Israel Paling Takut Perang Kawasan

Israel Paling Takut Perang Kawasan

Purna WartaIsrael selalu menghindari perang multi militer, karena mereka telah menjadi negara lemah yang tak lagi mampu memadamkan api perang sepihak.

Al-mayadeen membahas kondisi sakit rezim Zionis ini dengan memulai catatannya, “Dalam 5 perang versus Muqawamah Lebanon dan Palestina, dari perang 33 hari dengan Hizbullah hingga Pedang al-Quds tahun 2021 versus resistensi Palestina, Israel menelan kekalahan telak. Dan sejak perang Oktober 1973, Tel Aviv tidak pernah menantang medan Mesir dan Suriah.”

“Dan detik ini, Israel menghadapi ancaman dari beberapa medan, mereka anggap medan utara sebagai wilayah paling membahayakan. Medan Gaza juga berubah menjadi daerah paling instabil dan terus berguncang, Adapun Tepi Barat tergolong daerah paling rawan yang bisa meledak kapanpun. Wilayah Arab Palestina Pendudukan 1948 juga berevolusi menjadi medan perang dalam kedaulatan Tel Aviv. Sementara Irak dan Yaman akan menjadi salah satu dari serangkaian rantai ancaman jika perang benar-benar meledak,” tambah al-Mayadeen.

Baca Juga : Diskualifikasi Putra Diktator Libya dari Kandidat Pemilu

Surat kabar kondang Arab tersebut juga mengisyaratkan ancaman Iran karena isu nuklirnya, meskipun telah ditolak mentah-mentah via laporan-laporan organisasi internasional setingkat IAEA. Tapi tidak dapat dipungkiri bahwa Tehran adalah poros Muqawamah dan perlawanan melawan pendudukan hingga kolonialisme baru Kawasan.

“Bukti akan kesatuan koordinasi dan manajemen Muqawamah telah terlihat dalam perang Pedang al-Quds kemarin. Bahkan petinggi Hizbullah mengungkap sedikit kerjasama intelijensi dengan Komando al-Qassam, cabang militer Hamas. Yahya al-Sinwar pasca gencatan senjata menegaskan bahwa perang ini membuktikan koordinasi dengan gerakan perlawanan tinggi yaitu Hizbullah dan Iran,” tulis al-Mayadeen.

Al-Mayadeen melanjutkan dalam catatannya tentang persatuan Muqawamah ini dengan melaporkan deklarasi dukungan Muqawamah Yaman, Ansarullah dan upaya menemukan titik-titik strategis militer Tel Aviv demi memulai peluncuran rudal.

“Gerakan perlawanan dalam negeri Palestina juga sudah bergejolak. Banyak konfrontasi dengan pihak Israel di daerah pendudukan bahkan dalam wilayah penduduk Yahudi Zionis. Mereka berhasil menghadang pasukan, tank, kendaraan lapis baja di medan dekat Jalur Gaza. Musuh mulai yakin bahwa dalam konfrontasi depan, adu kekuatan akan semakin sengit antara warga Palestina dan Yahudi Zionis di dalam wilayah pendudukan Arab 1948,” hemat al-Mayadeen.

Baca Juga : Ketidakmampuan Pertahanan Udara Israel Cegat Rudal Suriah

“Konfrontasi di perbatasan dan pos pemeriksaan di Tepi Barat juga terus meningkat. Peristiwa dan insiden yang bisa muncul kapan saja di Tepi Barat membuktikan dampak dan pengaruh mendalam perang Pedang al-Quds serta membongkar kegagalan manajemen keamanan dan politik versus Palestina,” tambahnya.

Dalam satu kesempatan Israel mengakui, menurut laporan al-Mayadeen, bahwa gencatan senjata diterima karena kekhawatiran serta ketakutan yang sangat besar akan luas cakupan konfrontasi yang akan melebar dan prediksi perkembangan konfrontasi menjadi perang multilateral. Israel takut dan terus menggenjot persiapan lebih dari sebelumnya.

“Ketakutan musuh dari perang Kawasan dan kelemahan mereka terungkap karena efek perang terakhir di Gaza kemarin. Sebagaimana yang diakui sendiri oleh musuh melalui sebuah pengakuan bahwa masalah ini (perang) telah membuat mereka lebih tak berdaya. Mereka kehilangan daya tahan. Hal inilah yang menambah kepercayaan diri poros Muqawamah hingga mengangkat kemampuan mereka,” tulis al-Mayadeen.

Hal kedua yang menjadi sumber kekhawatiran Israel, menurut al-Mayadeen, adalah perkembangan kemampuan dan kekuatan militer gerakan-gerakan Muqawamah regional. Mereka meyakini bahwa jika perang multilateral terjadi, langit Tel Aviv akan dipenuhi pesawat-pesawat tanpa awak agresor. Ribuan rudal akan memborbardir titik demi titik penjuru Palestina dari utara hingga selatan, dari timur ke barat.

Baca Juga : Washington Akui Dampak Sanksi terhadap Penderitaan Rakyat Suriah

Perang Kawasan, menurut analisa Israel, akan menghancurkan infrastruktur dalam Tel Aviv, seperti pembangkit tenaga listrik, sumber air, gas dan bahan bakar dengan kerugian yang sangat besar.

“Akhir-akhir ini, Israel berusaha mencegah diri untuk tidak menyulut faktor-faktor yang telah membangkitkan perang Pedang al-Quds, khususnya di wilayah al-Quds, Masjid al-Aqsa dan urusan tahanan. Mereka tidak lagi mendesak warga Sheikh Jarrah, bahkan mereka mengendur dari hukum pengadilan tentang perayaan upacara-upcara agamis di sekitar Masjid al-Aqsa dan penghukuman tahnan pasca operasi Terowongan Kebebasan,” hemat al-Mayadeen.

Al-Mayadeen juga menambahkan bahwa Tel Aviv juga berupaya untuk membeli keamanan di medan Gaza dengan cara bahwa para petinggi Zionis tidak mendesak dan menekan Gaza melalui syarat-syarat gencatan senjata. Secara umum, Israel menyetujui perbedaan antara kasus rekonstruksi dalam Gaza dengan masalah-masalah kemanusiaan, pertukaran tahanan dan orang-orang yang hilang. Mereka mundur dari syarat-syarat pendahulunya.

Kekuatan pertahanan lawan di Lebanon juga dianalisa kembali oleh rezim Zionis. Mereka telah merubah strategi dan kaedah perang melawan Hizbullah dalam beberapa bulan terakhir. Hizbullah telah menyerang daerah pendudukan di pertanian Shebaa sebagai bentuk balasan atas serangan sebelumnya, akan tetapi Israel diam saja.

Baca Juga : Rusia: Pertahanan Suriah Hancurkan Sebagian Besar Rudal Israel

Namun demikian, kata al-Mayadeen, Israel masih mempercayai sumber kekuatannya, yang mampu membatasi indikasi perlawanan, salah satunya adalah strategi mereka dalam merangkul Arab Kawasan melalui resolusi Abraham atau normalisasi. Di tahap berikutnya, Mesir dan Yordania telah bersiap-siap. Israel telah menggantungkan diri pada kerjasama keamanan yang baru dengan Otoritas Palestina dan relasi-relasi dengan beberapa negara Arab.

“Israel telah memperhitungkan urusan ini, yaitu mensibukkan Hizbullah dengan masalah dalam negeri, meningkatkan krisis ekonomi, politik dan konfrontasi politik versus Saudi beserta beberapa negara Arab Teluk Persia dengan manipulasi kasus George Kordahi yang berakhir pada drama penarikan mundur Dubes Riyadh dari Beirut,” hemat al-Mayadeen.

Meskipun Israel tak henti mengirim pesan ke poros Muqawamah melalui serangannya ke kedaulatan Suriah, tetapi mereka masih takut untuk memasuki babak perang di semua medan, karena jika hidup lampu hijau agresi di medan manapun, mereka pasti menghadapi balasan dari medan-medan lainnya.

Di akhir al-Mayadeen menuliskan, “Para petinggi Israel takut perang akan memukul mundur mereka ke 10 tahun lalu atau berakhir kepada kekalahan strategis. Skenario ini telah lebih mendekati kenyataan dari kemarin. Ketakutan musuh semakin nyata bertepatan dengan deklarasi poros Muqawamah untuk menyatukan medan perang versus Zionis.”

Baca Juga : Ansarullah Yaman Kutuk Sebutan Teroris untuk Hizbullah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *