Purna Warta – Tahun ajaran baru belum lama ini sudah dimulai di Palestina. Ada satu hal yang sangat kontroversi kali ini. Itu tak lain adalah sampul-sampul buku pelajaran di sekolah-sekolah di Yerusalem. Hal itu telah menuai protes keras dari orang-orang Palestina. Penyebab utama protes itu adalah struktur kota Yerusalem, kota yang telah diduduki sepenuhnya oleh Rezim Zionis dalam waktu 6 hari.
Yerusalem, atau Yerusalem yang Terduduki
Sebelumnya, mari kita mengenal secara singkat kota Yerusalem itu sendiri. Kota Yerusalem atau yang juga disebut dengan kota Quds atau Al-Quds, merupakan kota yang terduduki. Maka dari itu tidak jarang kita dengar orang menyebutnya dengan Yerusalem/Quds yang terduduki (occupied). Itu artinya, Kota Yerusalem secara trukural administratifnya berada di bawah otoritas Israel.
Kota Yerusalem sendiri sebenarnya terpisah antara Yerusalem Barat dan Yerusalem Timur. Untuk diketahui, Sekitar 4,5 ribu warga Palestina tinggal di Yerusalem Barat dan lebih dari 345 ribu warga Palestina tinggal di Yerusalem Timur. Sementara itu, 220.000 orang Israel tinggal di Yerusalem Timur dan 350.000 di Yerusalem Barat. Salah satu upaya Zionis dalam beberapa tahun terakhir adalah menyita wilayah Quds Barat dengan tujuan membersihkan sepenuhnya dari Palestina dan Arab.
Gambar di bawah ini menunjukkan pembagian yang tepat antara Yerusalem Timur dan Barat, serta situs tua atau bersejarah di mana Masjid Al-Aqsha merupakan bagiannya (wilayah hitam di tengah Yerusalem Timur dan Barat).
Sekolah-sekolah di Yerusalem yang diduduki
Sekolah-sekolah di Yerusalem sampai tahun 1967 dan sebelum pendudukan kota ini berada di bawah kendali negara Yordania. Namun setelah Israel menduduki kota ini dalam Perang Enam Hari dan dicabutnya kendali Yordania atas Tepi Barat dan Yerusalem, para penduduk Yerusalem telah mencoba mengambil alih asosiasi pendidikan, untuk mengontrol dan memantau materi dan kurikulum sekolah-sekolah-sekolah di Yerusalem yang diperuntukkan kepada orang-orang Arab.
Sekolah-sekolah di Yerusalem berdasarkan payung menejemennya yang menaunginya terbagi menjadi empat: sekolah swasta, sekolah yang berafiliasi dengan Kementerian Pendidikan Otoritas Palestina (tidak resmi), sekolah UNRWA (agen bantuan dan tenaga kerja untuk pengungsi Palestina) dan sekolah yang berafiliasi dengan Kota Yerusalem yang Diduduki ( dengan manajemen Israel).
Namun Otoritas Kota Yerusalem baru-baru ini melakukan tindakan yang dianggap kontroversial. Mereka bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Israel memasukkan materi-materi khusus anak-anak didik Israel ke buku-buku teks sekolah-sekolah untuk orang-orang Palestina. Menanggapi aksi ini, sekolah-sekolah Arab di Yerusalem telah menggelar mogok kerja. Ada sekitar 150 sekolah dengan sekitar 100 ribu siswa yang ikut serta dalam aksi mogok kerja itu.
Tujuannya adalah penghilangan identitas
Juru bicara gerakan Fatah di Yerusalem juga menuntut komitmen seluruh keluarga dan sekolah untuk mogok dan menutup sekolah sampai isi buku diubah. Fatah percaya tujuan Zionis adalah untuk mengubah identitas Palestina. Gerakan Fatah telah menekankan dalam sebuah pernyataan bahwa tujuan dari tindakan ini adalah untuk melakukan Yudaisasi kota Yerusalem dan mengubah identitas saat ini.
Untuk lebih jelasnya, mari kita perhatikan beberapa perubahan-perubahan kecil yang dilakukan di buku-buku pelajaran terbaru di Yerusalem:
1. Dihapusnya Definisi Negeri Syam: Palestina, Yordania, Syria dan Libanon dari kitab Pendidikan Islam
2. Dihapusnya penjelasan tentang Sykes-Pico dari buku geografi, yang menunjukkan kontradiksinya dengan Deklarasi Balfour
3. Dihapusnya Ayat-ayat Alquran yang berkenaan dengan Jihad dari buku Pendidikan Agama
4. Dihapusnya gambar bendera Palestina dan “kunci” yang melambangkann hak kembali bagi para pengungsi Palestina.
5. Dihapusnya nama-nama tawanan dan pengungsi dan sebagai gantinya dimasukkan kata-kata guru dan wanita di buku mata pelajaran bahasa.
6. Penggunaan lambang Zionisme di samping lambang-lambang agama lainnya dengan menyertakan slogan kesetaraan seluruh agama.
Penutup:
Upaya mengubah identitas generasi Palestina saat ini tak kalah berbahayanya daripada mengubah struktur penduduk di Yerusalem dan penyitaan tanah dan rumah, yang “tampaknya legal”. Kekhawatiran Palestina tentang identitas anak-anak dan remaja mereka di Tepi Barat, Quds dan Jalur Gaza di sekolah-sekolah UNRWA dan bahkan di sekolah-sekolah yang berpemerintahan sendiri menjadi sangat serius dalam beberapa tahun terakhir. Pemimpin Tertinggi Iran menekankan pentingnya menjaga identitas Palestina dalam pidatonya di konferensi dukungan untuk intifada Palestina pada 21 Februari 2017:
“Pada dasarnya, metode pembentukan rezim Zionis dilakukan sedemikian rupa sehingga mereka mustahil untuk berhenti melakukan ekspansi dan penindasan serta melanggar hak-hak warga Palestina. Sebab, keberadaan dan identitasnya bergantung pada penghancuran bertahap identitas dan eksistensi Palestina. Bahkan keberadaan rezim Zionis yang ilegal ini akan dapat berlanjut jika identitas dan keberadaan Palestina dapat diruntuhkan. Inilah alasan mengapa upaya perlindungan terhadap identitas Palestina dan semua tanda identitas yang sejati dan jelas ini merupakan jihad yang wajib, perlu dan suci. Selama nama Palestina, memori Palestina dan nyala api perlawanan menyeluruh bangsa ini tetap dibangkitkan, tidak mungkin fondasi rezim pendudukan diperkuat.”