Irak Bukanlah Afganistan

Irak

Purna Warta – Hadi al-Amiri, Ketua aliansi al-Fatah di Parlemen Irak, membahas tentang berbagai hal, seperti gerakan al-Hashd al-Shaabi, penarikan mundur militer asing hingga akhir tahun dan kesalahan PM Mustafa al-Kadhimi menangkap salah satu Komando senior al-Hashd al-Shaabi.

Pada tanggal 31 Agustus kemarin, Irak mengadakan acara temu wicara yang bertajuk al-Rafidin 2021 di ibukota Baghdad. Acara ini diramaikan oleh 25 institut serta pusat analisa dunia dan sebagian besar tokoh pemerintahan, politik dan internasional.

Dalam kesempatan ini, Hadi al-Amiri menyampaikan beberapa pokok urusan dalam negeri Irak dan mengatakan bahwa sejak tahun 2003 dan jatuhnya rezim Saddam hingga detik ini, banyak kebijakan salah yang diambil di dalam kedaulatan Irak.

“Meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan tidaklah menjadi persoalan,” katanya.

“Kami tidak mengklaim bahwa kami suci dari kesalahan, karena suci dari kesalahan hanya milik Allah, Rasul-Nya dan para Imam. Kami harus mengakui kesalahan kami. Saya adalah pendukung para pendemo dan kritikus damai. Saya siap berada di barisan paling depan demonstrasi. Demonstran yang damai adalah rakyat saya. Kami harus membedakan demonstrasi damai dan tidak,” jelasnya.

“Kami juga siap berdialog dengan para aktivis, yang takut kembali ke provinsinya karena ancaman nyawa. Karena mereka adalah putra-putra kami,” tambahnya.

Ketua koalisi al-Fatah Irak tersebut menegaskan, “Dalam semua perang melawan ISIS, kami berada di bawah komando langsung Komandan Pasukan Bersenjata. Terorisme dan pendudukan di Irak sejak runtuhnya rezim Saddam pada tahun 2003 telah merusak proses politik negara dan berefek buruk pada keseimbangan hidup Irak.”

Pasukan Macron Harus Meninggalkan Irak Akhir Tahun

Kepada Emmanuel Macron, Presiden Prancis yang akhir-akhir ini di KTT Baghdad menegaskan tidak akan meninggalkan Irak meski AS keluar, al-Amiri menyampaikan pesan sindiran, “Pasukan kalian akan meninggalkan Irak, karena Anda bukanlah pengambil keputusan.”

Kesalahan PM Al-Kadhimi

Qasim Muslih adalah seorang Komando besar dan senior Muqawamah al-Hashd al-Shaabi. Perdana Menteri al-Kadhimi pernah mengeluarkan perintah penangkapan di provinsi al-Anbar. Sang PM, menurut pengakuan al-Amiri, telah melakukan kesalahan.

“Mustafa al-Kadhimi telah melakukan kesalahan dengan menangkap Qasim Muslih. Gerakan resistensi atau Muqawamah tidak berdiri melawan pemerintah. Qasim Muslih adalah bagian dari al-Hashd al-Shaabi dan pemerintah telah mengambil keputusan salah dengan menangkapnya tanpa konfirmasi dengan kami. Keputusan al-Kadhimi salah, seharusnya dia mengkonfirmasi kami,” cetusnya.

Qasim Muslih adalah Komando kelas atas al-Hashd al-Shaabi yang perang langsung di medan dengan Daesh dan menghancurkan banyak basis mereka di padang pasir bagian barat Irak. Jadilah dia sebagai musuh utama ISIS sebab memimpin pasukan Muqawamah di provinsi al-Anbar. Antara tahun 2003 hingga 2011, di hari-hari pendudukan Irak oleh Amerika Serikat, Muslih pernah tertangkap di provinsi Bashra dan dipenjara selama 3 tahun 2 bulan.

Qasim Muslih terkenal dengan siasatnya dalam menghadang masuknya pasukan illegal Amerika dari kedaulatan Suriah ke Irak dari jalur al-Anbar. 26 Mei lalu Qasim Muslih tertangkap dalam satu operasi bersama helikopter Amerika pimpinan Ahmed Abu Raghif, Wakil Intelijen Kementerian Irak sekaligus Kepala Komite Tinggi Penyelidikan Kasus Korupsi dan Kejahatan.

Keputusan ini langsung menjadi gonjang-ganjing dalam negeri. Kritik keras sejumlah pakar politik dan anggota al-Hashd al-Shaabi beterbangan, bahkan Menhan Irak mengakui kesalahan metode penangkapan dan penanganan pemerintah.

Setelah dua minggu penangkapan, Qasim Muslih akhirnya dibebaskan dan Dewan Tinggi Pengadilan menegaskan dalam surat pernyataan bahwa tidak ada satupun bukti yang bisa membuktikan tuduhan terhadap Komandan Qasim Muslih.

Hak Muqawamah Al-Hashd Al-Shaabi yang Hilang

Hadi al-Amiri juga menanggapi masalah pemutusan perjanjian pemerintah dengan al-Hashd al-Shaabi dan menegaskan bahwa hak beberapa pihak telah dizalimi dengan memutus kesepakatan dan pasukan al-Hashd al-Shaabi hanya 30 ribu yang kembali aktif.

Terkait pasukan asing, al-Amiri menekankan bahwa hingga akhir tahun mereka harus menarik mundur pasukan.

“Akhir tahun ini adalah akhir intervensi militer asing. Setelah pasukan Amerika keluar, saya pastikan tidak akan ada senjata di jalanan. Jika ada, saya yang bertanggungjawab,” sindirnya.

Solusi Irak

Selanjutnya, Hadi al-Amiri meneruskan pembahasannya mengenai Pemilu Irak dan menyatakan bahwa pemerintah bertanggungjawab untuk mendukung para kandidat pemilihan umum dan menciptakan kondisi positif untuk ikut terjun dalam Pemilu.

“Di Irak tidak ada solusi kecuali transisi kekuasaan dengan cara damai melalui kotak-kotak suara. Selain ini, kami tidak akan pernah sampai ke satu titikpun,” tegasnya.

Ada manuver, yang menurutnya, diciptakan untuk merusak stabilitas dalam negeri Baghdad. Darah resistensi al-Hashd al-Shaabi yang berdiri membela serangan terorisme.

“Kami adalah pendukung dan pembangun negara ketika semua pihak lari meninggalkan hingga akhirnya kemenangan ada di tangan kami melawan teroris besar Daesh,” jelasnya.

Dalam wawancara tentang kehadirannya di acara temu bincang al-Rafidin 2021, kepada media Rudaw al-Amiri menjelaskan, “Di akhir 31 Desember 2021 tidak akan tersisa satupun pasukan asing di Irak, baik Prancis maupun Turki. Ini adalah keputusan bangsa Irak.”

Mengenai KTT Baghdad, Hadi al-Amiri juga menyatakan, “Tanpa kepulangan Irak yang kuat di regional, stabilitas tidak akan ada.”

Ketua Koalisi al-Fatah tersebut menuntut semua hadirin KTT untuk merealisasikan pernyataannya, bukan sekedar berbicara.

Irak Bukanlah Afganistan

Di akhir Hadi al-Amiri membahas situasi Afganistan dan kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan dan menyatakan, “Tidak ada persamaan sama sekali antara Irak dengan Afganistan. Situasi Irak sangatlah jelas dan tidak ada yang berbeda pandangan mengenai hal ini. ISIS telah berakhir, bahkan kelompok-kelompok bersenjata yang ada di Baghdad yakin akan proses politik dan ikut terjun dalam proses politik. Ketika militer pendudukan meninggalkan Irak, semua kekuatan akan bersatu demi membangun Irak dan khidmat kepada bangsa.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *