah perdagangan internasional. Satu kemenangan yang akan memandulkan sanksi Amerika. Mengalahkan dolar Amerika di pasar internasional dan kancah keuangan dunia adalah tujuan Rusia, China dan Iran. Beijing yakin bahwa merusak stabilitas keuangan Washington akan membahayakan dolar sebagai mata uang cadangan dunia. Mereka ingin menggantikannya dengan Yuan China,” jelasnya.
Dalam kelanjutan pengamatannya, para Redaktur Wall Street Journal menulis, “China akan meningkatkan hegemoninya di Timteng. Hegemoni tersebut akan memudahkan Beijing meraih bahan mentah dan energi hingga menambah kuat otot ekonominya. Dengan resolusi ekonomi, China semakin dekat dengan Arab Saudi dan negara-negara Teluk Persia lainnya. Sementara revolusi shale gas (teknologi penyulingan gas di antara batu-batu keras) telah mengurangi kebergantungan AS pada minyak Timur Tengah. Produksi minyak (negara-negara Barat Asia) butuh pada pasar China. Jika dalam hal ini, Amerika dianggap sebagai negara yang kurang dipercaya, maka terbuka indikasi investasi mereka di Negeri Tirai Bambu. Hegemoni Negeri Paman Sam di Teluk Persia bukan hegemoni yang mengakar.”
“Hubungan Iran-China akan menyulitkan kepentingan strategis Amerika Serikat. Presiden Joe Biden dan Eropa menuntut Iran untuk kembali ke JCPOA. Akan tetapi di bawah dukungan China, Iran hanya merasakan tekanan ringan untuk menjalankan tuntutan tersebut. Pendekatan ini juga bisa diterapkan kepada pasukan proxy mereka, Houthi yang ingin menguasai Yaman. China dan Rusia mampu mengurangi tekanan dunia terhadap Negeri Para Mullah di panggung PBB,” tambah Wall Street Journal.
Para analis di Dewan Redaksi Wall Street Journal yakin, “Mereka semua bodoh meyakini bahwa memberi ruang kepada lawan untuk menguasai wilayah-wilayah tetangga akan berujung positif kepada Amerika. Para pendukung isolasionisme Amerika, baik blok kanan maupun kiri, telah membuka ruang kepada Rusia, China dan Iran lalu mendorong mundur Gedung Putih. Semakin lama, semakin lawan meningkat, maka satu kemungkinan akan tambah terbuka bahwa lawan-lawan ini akan mengeratkan jabat tangan satu dengan yang lainnya untuk menggulingkan kepentingan ekonomi dan keamanan Negeri Paman Sam.”
“Kalian pikirkanlah,” tegur Dewan Redaksi Wall Street Journal. Kalian pikirkanlah apa yang dikerjakan Iran dan Rusia di Suriah. Upaya China dan Rusia menjauhkan Korea Utara dari sanksi-sanksi PBB. Negeri Tirai Bambu dan Beruang Merah saling membahu membantu Venezuela lewat Kuba.
“Joe Biden bersama tim pendukung intervensi liberalnya mengatakan bahwa mereka ingin menghidupkan tatanan internasional berasaskan hukum. Satu tatanan yang menurut mereka telah dihancurkan oleh Donald Trump. Ini adalah satu pernyataan imaginatif sebuah dongeng. Tatanan ini sejak lama sudah terkikis sedari kemunculan lawan-lawan yang terus menginjeksi kekuatan hegemoninya di regional. Meskipun kemunculannya sedikit mengalami masalah pertumbuhan di periode Barack Obama.”
Para Redaktur Wall Street Journal mengatakan, “Janganlah kalian fokus pada ilustrasi Joe Biden. Dunia semakin dekat dengan bahaya. Korea Utara siap meluncurkan rudalnya. China semakin menekan Taiwan. Iran melanggar resolusi nuklir. Rusia juga terus bergerak melemahkan target-target AS. Sedangkan Joe Biden fokus pemulihan ekonomi AS. Dunia juga sedang berubah, tapi bukan ke jalan yang layak.”
“Jika Joe Biden ingin menghidupkan dunia di bawah tata hukum, Amerika Serikat dan para sekutunya harus bekerja. Mereka mampu melakukannya dengan menyingkirkan ilusi-ilusi tentang program musuh,” hemat para Redaktur Wall Street Journal.
Baca juga: Yuk, Bongkar Siasat Joe Biden