Bern, Purna Warta – Swiss melakukan jajak pendapat terkait pelarangan penggunaan cadar yang menutupi hampir seluruh wajah bagi wanita yang berada di tempat umum.
Jajak pendapat tersebut tetap dilakukan meskipun wanita yang menggunakan cadar sangatlah langka.
Jajak pendapat menunjukkan sebagian kecil mayoritas mendukung langkah tersebut. Larangan itu kemudian diharapkan menjadi undang-undang.
Larangan tersebut meliputi burqa atau niqab yang tidak menutupi mata.
Poster kampanye bertuliskan “Hentikan Islam Radikal!” dan “Hentikan ekstremisme!”, yang menampilkan seorang wanita dengan niqab hitam, telah terpampang di sekitar kota-kota Swiss.
Populasi Muslim Minoritas
Umat muslim berpopulasi 5,2% dari populasi Swiss yang berjumlah 8,6 juta orang. Sebagian besar berasal dari Turki, Bosnia dan Kosovo.
Larangan meniscayakan tidak ada yang boleh menutupi wajah mereka sepenuhnya di depan umum, baik di toko-toko atau pedesaan terbuka.
Akan ada pengecualian, seperti di tempat ibadah.
Ines El Shikh, juru bicara kelompok perempuan Muslim feminis Jilbab Ungu mengkritik larangan tersebut dan mengatakan, “Selain tidak berguna, larangan itu sangat rasis dan seksis.”
Dia mengatakan bahwa peraturan yang diusulkan itu dapat menimbulkan kesan adanya masalah yang dalam skala nasioanl, padahal hanya ada sekitar 30 wanita yang menggunakan burqa di Swiss.
Survei Kantor Statistik Federal 2019 menemukan bahwa 5,5 persen populasi Swiss adalah Muslim, sebagian besar berakar di bekas Yugoslavia.
Kekhawatiran Islam Ekstrim
“Cadar yang menutupi seluruh wajah adalah bentuk ekstrim dari Islam,” kata juru bicara kampanye Yes Jean-Luc Addor, yang merupakan sayap kanan Partai Rakyat Swiss (SVP).
Dia menjelaskan bahwa untung sekali tidak banyak wanita yang mengenakan burqa di Swiss. Namun ia juga menekankan bahwa jika terdapat indikasi, kami akan segera menanganinya sebelum lepas kendali.
Pemerintah dan parlemen diketahui menentang larangan dalam skala nasional.
Namun, jika inisiasi tersebut ditolak, maka ia tuntutan selanjutnya adalah pengharusan penunjukkan wajah kepada pihak berwenang jika diperlukan untuk identifikasi, misalnya di perbatasan.
Di bawah sistem demokrasi Swiss, masalah apa pun dapat diajukan ke pemungutan suara nasional selama dapat mengumpulkan 100.000 tanda tangan dari 8,6 juta orang itu.
Jajak pendapat tersebut memakan waktu hingga tiga bulan.
Untuk lolos, inisiasi membutuhkan dukungan dari mayoritas pemilih di seluruh negeri, dan dari mayoritas 26 wilayah federal Swiss, enam di antaranya dihitung sebagai setengah wilayah dalam pemungutan suara.
Pemungutan suara sebelumnya yang diadakan pada tahun 2009 yang melarang pembangunan menara menara di masjid memicu kemarahan di luar negeri.
Gerakan yang Menjurus ke Islamfobia
Muslim Swiss mengatakan partai-partai sayap kanan memanfaatkan jajak pendapat untuk mengumpulkan pendukung mereka. Pihak lainnya memperingatkan larangan dapat memicu perpecahan yang lebih luas.
“Niqab adalah lembaran kain yang membuat orang yang melihatnnya menjadi takut untuk berinteraksi dengannya,” kata Andreas Tunger-Zanetti, manajer Pusat Penelitian Agama di Universitas Lucerne.
“Namun, pastinya hampir sangat tidak mungkin kita menemui mereka di jalan-jalan kota Swiss”, lanjutnya.
Dia mengatakan larangan tersebut berisiko memperkuat citra Swiss sebagai anti-Islam dan dapat menimbulkan kebencian di antara sebagian Muslim.
Rifa’at Lenzin, 67, seorang wanita Muslim Swiss, mengatakan dia sepenuhnya menentang larangan tersebut, karena malash tersebut hampir tidak ada, apalagi di negara di mana Muslim terintegrasi dengan baik.
“Mengubah konstitusi dengan tujuan untuk memberi tahu apa yang mereka bisa pakai dan tidak adalah ide yang sangat buruk. Ini Swiss, bukan Arab Saudi.”
“Kami Muslim tapi kami warga Swiss yang tumbuh di sini juga,” kata Lenzin. “Pemungutan suara ini rasis dan Islamofobia.”
Baca juga: Pengkhianatan Patriot Terhadap Saudi di Mata Pakar