Purna Warta – Surat kabar berbahasa Ibrani, Haaretz dalam laporannya mewartakan perselisihan pendapat antara Amerika Serikat dan Israel mengenai investasi Cina di pelabuhan Haifa. Tel Aviv menolak usulan Washington untuk inspeksi keamanan pelabuhan Haifa.
Pemerintah baru Amerika mengkhawatirkan partisipasi perusahaan-perusahaan Cina dalam pengembangan pelabuhan Haifa. Hingga AS mengajukan satu usulan, pada tahun lalu, untuk melakukan inspeksi atau pengamatan secara langsung keamanan melalui Garda Maritim.
Pemerintah Amerika, menurut laporan Haaretz, terkhusus bagian Kemenhan mengkritik habis Israel karena mengikutsertakan Cina dalam pengembangan pelabuhan Haifa. Bahkan Amerika khawatir Cina akan mencuri informasi aktifitas-aktifitas pelabuhan dengan teknologi mata-matanya, terkhusus karena adanya kerjasama rezim Zionis dengan kapal-kapal perang Amerika.
Dikutip dari surat kabar Arab48, 1/2, Haaretz melanjutkan bahwa pemerintah AS telah memperingatkan Israel akan kerjasamanya dengan Cina. Washington telah mengungkapkan protes dan kekhawatirannya ini di setiap pertemuan karena bersendernya kapal-kapal perang Pentagon di Haifa.
“Kami mengkhawatirkan efek aktifitas perusahaan-perusahaan Cina akan kepentingan Amerika di Barat Asia,” jelas pihak Amerika menerangkan menurut laporan Haaretz. Perselisihan AS-Israel di bagian ini lebih sensitif dari bagian-bagian keamanan lainnya.
Salah satu analis JINSA (Jewish Institute for National Security of America), Blaise Misztal menjelaskan kekhawatiran yang terus menyelimuti Amerika. “Perbedaan hingga saat ini masih belum selesai,” jelasnya.
Thinktank Zionis yang bercokol di Amerika ini meneruskan dalam analisanya bahwa Amerika butuh bantuan para sekutunya, khususnya pasca keputusan mereka untuk mengurangi pasukan di Asia Barat. Amerika berharap Israel mengambil peran utama dalam hal ini dan membantu hegemoni Amerika di dunia.
Amerika, menurut institut Yahudi tersebut, masih berjibaku dengan Cina, sedangkan ekonomi Israel-AS saling berkaitan.
“Seandainya investasi Cina terus berjalan di tanah pendudukan Zionis, maka hal itu bisa jadi bendungan kepentingan Israel-Amerika, bahkan membahayakan stabilitas ekonomi rezim,” lanjut JINSA mengamati.
“Cina akan menyuntikkan saham di perusahaan-perusahaan Israel. Cina akan memanipulasi teknologi Israel untuk meningkatkan militer, produksi dan hegemoninya. Cina berinvestasi di pelabuhan Haifa, yang akan menjadi karang ganjalan bagi kapal-kapal Amerika untuk berlabuh di sana,” tambah JINSA.
Masih berdasarkan laporan Haaretz, dilaporkan bahwa jika rezim Zionis tidak melakukan apapun untuk membatasi pengaruh Cina di bagian ekonominya, maka Israel akan disetir oleh Beijing dan Zionis akan mengambil jarak dari sekutu Eropanya.
JINSA selanjutnya menganjurkan satu hal. “Israel harus menjalankan strategi khusus untuk mengurangi bahaya partisipasi Cina di Palestina Pendudukan, terutama mencegah Cina manipulasi teknologi Israel di bawah kerjasamanya dengan instansi-instansi Zionis. Untuk mencegah hegemoni Cina dalam kerjasama ini, Israel harus meningkatkan kerjasama keamanan dengan Amerika” jelas JINSA.
Kepada Haaretz, Blaise Misztal menjelaskan, “Persaingan Amerika-Cina akan terus berlanjut di pemerintahan Joe Biden. Ini adalah satu permasalahan yang disepakati oleh Demokrat dan Republik. Dan mungkin pemerintah Joe Biden akan lebih keras menghadapi Cina.”
Di akhir Haaretz mengamati, “Karena kekhawatiran Amerika, Kabinet keamanan serta politik Zionis membentuk satu tim demi menganalisa investasi asing di wilayah pendudukannya di Palestina tahun lalu. Tujuan utama dari tim tersebut adalah mengawasi investasi Cina di perusahaan-perusahaan Israel, terkhusus di bidang yang berkaitan dengan keamanan atau kepentingan Amerika. Namun langkah ini belum pula meredam ketakutan Washington.”