Purna Warta – Tampaknya pembentukan kabinet baru yang dikuasai golongan relijius dan sayap kanan di bawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu saat ini mendapatkan perlawanan dan penentangan yang sangat keras yang belum pernah terjadi di sejarah konflik internal Israel.
Mereka dianggap adalah kelompok relijius dan memiliki kecenderungan etnis yang paling radikal. Penentangan ini sedemikian besarnya bahkan sebagian petinggi politik dan militer menghimbau para penentang untuk menggelar protes dalam berbagai bentuk, bahkan dengan menghalalkan tindakan yang dianggap melanggar hukum. Para petinggi Israel yang mengompori protes besar-besaran tersebut antara lain, Ehud Barak, Moshe Ya’alon, Avigdor Lieberman dan Dan Halutz.
Baca Juga : Iran dengan Tegas Menolak Pengayaan Uranium hingga 84%
Untuk diketahui, sebenarnya perselisihan dalam skala besar soal perebutan kekuasaan antara kelompok dan partai politik di Israel selalu terjadi sepanjang didirikannya negara ilegal Israel hingga saat ini. Hanya saja, para petinggi rezim Zionis mampu mengontrol semua perselisihan ini karena masih menjunjung tinggi kepentingan proyek Zionisme secara umum. Adapun perselisihan yang terjadi dalam empat tahun terakhir berbeda dari sebelumnya dan dianggap sebagai krisis politik yang serius. Selain itu, kritik terhadap pemerintahan baru dan penentangannya telah meningkat secara luar biasa.
Apa akar permasalahannya?
Tidak dapat dikatakan bahwa alasan utama meningkatnya ketegangan di wilayah pendudukan dan penentangan terhadap pemerintah Netanyahu adalah karena pemerintahannya menganut paham politik kanan. Sebab, sejak kemenangan partai Likud dalam pemilu tahun 1977, yakni 46 tahun lalu, kaum kananlah yang mendominasi kancah politik rezim Zionis. Selain itu, masyarakat Zionis secara umum telah bergerak semakin ke kanan selama 20 tahun terakhir. Sementara itu, persaingan kekuasaan selalu terlihat di antara kelompok dan aliran sayap kanan. Di lain sisi, arus sayap kiri semakin lama semakin mengalami kemunduran di kancah perpolitikan Israel. Yang lebih uniknya, secara pemikiran dan ideologi, gerakan politik sayap kiri dalam perkembangannya memiliki lebih banyak kesamaan dengan sayap kanan.
Jajak pendapat menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga orang Israel, 66% dari mereka, menganggap diri mereka sayap kanan. Masalahnya adalah golongan sayap kanan di Israel, khususnya mereka yang memiliki kecenderungan relijius dan etnis yang ekstrim, selalu memiliki saham yang besar di pemerintahan. Kita menyebut mereka dalam makalah ini sebagai golongan Zionis relijius. Ini adalah golongan yang tidak hanya berpartisipasi dalam struktur pemerintahan, tetapi juga menentukan kebijakan umum rezim Zionis secara umum. Mereka menganggap diri mereka sebagai pembela identitas zionisme.
Golongan ini ingin mengatur hubungan antara agama dan pemerintah serta melembagakan pelaksanaan perintah Kitab Suci Taurat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Mereka juga ikut campur dalam perang Palestina-Israel dan percaya bahwa Masjid Al-Aqsa, Yerusalem yang diduduki dan Tepi Barat harus dikuasai Israel sepenuhnya. Golongan ini bahkan tidak percaya dengan solusi dua negara. Selain memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan, mereka juga menguasai sistem kepolisian, institusi yang terkait dengan pembangunan pemukiman dan pengelolaan Tepi Barat, dan institusi pendidikan.
Baca Juga : Menlu Iran: UE Kejar Kebijakan Sanksi Trump yang Gagal Terhadap Iran
Berdasarkan semua yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa akar utama dari peristiwa terkini di wilayah pendudukan adalah kekhawatiran tentang upaya golongan sayap kanan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan pemerintah berdasarkan pandangan dan sikap ekstremis mereka. Kritikus dan penentang pemerintah percaya bahwa ideologi ini telah menyebabkan konflik internal di Israel dan pada akhirnya akan membuatnya terkucilkan. Tindakan ekstrem pemerintah dinilai dapat membuat wajah Israel buruk di mata dunia. Oleh karena itu, sangat jelas para pengkritik khawatir akan terungkapnya wajah buruk zionis melalui tindakan ekstrim pemerintah. Sementara golongan zionis relijius mengatakan bahwa kekhawatiran ini hanyalah ilusi belaka. Sebab, mereka percaya bahwa Israel tidak membutuhkan persetujuan orang lain karena pengaruh globalnya yang meningkat. Menurut berargumen, pengalaman telah membuktikan bahwa reaksi Arab dan internasional tidak pernah benar-benar menjadi penghalang atas segala tindakan Israel.
Kekhawatiran tentang tindakan ekstremis meningkat ketika upaya terorganisir golongan zionis relijius dan sekutu pemerintah mereka diintensifkan untuk menciptakan kesesuaian antara hukum dan pemikiran dan gagasan ekstremis mereka. Bahkan, pihak oposisi mulai lebih mengkritik kabinet setelah melihat upaya para ekstremis untuk memperluas kendali mereka atas sistem peradilan atau mengurangi tingkat pengaruhnya terhadap pemerintah. Misalnya, Yarif Lifin, Menteri Kehakiman di kabinet Netanyahu, mempresentasikan rencana pengurangan kekuasaan dan wewenang Mahkamah Agung. Ini berarti bahwa Knesset (Parlemen) diperbolehkan untuk mengabaikan keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dan tidak menerapkannya. Menanggapi rencana yang diajukan Lifin yang juga anggota partai Likud, Esther Hayot, ketua Mahkamah Agung rezim Zionis, mengklaim: “Rencana ini menghancurkan struktur keadilan dan menghancurkan demokrasi.”
Tindakan pemerintah semacam ini bahkan membuat para veteran angkatan udara Israel, termasuk Dan Halutz, mantan kepala Staf Gabungan tentara rezim ini, bangkit melawan pemerintah. Dia meminta semua orang untuk berdiri teguh di depan pemerintah dan menghadapinya. Tokoh militer rezim Zionis ini meminta otoritas hukum untuk tidak mengizinkan pemerintah mencapai tujuannya. Dalam hubungan ini, Dan Halutz menulis surat kepada Mahkamah Agung rezim Zionis dan otoritas hukum yang menyatakan, “Kita menghadapi kenyataan pahit hari ini, dan koalisi partai agama dan etnis yang ekstrem merupakan ancaman serius bagi masa depan Israel.”
Baca Juga : Bashar Assad: Hubungan Suriah dengan Lebanon adalah Persaudaraan
Kekhawatiran tentang tindakan pemerintah tumbuh ke titik di mana pejabat Israel menjadi khawatir tentang citra eksternal Israel. Dalam hal ini, 105 duta besar dan diplomat Israel dalam surat bersama untuk “Benyamin Netanyahu” mengungkapkan keprihatinan mereka tentang tindakan pemerintah dan menyatakan bahwa tindakan tersebut dapat merusak hubungan luar negeri Tel Aviv dan kepentingannya di arena luar negeri. Sementara itu, Amerika Serikat dan Uni Eropa, seraya mengungkapkan keprihatinan atas kebijakan dan tindakan pemerintah Israel, menegaskan bahwa tindakan tersebut dapat membahayakan proses perdamaian dengan Palestina dan normalisasi hubungan Tel Aviv dengan berbagai negara.
Dari semua yang telah kami uraikan di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua alasan utama mengapa pemerintahan Netanyahu yang bari berdiri ini mendapatkan penentangan yang besar dari sejumlah besar rakyat zionis. Pertama adalah pengaruh golongan zionis relijius dan liberal sayap kanan yang keduanya dianggap memiliki pemikiran yang ekstrim yang sangat membahayakan kepentingan Israel di dalam maupun di kancah internasional. Kedua, pemerintahan Netanyahu sendang berusaha mengesahkan undang-undang yang dapat melemahkan kekuatan Mahkamah Agung Israel terhadap segala tindakan legislatif dan eksekutif.