Purna Warta – Kekhawatiran mencekam akan Intifada baru di bulan Ramadhan nanti telah mendesak Israel merancang proyek mudah ekonomi untuk Palestina. Namun selain menipu, mereka juga mengupayakan mencabut akar Muqawamah.
Rezim Zionis beserta sendi-sendi keamanan dan intelijensinya merasakan kekhawatiran dan ketakutan puncak karena situasi lapangan di Tepi Barat, al-Quds serta Jalur Gaza. Kekhawatiran akan konflik-konflik kecil yang mengarah ke satu ledakan besar.
Rai al-Youm, surat kabar kondang dunia Arab, menuliskan bahwa apakah proyek mempermudah fasilitas akan menyelamatkan Israel?… Rencana busuk dan jahat untuk menipu Palestina dan mencabut akar resistensi. Di mana hal tersebut dilakukan demi mencegah tumbuhnya Intifada baru, menurunkan siap siaga Palestina dan menyuap Ramallah.
Baca Juga : Ini Alasan Petinggi Israel Bergerak Lebih Gesit di Barat Asia
Kenapa Israel takut bulan Ramadhan?
Pasca kegagalan rezim Zionis dalam menggunakan kartu-kartu ancaman dan tekanan untuk meredam kemarahan Palestina, mereka mengeksploitasi alat lain. Satu alat yang mungkin bisa mengulur waktu. Operasi terakhir di Be’er Sheva atau Beersheba telah mengorbankan nyawa 6 warga Yahudi Zionis dan operasi ini telah menggoncang keamanan Pendudukan.
‘Kemudahan ekonomi’ telah menjadi kata yang banyak digunakan oleh media-media Israel akhir-akhir ini. Mereka menggambarkan proyek tersebut sebagai barang tawaran kepada Palestina demi mencabut Muqawamah dari akar. Mayoritas petinggi Zionis meyakini bahwa kartu ini mampu mengundur konflik atau mungkin mengakhirinya.
Rai al-Youm menuliskan, “Rezim Pendudukan berupaya untuk mencegah ledakan saat ini. Karena itu petinggi mereka, termasuk Naftali Bennett, sang Perdana Menteri dan Menteri Perang Benny Gantz dalam kunjungannya ke AS, Yordania, Emirat dan Mesir berupaya mencegah kobaran api di wilayah Pendudukan.”
Baca Juga : Sejarah Mossad di Kurdi Irak; Proyek Dagang Hingga Perjamuan Oposisi Iran
Proyek Busuk
Untuk mencegah hal ini, petinggi Zionis banyak mengingatkan peristiwa di bulan Ramadhan tahun lalu yang merupakan hadiah kepada al-Quds. Mereka banyak membincangkan aktifitas meredam situasi di Tepi Barat, Gaza dan Beit al-Muqaddas. Salah satu rencananya membuka pintu Masjid al-Aqsa untuk sholat Jamaah, mencabut pagar pintu masuk al-Amoud dan Masjid al-Aqsa, mengizinkan para Jamaah untuk melakukan ibadah dengan segala bentuknya, mengizinkan penjengukan keluarga tahanan al-Fath di Gaza, mengizinkan pertemuan keluarga Tepi Barat dengan anggota keluarga yang di Gaza dan daerah-daerah pendudukan lainnya.
Selain kemudahan-kemudahan ini, surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa Israel akan mengumumkan kemudahan-kemudahan lainnya untuk penduduk Jalur Gaza dan memperbanyak saham pekerja dari 12 ribu menjadi 20 ribu.
Menurut laporan Yedioth Ahronoth, hari Minggu pekan depan, Menteri Perang Benny Gantz akan segera menandatangani kesepakatan penambahan kapasitas karyawan ke wilayah Gaza untuk beberapa bulan ke depan demi memudahkan kesejahteraan ekonomi keluarga Gaza.
Setelah operasi Seif al-Quds (Pedang Quds) pada bulan Mei, petinggi politik Israel memutuskan penambahan saham karyawan dari 7 hingga 10 ribu dan akhir-akhir ini, jumlah tersebut meningkat menjadi 12 ribu. Hal ini diputuskan atas usulan militer dan komisi koordinasi operasi.
Baca Juga : Turki-Teroris dan Kemesraan Tak Berujung
“Jalan perdamaian telah melewati ekonomi. Hingga saat ini, jelaslah bahwa kebijakan ini benar. Masuknya pekerja telah memperbaiki ekonomi Gaza. Karena pekerja bangunan ataupun petani dalam sebulan bisa mendapatkan 5000 shekel (mata uang Israel) bahkan lebih. Ini 4-5 kali lipat lebih besar dari upah Gaza dan ini sangat mempengaruhi kesejahteraan Jalur Gaza,” tulis Yedioth Ahronoth menambahkan.
Namun media CAN rezim Zionis melansir satu dokumen keamanan tentang ancaman ledakan di daerah Palestina Pendudukan di awal bulan Ramadhan yang diserahkan oleh Brigjen Avi, Komando Batalion Judea and Samaria (nama Tepi Barat dalam Taurat).
“Ada bahan ledak, cukup satu korek untuk membakar semua kawasan. Keputusan terakhir di bulan Ramadhan. Ini merupakan target yang harus dipersiapkan oleh militer dengan harapan konflik ke depan berbeda dengan yang kemarin,” tulis CAN melaporkan.
Saat ini Tepi Barat semakin memanas. Konflik terakhir terjadi di bulan Ramadhan lalu yang dimulai oleh arogansi polisi rezim Zionis di Masjid al-Aqsa sehingga membangkitkan Beit al-Muqaddas, Tepi Barat dan daerah-daerah mukim Arab, bahkan mengangkat senjata Muqawamah versus militer Israel di Jalur Gaza yang memakan waktu hingga 11 hari yang kemudian padam dengan pelantara Mesir.
Baca Juga : Siapa Tokoh yang Menginspirasi Politik Vladimir Putin Saat Ini?
Ledakan Kemarahan Palestina
Hassan Khraisheh, Wakil Ketua Kedua Legislatif Palestina menegaskan kekhawatiran Israel menyambut Ramadhan dan menjelaskan dalam wawancaranya dengan media al-Aqsa, “Situasi Palestina siap siaga untuk melawan rezim Pendudukan, khususnya keberanian pemuda di Tepi Barat dan kesiapan mereka untuk menghadapi pasukan penjajah hingga titik akhir. Operasi Beersheba membuktikan kemarahan bangsa Palestina dan rezim Zionis takut menghadapi Intifada baru.”
“Israel menangkap pihak-pihak berpengaruh di Tepi Barat dan Beit al-Muqaddas, karena mereka menyadari bahwa mereka merupakan bahan bakar Intifada depan. Mayoritas penduduk juga memiliki kesatuan pendapat mengenai tahanan dan rezim Pendudukan akan segera menyerah dalam hal ini,” tambahnya.
Tentang Otoritas Palestina di Ramallah, dia menjelaskan, “Otoritas Palestina sudah terasing di mata masyarakat dan Muqawamah. Rezim Zionis menyuap mereka dengan ekonomi untuk mencegah segala bentuk Intifada.”
Pertemuan-pertemuan petinggi Otoritas Palestina dengan Israel, menurut Hassan Khraisheh, dilakukan dalam upaya pengembangan koordinasi keamanan demi mencegah gerakan Intifada ini.
Baca Juga : Di Mana Letak Akar Perang Rusia Vs Ukraina dan Siapa yang Memulai?
Ahmed Rafik Awadh, jurnalis politik dan Ketua Studi Masa Depan Universitas al-Quds, terkait hal ini menjelaskan, “Tingkat politik rezim Pendudukan tidak mengkhawatirkan ledakan situasi di al-Quds ataupun Tepi Barat dengan berbagai alasan, termasuk relasi Gaza dengan Beit al-Muqaddas yang telah membentuk satu perhitungan anyar. Sebenarnya, Israel sedang kesulitan menghadapi kontradiksi ranah politik dan keamanan mereka sendiri. Mereka menyadari bahwa akan ada ledakan di Tepi Barat dan Beit al-Muqaddas, namun tingkat politik menuntut manipulasi situasi ini untuk terus berkuasa. Hal inilah yang memperlihatkan kontradiksi dua ranah, politik dan keamanan Zionis.”
“Karena alasan inilah, rezim Zionis membangun proyek kemudahan-kemudahan palsu, yang seakan menunaikan hak kami (Palestina). Khususnya setelah melihat bahwa yang diistilahkan oleh rezim Pendudukan dengan kata “Kemudahan” merupakan salah satu bagian dari ideologi rasis dan kolonialisme, di mana Israel berupaya untuk mengabulkan dan mendiktekannya kepada pihak Barat dan Arab bahwa Tel Aviv telah melaksanakan apapun yang seharusnya dan semua pihak harus meredam situasi Tepi Barat dan al-Quds,” tegasnya.
Ahmed Rafik Awadh meneruskan, “Ada satu tuntutan Amerika dan Kawasan yang didasarkan pada peredaman ledakan di wilayah Palestina Pendudukan, karena Washington khususnya, menginginkan perdamaian setelah krisis Ukraina. Pemerintah Amerika ingin mendukung Otoritas Palestina yang sedang kesulitan karena lemah, oleh karena itu ledakan ini tidak akan memihak Amerika dan perhitungan mereka.”
Baca Juga : Siapa “The Electables” yang Siap Mengancam Pemerintahan Pakistan Imran Khan?
Apapun yang terjadi sekarang, menurut pengamatan Ahmed Rafik Awadh, merupakan upaya mengulur waktu. Yang dibicarakan oleh Israel dengan istilah-istilah itu bukanlah satu jalan keluar sebenarnya. Itu hanyalah upaya melempar masalah dan mendinginkan suasana.
“Israel menuntut semua pihak untuk meredam situasi di tengah kontinuitas mereka membantai penduduk Palestina, merusak rumah-rumah, menyerang Masjid al-Quds, dan terus melakukan penangkapan, di mana langkah-langkah ini akan menarik ke satu ledakan besar,” jelasnya.
Tentang indikasi Intifada di bulan Ramadhan, dia menjelaskan, “Ada kemungkinan Intifada selama rezim ini bercokol di Palestina. Bahkan seandainya teroris berhasil distop, Intifada masih mungkin karena eksistensi mereka di Palestina menuntut Muqawamah dan perlawanan dalam segala bentuknya.”
“Permainan Israel sangatlah jelas. Dari sisi lain, Muqawamah Palestina telah menciptakan satu bentuk baru. Menuliskan buku kalkulasi baru untuk rezim Pendudukan yang tidak dinanti-nantikan sama sekali oleh mereka selama perang Seif al-Quds di bulan Ramadhan tahun lalu,” akhirnya.
Baca Juga : Syiah Arab Saudi dan Eksekusi Mati