Tehran, Purna Warta– Pejabat Mesir dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Al-Sharq Al-Awsat hari Selasa (30/5) mengatakan bahwa Kairo menyambut baik tanda-tanda positif yang diungkapkan oleh Iran terkait perkembangan hubungan bilateral dengan Mesir.
Mantan Menteri Luar Negeri Mesir, Nabil Fahmy menyatakan bahwa dia memiliki kontak dengan pejabat Iran selama beberapa tahun terakhir, dan menambahkan bahwa pejabat Iran dan Mesir membahas pentingnya mengembangkan hubungan bilateral dan mendukungnya.
Baca Juga : Jubir Sekjen PBB Kecam Serangan Drone ke Moskow
Nabil Fahmy menyinggung kesepakatan antara Iran dan Arab Saudi dan kontak antara pejabat Iran dan Mesir, menganggapnya sebagai awal dari diskusi pemulihan hubungan, terutama setelah kunjungan para pemimpin Oman ke Kairo dan Tehran.
Hubungan antara Mesir dan Iran mengalami ketegangan dalam beberapa dekade terakhir, meskipun kedua negara telah mempertahankan kontak diplomatik.
Pada Desember 2022, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian menyambut baik usulan Perdana Menteri Irak Mohammad Shia al-Sudani untuk memulai dialog antara Kairo dan Tehran.
Menteri luar negeri Iran pada pertemuan di Yordania mengatakan bahwa perdana menteri Irak menyatakan keinginannya untuk mendorong dimulainya negosiasi antara Iran dan Mesir di tingkat keamanan dan politik, yang akan mengarah pada peningkatan hubungan antara kedua negara.
Fada Hossein Maleki, anggota Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran, baru-baru ini mengatakan bahwa negosiasi antara Iran dan Mesir sedang berlangsung di Irak, dan hubungan bilateral akan dipulihkan dalam waktu dekat.
Fada-Hossein Maleki mengatakan, Iran dan Mesir berada di jalur untuk memulihkan hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan masing-masing. Maleki menambahkan bahwa Presiden Iran, Ebrahim Raisi dan rekannya dari Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, akan bertemu langsung dalam waktu dekat.
Berbicara kepada kantor berita Iran, Tasnim pada Minggu, Maleki mengatakan bahwa pembicaraan antara Teheran dan Kairo saat ini sedang diadakan di Irak. Anggota parlemen menggambarkan suasana selama negosiasi sebagai positif.
Pada bulan Januari, Kementerian Luar Negeri Iran mengungkapkan bahwa Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian, duduk dengan kepala negara Mesir pada akhir tahun 2022.
Juru bicara kementerian mengatakan pada saat itu bahwa kedua negara pada dasarnya tidak memiliki masalah untuk dialog, pertemuan, dan pertukaran pandangan. Hubungan antara Kairo dan Teheran terputus pada tahun 1980 setelah Revolusi Islam di Iran.
Rahbar atau Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran seraya mengisyaratkan statemen Sultan Oman, Haitham bin Tariq Al Said terkait minat Mesir untuk memulai hubungan dengan Republik Islam Iran menegaskan, “Kami menyambut hal ini, dan kami tidak ada masalah dalam hal ini.”
Baca Juga : Pejabat Suriah: Amerika, Jangan Teteskan Air Mata Buaya untuk Rakyat Suriah!
Sultan Oman setelah kunjungan pekan lalu ke Mesir dan pertemuannya dengan petinggi negara ini termasuk Presiden Abdel Fatah El Sisi, tiba di Tehran dan bertemu serta berdialog dengan petinggi Iran. Safari Sultan Oman ke Afrika Utara dan kemudian ke Iran, sejak awal mendapat sorotan para pengamat regional, khususnya terkait Iran dan Mesir. Hal ini karena mengingat pengalaman Sultan Oman dalam diplomasi mediasi, ada kemungkinan yang digulitkan bahwa pemulihan hubungan antara Tehran dan Kairo menjadi agenda kunjungan Sultan Oman di tengah-tengah transformasi positif kawasan Asia Barat.
Dalam hal ini, dua pejabat Mesir kepada Koran Emirat, The National News mengatakan, hubungan Tehran dan Kairo menjadi agenda terpenting dalam dialog Sultan Oman dengan presiden Mesir, dan ada potensi bahwa Iran dan Mesir dalam beberapa bulan mendatang akan saling mengirim duta besar masing-masing.
Iran dan Mesir adalah dua negara poros dan sentral dunia Islam di dua kawasan sensitif dan strategis. Tak diragukan lagi bahwa Iran dan Mesir bagian dari pilar peradagan dunia, dan budaya kedua negara adalah faktor berpengaruh dan unggul, tapi proses politik senantiasa mendorong keduanya semakin rapat atau menjauh. Babak terbaru hubungan Iran dan Mesir dimulai pada 30 April 1979 dan sampai saat ini terus berlanjut.
Saat itu (April 1979), yakni hanya tiga bulan setelah kemenangan Revolusi Islam di Iran, hubungan diplomatik Mesir dan Iran terputus karena protes Tehran atas perjanjian Mesir dengan rezim Zionis Israel atau yang dikenal dengan perjanjian damai Camp David. Perjanjian ini juga membuat Mesir dikeluarkan dari Liga Arab dan Kairo untuk keluar dari krisis memilih mendukung penuh rezim Saddam dalam perang delapan tahun dengan Iran. Hambir dua dekade kemudian dari berakhirnya perang Iran dan Irak, Presiden Mesir saat itu, Hosni Mubarak mengakui bahwa sebanyak 18 ribu tentara Mesir bergabung dengan Irak dalam perang melawan Iran.
Meskipun ini; Kawasan Asia Barat kini menyaksikan perkembangan baru yang memperkuat prospek peningkatan hubungan antara Iran dan Mesir; Menyusul interaksi berkelanjutan dari otoritas Republik Islam Iran dengan negara-negara tetangga dan kawasan, kini dihasilkan pencapaian seperti dimulainya kembali hubungan diplomatik antara Iran dan Arab Saudi dan banyak negara Arab dan Islam juga menyambutnya dan mereka menilai tindakan ini efektif untuk memperkuat keamanan dan stabilitas kawasan.
Sehubungan dengan itu, kini di Asia Barat, interaksi dan dialog untuk menyelesaikan kesalahpahaman dan mediasi konstruktif berdasarkan prinsip non-interferensi oleh aktor Barat dan asing telah menyebar, dan contoh terpenting dari proses ini adalah peningkatan hubungan antara Iran dan Arab Saudi, yang dapat membantu untuk memajukan upaya untuk memulihkan hubungan antara Iran dan Mesir dan dunia Arab.
Abdullah Al-Ashaal, mantan asisten menlu Mesir seraya menjelaskan tidak baik melanjutkan pemutusan hubungan antara Mesir dan Iran, dan mengatakan bahwa kepentingan strategis Kairo berada di balik pemulihan hubungan tersebut, yang akan menguntungkan kedua negara, terutama pihak Mesir.
Baca Juga : Sahkan UU Anti-LGBT, AS Jatuhkan Sanksi kepada Uganda
Wajar bahwa proses pemulihan hubungan negara-negara kawasan termasuk Iran dan Mesir, selain sebuah kepentingan ekonomi dan meningkatkan interaksi politik serta keamanan, juga menjadi faktor bagi stabilitas berkesinambungan dengan poros konvergensi regional tanpa membutuhkan interaksi dan campur tangan asing.
Ayatullah Khamenei berharap dengan diperluasnya hubungan di antara sejumlah negara, umat Islam dapat memperoleh kembali kejayaannya, dan dengan menggabungkan kapasitas serta fasilitas-fasilitas yang dimiliki negara-negara Muslim, maka seluruh bangsa, negara dan pemerintah Muslim akan diuntungkan.