Purna Warta – Di tengah meningkatnya pembicaraan tentang kemajuan nyata dalam negosiasi yang sedang berlangsung antara Riyadh dan Teheran, sebuah media Prancis mengabarkan tentang kesepakatan yang akan segera terjadi antara kedua negara tentang upaya meredakan ketegangan, menurunkan skala perang proksi dan pembukaan kembali konsulat.
Berita ini muncul setelah putaran negosiasi yang mempertemukan pejabat Saudi dan Iran di ibukota Irak, Baghdad, selama beberapa bulan terakhir, yang terakhir pada 24 September, menurut apa yang diumumkan Menteri Luar Negeri Saudi pekan ini.
Sementara PBB menyatakan dukungannya untuk kemajuan antara dua negara saingan regional itu, kedua negara dalam periode lalu telah saling melontarkan pernyataan-pernyataan yang dianggap positif. Di samping itu Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir Abdollahian bulan ini, telah mennyinggung tentang kemajuan positif dalam negosiasi dan fase baru hubungan dengan Arab Saudi
Kesepakatan Segera Dicapai
Dalam perkembangan baru, AFP pada 11 Oktober 2021 mengatakan bahwa putaran terakhir negosiasi membicarakan soal upaya menenangkan ketegangan dan meredakan perang proksi. Media itu mencatat bahwa kedua pihak berada di ambang mencapai kesepakatan dalam upaya mengurangi perselisihan.
Media tersebut mengutip sumber asing di Riyadh bahwa putaran negosiasi yang berlangsung di Baghdad pada akhir September telah mencapai kesepakatan awal untuk membuka kembali konsulat antara kedua negara, dan putaran negosiasi mendatang akan menyaksikan finalisasi kesepakatan.
“Kedua negara kemungkinan besar akan memberikan sentuhan akhir pada kesepakatan, dalam putaran pembicaraan baru yang mungkin terjadi dalam beberapa hari,” kata sumber itu.
“Mereka pada prinsipnya telah mencapai kesepakatan untuk membuka kembali konsulat…Saya pikir pengumuman normalisasi hubungan mungkin akan datang dalam beberapa minggu ke depan,” lanjutnya.
Menurut sumber tersebut, Arab Saudi tertarik untuk mengakhiri konflik di Yaman; Karena biayanya miliaran dolar, sementara Teheran berusaha mencari peluang ekonomi dengan Saudi demi menghidupkan kembali ekonominya yang hancur karena sanksi.
Baca juga: Akhir dari Perang Yaman: Kekalahan yang Mahal, Sangat Mahal!
AFP lebih lanjut mengutip penasihat pemerintah Saudi, Ali Al-Shihabi, yang menggambarkan situasi saat ini sebagai “sangat positif dan menggembirakan”, tetapi Riyadh “perlu mengambil langkah nyata.”
Menurut Al-Shihabi, kerajaan “meminta Iran untuk mengambil langkah nyata dan bukan kata-kata manis, terutama yang berkaitan dengan perang di Yaman dan dukungan keuangan dan militer untuk Houthi,” yang baru-baru ini meningkatkan serangan mereka terhadap kerajaan.
Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir Abdollahian, mengatakan pada konferensi di Beirut (8 Oktober 2021), bahwa negosiasi antara kedua negara “berjalan ke arah yang benar”. Ia juga mengatakan kedua negara telah mencapai kesepakatan tentang berbagai hal, tetapi dia tidak menjelaskan rinciannya.
Abdullahian menekankan pentingnya melanjutkan dialog antara dua negara penting di kawasan itu, dan mengatakan bahwa setiap pemahaman di antara mereka akan melayani kawasan secara umum. Menunjukkan bahwa dialog antara Riyadh dan Teheran akan meningkatkan keamanan kawasan Timur Tengah dan mengamankan masa depannya.
Pada 3 Oktober 2021, Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan mengumumkan bahwa negaranya mengadakan perundingan putaran keempat dengan Iran pada 21 September, tetapi ia menegaskan bahwa hal itu masih dalam tahap eksplorasi.
Selama konferensi pers di Riyadh dengan Perwakilan Tinggi untuk Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Uni Eropa, Josep Borrell, “Ben Farhan” mengatakan bahwa putaran negosiasi ini adalah yang pertama sejak Presiden Iran Ibrahim Raisi menjabat Agustus lalu.
Ini Baru Permulaan
Upaya kerja sama antara dua negara ini bertentangan dengan apa yang diperkirakan banyak analis, yang percaya bahwa masih terlalu dini untuk membicarakan perjanjian Saudi-Iran.
Penulis dan jurnalis Irak Iyad al-Dulaimi percaya bahwa terlalu dini untuk membicarakan kesepakatan antara kedua belah pihak, tetapi pada saat yang sama menekankan pentingnya pertemuan baru-baru ini, yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Saudi Adel al -Jubeir dan Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Shamkhani.
Dalam sebuah wawancara dengan “Al-Khaleej Online”, Al-Dulaimi mengatakan: “Itu adalah pertemuan penting dan mungkin merupakan titik penting dalam jalur negosiasi yang dibentuk oleh Teheran dan Riyadh.” Meskipun demikian, analis Irak menambahkan, “Pertemuan-pertemuan ini belum menghasilkan kesepakatan, tetapi mereka mungkin melakukannya nanti.”
Al-Dulaimi berpendapat bahwa alasan tidak tercapainya kesepakatan selama ini adalah keinginan kedua negara untuk tidak segera mencapai kesepakatan, karena mereka mencari keuntungan dari negosiasi dan hasil yang dihasilkan dari mereka.
Analis Irak menyimpulkan bahwa “kelanjutan dari pertemuan ini menegaskan bahwa kita menghadapi realitas regional baru berdasarkan perbedaan yang tenang dan dingin.”
Dukungan internasional
Memasuki lini pertama perundingan, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres (7 Oktober 2021), menyatakan sambutan hangat dan kesiapannya untuk mendukung dialog ini jika diminta.
Juru bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Stephane Dujarric, mengatakan bahwa diskusi antara Arab Saudi dan Iran ini “sangat penting,” menekankan bahwa itu adalah “masalah yang sangat sensitif untuk keamanan kawasan.”
Hubungan antara Arab Saudi dan Iran terputus pada awal 2016, setelah penyerbuan kedutaan Riyadh di Teheran. Penyerbuan itu dipicu oleh tindakan Saudi yang menghukum mati aktifis Ulama Syiah Saudi. Namun diskusi yang sedang berlangsung antara kedua pihak saat ini menunjukkan bahwa telah terjadi perkembangan hubungan antara dua kekuatan regional itu.
Setelah bertahun-tahun perbedaan politik antara Arab Saudi dan Iran, kedua negara mengadakan 4 putaran dialog di ibukota Irak, Baghdad, karena pembicaraan baru-baru ini menunjukkan pergeseran diplomatik antara dua negara yang dilanda konflik terbesar di Timur Tengah, pada saat Kerajaan berusaha untuk menemukan solusi untuk konflik di Yaman.
Arab Saudi mengatakan bahwa mereka memantau segala tindakan Iran setelah presiden konservatif (baca: kubu Reformis) berkuasa. Presiden yang berkuasa telah menekankan soal peningkatan hubungan dengan semua negara tetangga. Tetapi pada saat yang sama, mereka menunjukkan bahwa Presiden Iran telah menganggap kekuatan negaranya sebagai penjamin stabilitas kawasan.
Dalam pidato resmi pertamanya setelah pelantikannya, dia juga menekankan bahwa negaranya akan terus mendukung mereka yang dia sebut “tertindas” di Suriah dan Yaman, dalam referensi implisit kepada Bashar al-Assad dan Houthi di Yaman.
Namun, keadaan yang terjadi di kawasan selama beberapa tahun terakhir dapat mendorong kedua pihak untuk mencapai penyelesaian yang melayani kepentingan mereka, bahkan jika melalui gencatan senjata di mana masing-masing pihak dapat bekerja untuk mengatasi masalah yang lain, terutama dengan munculnya Presiden Joe Biden ke tampuk kekuasaan di negara bagian Amerika Serikat.
Secara umum, situasi di kawasan dalam beberapa tahun terakhir, dan terutama naiknya Presiden Amerika Serikat Joe Biden, kemungkinan akan membawa kedua belah pihak berkoordinasi demi mencapai solusi yang untuk kepentingan masing-masing. Maskipun koordinasi ini hanya bersifat “gencatan senjata”. Mereka harus melakuannya meski terpaksa.
Tulisan ini disadur dari tulisan Yusuf Hamud dari situs Alkhaleej Online. Purna Warta tidak mendukung atau menolak pendapat atau pandangan sang penulis asli.