New York, Purna Warta – Pemikir terkenal Amerika Noam Chomsky memperingatkan bahwa Eropa mungkin akan mengalami kejatuhan, kemunduran dan deindustrialisasi jika tetap berada di bawah kekuasaan Amerika Serikat.
Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada hari Rabu (31/05), Chomsky menyatakan, Eropa harus membuat keputusan besar; apakah akan tetap berada dalam sistem yang didominasi oleh Amerika Serikat dan mungkin akan menghadapi kemunduran dan bahkan, menurut beberapa prediksi, deindustrialisasi, atau akankah ia terlibat dengan mitra ekonomi alaminya di timur (yaitu Rusia), yang memiliki sumber daya mineral yang dibutuhkan oleh Eropa dan merupakan pintu gerbang ke pasar Cina yang menguntungkan.
Baca Juga : Jauhi Dollar, Presiden Brazil Dorong Pembentukan Mata Uang Regional
Peringatan dari pemikir terkenal Amerika ini tentang konsekuensi Eropa berada di bawah dominasi Amerika Serikat telah dibuat sehubungan dengan tren terkini di bidang hubungan transatlantik.
Setelah Presiden AS yang baru Joe Biden menjabat pada akhir Januari 2021, dia melakukan upaya ekstensif untuk menghidupkan kembali konvergensi transatlantik, sehingga sekali lagi Eropa berada di orbit Amerika dan Washington dapat menggunakan Eropa sebagai alat untuk mengimplementasikan kebijakan internasionalnya.
Konvergensi ini telah menunjukkan dirinya di beberapa bidang politik dan keamanan, seperti sikap bersatu Amerika Serikat dan Uni Eropa terhadap perang di Ukraina dan menghadapi Rusia dan sanksi terintegrasinya, serta masalah perjanjian nuklir JCPOA dan berurusan dengan program nuklir damai Iran.
Chomsky Ingatkan Eropa tentang Konsekuensi Negatif di Bawah Dominasi Amerika
Chomsky mengatakan tentang ini, Invasi Rusia ke Ukraina menciptakan berkah yang paling disambut baik oleh Amerika untuk menyeret Eropa ke dalam frontnya dan memperkuat keinginannya untuk menciptakan tatanan unipolar berdasarkan aturan.
Baca Juga : Imam Jum’at Baghdad Dorong Politisi Irak Merdeka dari Timur dan Barat
Sementara itu, terlepas dari ikatan transatlantik antara Eropa dan Amerika, Washington sebenarnya telah menjadi pesaing besar bagi Eropa dengan menyetujui dan mengikuti rencana seperti Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) dan sebenarnya berperan melemahkan ekonomi Eropa.
Tampaknya upaya dan tindakan pemerintah Biden di bidang ekonomi dan perdagangan, seperti UU Pengurangan Inflasi, di mana menurutnya pajak perusahaan besar Amerika dikurangi, dan pada saat yang sama pajak dikenakan pada perusahaan dan produk asing, sebenarnya menciptakan situasi yang tidak menguntungkan bagi perekonomian Eropa
Sekalipun demikian, Gedung Putih dengan mengacu pada UU IRA sebagai upaya inovatif untuk menghidupkan kembali manufaktur Amerika dan mempromosikan teknologi terbarukan, negara-negara Uni Eropa percaya bahwa Amerika Serikat telah memulai perang dagang dengan Eropa dengan mensubsidi sektor ekonomi hijaunya dan pada saat yang sama dengan menetapkan pajak atas produk perusahaan Eropa akan menghilangkan kesempatan mereka untuk bersaing secara adil dengan pesaing Amerika.
Pemikir terkenal Amerika Noam Chomsky memperingatkan bahwa Eropa mungkin akan mengalami kemunduran dan deindustrialisasi jika tetap berada di bawah kekuasaan Amerika Serikat.
Ini menunjukkan bahwa Washington, terlepas dari slogannya, tidak memperhatikan kepentingan sekutunya dan hanya menggunakan mereka sebagai alat.
Pendekatan ini merepresentasikan pandangan top-down Amerika terhadap sekutunya di Eropa dan belahan dunia lainnya serta kelanjutan dari unilateralisme berdasarkan slogan Trump yang terkenal, “America First”.
Baca Juga : Rezim Zionis Makin Beringas, Kok Dunia Makin Bungkam?
Kebijakan dan tindakan Amerika selama masa kepresidenan Joe Biden, yang didasarkan pada penggunaan Eropa sebagai alat dan pelemahan kekuatan dan kepentingannya dalam jangka panjang, telah memicu protes dari beberapa pemimpin Eropa.
Dalam kaitan ini, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban menegaskan bahwa kebijakan pemerintahan Joe Biden menjadi faktor kunci keterpurukan Eropa di tengah perang Ukraina.
Orban mengidentifikasi elemen utama dari koalisi pro-perang di Ukraina sebagai “kelompok kepentingan pro-perang internasional, yang terdiri dari pemerintahan Biden, birokrat pro-perang Brussel, dan politisi pro-perang”.
Analis politik Elijah Magnier mengatakan, Washington mendorong peningkatan perbedaan antara dua kekuatan utama Eropa, yaitu Jerman dan Prancis, dan berinvestasi dalam penciptaan Eropa yang lemah.
Mempertimbangkan tujuan jangka panjang Amerika Serikat, Rusia telah berulang kali memperingatkan Eropa terkait kebergantungan dan mengikuti Washington.
Dalam peringatan terbaru dalam hal ini, Vasiliy Nebenzia, Wakil Tetap Rusia di PBB, menekankan bahwa satu tahun setelah Uni Eropa memutuskan hubungannya dengan Rusia, pertumbuhan ekonominya turun hingga hampir nol, dan pada saat yang sama, tingkat inflasi dua digit yang belum pernah terjadi sebelumnya terjadi di negara-negara UE.
Sebelumnya Chomsky pernah mengatakan, Ukraina harus terima realitas dan berkompromi dengan Rusia.
Chomsky menuturkan, “Sebuah opsi yang tidak lain kebijakan yang dipakai saat ini, adalah kita terus berperang melawan Rusia, sampai orang Ukraina terakhir tewas. Ya, kebijakan ini bisa digunakan dengan memperhatikan kemungkinan perang nuklir, atau kita juga bisa menerima realitas bahwa satu-satunya solusi adalah kesepakatan diplomatik.”
Baca Juga : Amnesty Internasional Kategorikan Diskriminasi Taliban terhadap Perempuan sebagai Kejahatan
Ia menambahkan, “Kita tahu bahwa kerangka asli upaya membuat Ukraina tidak berpihak adalah sejenis kesepakatan terkait wilayah Donbass dengan wewenang otonomi lebih besar dalam struktur federal Ukraina, dan pengakuan atasnya. Suka atau tidak suka, Crimea bukan opsi di atas meja, mungkin Anda tidak suka dengan realitas ini.”
Selama ini Noam Chomsky dikenal sebagai seorang intelektual Anarkis yang getol mengkritik pemerinah AS, terkait campur tangan militer AS, kapitalisme dan neo-liberalisme.